Menyelesaikan Covid-19 dengan Rasionalitas Beragama

covid 19

الدين هو العقل ولا دين لمن لا عقل له
Agama adalah akal dan tidak ada agama bagi orang yang tidak berakal.

Pecihitam.org – Maksud riwayat diatas, ajaran agama itu sejalan dengan akal atau rasional. Dan tidak ada ajaran agama, akal tidak menerimanya. Termasuk yang sifatnya ritualpun akal dapat menerimanya, misalnya shalat secara pratek ibadah itu terdiri dari gerakan dan bacaan-bacaan pujian dan pengagungan. Dan secara rasional dalam ritual penyembahan tertententu, gerakannya ada kesamaan dengan gerakan Shalat, penuh ketundukan. Dan ini akalpun menerima (rasional).

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Bisa kita lihat tradisi penyembahan disekitar kita yang pernah disaksikan, mulai penyembahan pada matahari dilakukan dengan bagaikan gerakan takbir dan setengah rukuk, ritual penyembahan pada pohon duduk bersila lalu menundukan kepala sambil melakukan gerakan tangan yang menandakan ketundukan.

Demikian gerakan shalat selaras dengan gerakan penyembahan, yang penuh ketundukan dan pengagungan bahkan ritual Shalat mencapai ketundukan tertinggi di mana kepala sebagai simbol kemuliaan disejajarkan dengan kaki yang setiap saat bisa saja bersentuhan dengan hal-hal kotor dan menjijikan. Ini adalah praktek penyerahan totalitas. Secara rasional, mestinya penyerahan totalitas inilah yang harus dilakukan oleh yang menyembah.

Baca Juga:  Meneguhkan Kembali Nilai Pancasila dalam Khutbah Jum'at

Yang tidak rasional, jika ritual penyembahan dilakukan dengan cara tendang-menendang, mengeluarkan kalimat-kalian cacian pada yang disembah, penuh keangkuhan (cara ini akal pasti menolak), ini terbukti tidak ada yang pernah kita lihat melakukan pratek penyembahan dengan cara ini.

Demikian juga dalam puasa, ritual menahan nafsu serakah, menahan amarah, melatih kepekaan sosial. Proses ini juga dilalui oleh mereka yang ingin mencapai tingkat tertentu dalam spiritualnya. Seperti para pencari ilmu kanuragan (kesaktian), orang yang mencari kebijaksanaan dimana hal itu hanya bisa dicapai dengan cara menahan amarah, menahan nafsu serakah, melatih kepekaan sosial dan semua itu bisa dicapai dengan cara puasa. Bahkan hingga saat ini tradisi puasa masih menjadi jalan terbaik untuk menemukan kebijaksanaan hidup. Akal menerimanya.

Demikianpun dengan zakat, ibadah sosial yang menumbuhkan rasa peduli pada orang lain dimana manusia tanpa orang lain tidak ada artinya hidup. Justru akal menolak, jika ada org tidak peduli pada selainnya sementara dia sendiri selalu memerlukan bantuan orang lain.

Haji, semua prateknya akal menerimanya, tidak menolak bahkan yang sudah berhajipun masih tetap mau Berhaji kembali meskipun dengan biaya yang mahal, perjalanan jauh bahkan ada yang berharap agar wafatnya sementara dalam pelaksanaan ibadah haji. Mengapa demikian karena di situ ada rasionalitas yang menumbuhkan kenyamanan, ketenangan dan kebahagiaan.

Baca Juga:  Virus Corona; Antara Fakta, Opini, Narasi Ujaran Kebencian, Hoax dan Hilangnya Rasa Simpati

Dan semua ritual rasionalitas tersebut, jika berbenturan dengan situasi tertentu yang juga rasional; mislnya mengancam keselamatan jiwa, ada kendala dalam proses dan prateknya maka Tuhan menurunkan syari’at RUKHSHAH (dispensasi).

Contohnya ajaran islam membolehkan Dhuhur digabung dengan Ashar, Magrib dengan Isya atau jika ada kendala di waktu magrib maka magribpun boleh dibawa atau dilaksanakan pada waktu Isya. Bahkan yang 4 raka’at pun bisa menjadi 2 raka’at (qashar).

Puasa Ramadhan boleh dilakukan dibulan yang lain jika ada alasan/udzur Syar’inya. Demikian juga Zakat dan Haji semuanya Tidak memberatkan dan jika ada kendala atau rintangan dalam pelaksanaannya, maka kewajiban zakat dan hajipun tidak berlaku untuk orang tersebut. Ini sangat rasional.

Sekarang ini, dunia dihebohkan oleh virus Corona, Covid-19. Virus yang mengancam jiwa umat manusia di mana ajaran Agama hadir untuk melindungi kelangsungan hidup manusia, oleh al-Ghazali menyebutnya dengan Hifzhun Nafs. Maka Secara rasional, ritual Agama tidak boleh membawa ancaman bagi keselamatan jiwa atau hidup umat manusia.

Baca Juga:  Pemerintah Libya Umumkan Kasus Pertama Covid-19 di Negaranya

Itulah sebabnya sehingga dalam prateknya, ibadah-ibadah tersebut sangat sejalan dengan rasional: ibadah shalat dilakukan secara berjama’ah tidak menjadi kewajiban, shalat Jum’at yang harus jama’ah saat situasi tertentu kewajibannya bisa GUGUR, ibadah puasa tidak bergantung pada tempat, ibadah zakat sifatnya bantuan sosial sehingga pelaksanaanya disesuaikan dengan kemampuan, demikian jg ibadah haji sangat kondisional.

Oleh karena itu, beragamalah dengan sebaik mungkin dan jangan membunuh akalmu sebab orang beragama pasti memaksimalkan fungsi akalnya. La allakum ta’qilun (semoga kalian berakal), La allakum tafakkarun (semoga kalian berfikir), ya Ulul Albab (wahai orang-orang yang memiliki nurani).

Wallahu A’lam

Bukhari Muslim, M. Th.I