Menuduh Bid’ah, Tapi Melakukan Bid’ah? Dasar Wahabi

Menuduh Bid'ah, Tapi Melakukan Bid'ah? Dasar Wahabi

PeciHitam.orgMemahami gejala keberagamaan masyarakat Modern dan dialektikanya sudah banyak tergambarkan dalam catatan sejarah masa lampau.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Pun fenomena dalam keberislaman masyarakat era digital sekarang ini banyak ditemukan fenomena klaim sepihak dalam memahami teks suci agama Islam.

Golongan yang menamakan diri pembela Islam atau Al-Qur’an tidak lebih dari membela kepentingan berdasarkan tafsir pribadi/ golongan untuk mencapai tujuan tertentu.

Tidak heran, semua kelompok radikal, ahli menyesatkan, ekstrimis dan bahkan terroris mempunyai landasan dalil sama dengan Islam Ahlussunnah wal Jamaah.

Perbedaannya adalah cara memandang Al-Qur’an dan Hadits dan metode menafsirkannya. Oleh karenanya, tafsir bisa berbahaya jika ditafsirkan sesuai dengan kepentingan golongan/ pribadi tertentu. Berikut Ulasannya!

Fenomena Bid’ah ala Salafi Wahabi

Pada ulasan yang lalu, penulis mengupas fenomena bid’ah yang sering menjadi arus utama ceramah dan dakwah kaum salafi wahabi. Mereka melakukan Istidlal mengambil dalil dari surat Al-Maidah ayat 3 yang menyatakan kesempurnaan Islam tanpa memperhatikan realitas keberagamaan yang ada.

Secara mentah, salafi wahabi beranggapan bahwa semua yang baru haruslah tertolak karena bertentangan dengan ajaran Islam. Akan tetapi disisi lain mereka menerima hal bid’ah seperti media sosial untuk dakwah, pengeras suara untuk membantu syiar Islam dan bahkan menerima Mushaf untuk belajar Islam.

Baca Juga:  Ini Panduan Praktis Bagi Awam Jika Menghadapi Teman Salafi Wahabi

Yang  demikian itu adalah bid’ah dalam pengertian luas dan tidak akan ditemukan dalam sejarah riwayat Rasulullah SAW. Bahkan keilmuan Islam modern tidak akan ditemukan pada masa Nabi SAW, seperti Kodifikasi Hadits, Ilmu Jarh wa Ta’dil, Ilmu Rijal Hadits, Ilmu Tajwid, Ilmu Balaghah, Ilmu Manthiq dan lain sebagainya. Semuanya adalah Muhdats, Bid’ah, sesuatu yang baru yang tidak akan ditemukan pada masa Nabi SAW.

Namun tidak berarti bahwa yang baru tersebut adalah bid’ah dan tiket untuk masuk ke Neraka sebagaimana dalam pikiran Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawwas.

Beliau sering mengatakan bahwa Bid’ah ya Bid’ah tidak dapat terbagi, karena Rasul tidak membaginya. Sesat ya sesat saja, karena tidak ada kesesatan yang terbagi. Dalilnya adalah;

مَنْ أَحْدَثَ فِى أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ

Artinya; “Barangsiapa membuat suatu perkara baru dalam agama kami ini yang tidak ada asalnya, maka perkara tersebut tertolak” (HR. Bukhari Muslim)

Kiranya salafi Wahabi konsisten dalam perkataan, tuduhan dan perbuatan harusnya mereka menolak Ilmu Musthalahah Hadits, karena baru tersusun pada masa Tabiin.

Baca Juga:  Albani Bukan Ahli Hadis; Pahami Dulu Syarat Menjadi Muhadits Menurut Para Ulama!

Mereka seharusnya menolak Mushaf Utsmani karena baru terususun pada tahun 25 H pada masa Khalifah Ustaman. Lebih jauh harusnya mereka menolak Shahih Bukhari karena baru tersusun sekitar tahun 250an H.

Kontradiksi Nalar Salafi Wahabi

Pendapat salafi wahabi sangat kontradiksi dengan realitas bahwa beliau menerima pendapat Syaikh Utsaimin, Syaik Abdullah bin Baz, menerima Ilmua Hadits, menerima hadits hasil Takhrij Syaikh Albani. Bahwa beliau semua adalah muhdats, bid’ah yang berpendapat di era baru yang tidak ditemukan pada masa Rasulullah SAW.

Seharusnya orang-orang salafi wahabi sadar dalil Imam Syafii yang dikuatkan oleh Syaikh Ibnu Rajab Al-Hanbali dalam kitab Syarah Shahih Bukhari;

وقال الحافظ ابن رجب الحنبلي: والمرادُ بالبدعة: ما أحدث مما لا أصل له في الشريعة يَدُل عليه، أما ما كان له أصل من الشرع يدل عليه، فليس ببدعة شرعاً، وإن كان بدعة لغة

Artinya; “Ibnu Rajab Al-Hanbali mengatakan, ‘Yang dimaksud bid‘ah sesat itu adalah perkara baru yang tidak ada sumber syariah sebagai dalilnya. Sedangkan perkara baru yang bersumber dari syariah sebagai dalilnya, tidak termasuk kategori bid‘ah menurut syara’/agama meskipun masuk kategori bid‘ah menurut bahasa”

Pokok utama dalam nalar pemikiran salafi wahabi adalah penolakan terhadap sesuatu yang baru berasal dari tafsir golongan mereka. Bukan arus utama pemahaman Ulama Ahlussunnah wal Jamaah yang dianut sebagian besar Muslim Dunia.

Baca Juga:  Gus Baha: Meluruskan Pemahaman Kelompok yang Suka Bilang Bid’ah

Gerakan salafi wahabi yang sering menyatakan kembali ke Al-Qur’an dan Hadits, tidak lebih dari kembali kepada pendapat mereka sendiri dengan mengabaikan pendapat Ulama lain yang lebih Mu’tabar.

Ash-Shawabu Minallah

Mochamad Ari Irawan