Menyikapi Pemimpin Yang Dzolim Menurut Cara Islam

menyikapi pemimpin yang dzolim

Pecihitam.org – Amar ma’ruf nahi munkar dapat di artikan menegakkan kebenaran dan menumpas kedzoliman. Mentaati pemimpin adalah kewajiban yang diajarkan oleh syariat islam. Namun bagaimana cara yang baik dan disyariatkan oleh islam dalam beramar ma’ruf nahi munkar atau menyikapi pemimpin yang dzolim?

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Berikut ini adalah dalil kebolehan amar ma’ruf, nahi munkar dengan cara mengkritik pemimpin atau pemerintah:

وقال صلى الله عليه وسلم: أفضل الجهاد كلمة حق عند سلطان جائر

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: Sebaik-baik jihad adalah ucapan yang hak disisi pemimpin yang dzalim. (HR Abu Dawud, At Tirmidzi dan Ibnu Majah)

Walaupun dibolehkan menyikapi pemimpin yang dzolim, namun demikian, amar ma’ruf nahi munkar harus dengan lemah lembut. Dan pelakunya harus mempunyai ilmu yang cukup agar bisa bertindak dengan benar.

Al-Imam Sufyan ats-Tsauri berkata:

لا يأمر بالمعروف وينهى عن المنكر إلا من كان فيه ثلاث خصال: رفيق بما يأمر، رفيق بما ينهى، عدل بما يأمر، عدل بما ينهى، عالم بما يأمر، عالم بما ينهى

“Seseorang tidak boleh melakukan amar ma’ruf nahi munkar melainkan ada pada dirinya tiga perangai: lemah lembut ketika menyeru dan mencegah, adil ketika menyeru dan mencegah, mengilmui sesuatu yang diseru dan dicegahnya.” (Ibnu Rajab al-Hanbali, Jami’ul Ulum wal Hikam)

Dikisahkan ada seseorang yang akan beramar ma’ruf dan nahi munkar. Lalu dia meminta pendapat kepada seorang ulama agar diizinkan dengan cara yang keras karena pelakunya itu sudah dianggap keterlaluan. Namun sang ulama menjawab bahwa kamu tidak lebih baik dari Nabi Musa as dan orang yang akan kamu nasihati tidak lebih jahat dari Fir’aun. Allah di dalam Al-Qur’an tetap memerintahkan Nabi Musa as dan Nabi Harun as untuk berbicara dengan lemah lembut kepada Fir’aun:

Baca Juga:  Hukum Takziyah dengan Mengirim Karangan Bunga, Benarkah Haram?

“Pergilah kamu berdua kepada Fir’aun, karena dia benar-benar telah melampaui batas. Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya (Fir’aun) dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan dia sadar atau takut. (QS. Thaha 43-44)

Kemudian kita tidak boleh membenarkan kebohongan dan mendukung kedzaliman mereka. Dari Ka’ab bin Ujroh ra. berkata bahwa Rasulullah SAW keluar mendekati kami, lalu beliau bersabda:

“Akan ada setelahku nanti para pemimpin yang berdusta. Barangsiapa masuk pada mereka lalu membenarkan (menyetujui) kebohongan mereka dan mendukung kezaliman mereka maka dia bukan dari golonganku. Dan aku bukan dari golongannya, dan dia tidak bisa mendatangi telagaku (di hari kiamat). Dan barangsiapa yang tidak masuk pada mereka (penguasa dusta) itu, dan tidak membenarkan kebohongan mereka, dan (juga) tidak mendukung kezaliman mereka, maka dia adalah bagian dari golonganku, dan aku dari golongannya, dan ia akan mendatangi telagaku (di hari kiamat).” (HR. Ahmad dan An-Nasa’i)

Larangan Memberontak dan Mencelanya

Al-Imam Abu Ja’far Ath-Thahawi rahimahullah menjelaskan di antara prinsip aqidah Ahlussunnah wal Jama’ah adalah:

ولا نرى الخروج على أئمتنا وولاة أُمورنا ، وإن جاروا ، ولا ندعوا عليهم ، ولا ننزع يداً من طاعتهم ونرى طاعتهم من طاعة الله عز وجل فريضةً ، ما لم يأمروا بمعصيةٍ ، وندعوا لهم بالصلاح والمعافاة

Baca Juga:  Niat Puasa Arafah, Waktu Pelaksanaan dan Keutamaannya

“Dan kami tidak memandang bolehnya memberontak kepada para pemimpin dan pemerintah kami, meskipun mereka berbuat dzalim. Kami tidak mendoakan kejelekan kepada mereka. Kami tidak melepaskan diri dari ketaatan kepada mereka dan kami memandang ketaatan kepada mereka adalah ketaatan kepada Allah sebagai suatu kewajiban. Selama yang mereka perintahkan itu bukan kemaksiatan (kepada Allah). Dan kami doakan mereka dengan kebaikan dan keselamatan.” (Al-Imam Abu Ja’far Ath-Thahawi Al-Hanafi, dalam Al-Aqidah Ath-Thahawiyah)

Al-Imam Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah juga menukil ijma’. Dari Ibnu Batthal rahimahullah, ia berkata: “Para fuqaha telah sepakat wajibnya taat kepada pemerintah (muslim) yang berkuasa, berjihad bersamanya, dan bahwa ketaatan kepadanya lebih baik daripada memberontak.” (Ibnu Hajar al-Asqalani, Fathul Bari, 13/7)

Al-Imam Al-Habib Abdullah bin Alawy Al Haddad dalam kitabnya ‘Adda’wah Attammah menjelaskan tentang sikap yang harus dilaksanakan kepada pemimpin:

“Jika seorang pemimpin membawa kemaslahatan untuk rakyat, bersungguh-sungguh dalam memberi perhatian kepada mereka, dan mempunyai kinerja yang bagus maka rakyat harus membantunya dengan berdoa untuknya serta memujinya atas kinerjanya yang bagus”.

“Jika ia membawa kerusakan, mencampur aduk antara kebenaran dan kebatilan, maka kewajiban kita sebagai rakyat adalah mendoakan. Semoga Allah segera memperbaiki keadaan pemimpin kita itu, memberi ia petunjuk kepada jalan yang benar. Dan memberinya sifat istiqamah dalam hal-hal yang diridhai Allah dalam kepemimpinannya. Dan janganlah kita sibuk mencela dan berdoa buruk atas dirinya. Karena itu semua malah akan menambah kerusakan dan kedzalimannya dan kita sendiri yang akan merasakan dampak-dampak buruknya.”

Berkata Al-Imam Fudhail Bin Iyadh rahimahullah:

Baca Juga:  Adab Ziarah Kubur, Bagaimana Tuntunannya Dalam Islam?

“Andai saja aku mempunyai satu doa yang pasti dikabulkan Allah, maka aku akan menjadikannya (untuk berdoa yang baik) untuk pemimpinku, karena jika Pemimpin kita baik, maka negara akan aman dan masyarakat tentram.”

Allah berfirman dalam sebagian hadits qudsi:

“Aku adalah Maha Raja. Hati para raja ada di genggamanku. Maka barang siapa yang taat padaku, akan aku jadikan mereka (para raja/pemimpin) nikmat baginya. Dan barang siapa yang melanggar perintah-Ku akan aku jadikan mereka sebagai musibah atas dirinya. Maka janganlah kalian sibuk mencela dan mencaci maki pemimpin-pemimpin kalian. Akan tetapi memintalah padaku, maka akan aku lembutkan hati mereka untuk kalian”.

Itulah nasihat tentang bagaimana amar ma’ruf nahi munkar dan menyikapi pemimpin yang dzolim. Bahwasanya hal itu semua di bolehkan namun demikian, amar ma’ruf nahi munkar harus dengan lemah lembut. Dan pelakunya harus mempunyai ilmu yang cukup agar bisa bertindak dengan benar. Wallahua;lam Bisshawab.

Arif Rahman Hakim
Sarung Batik

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *