9 Metode Dakwah Walisongo dalam Menyebarkan Islam di Tanah Jawa

9 Metode Dakwah Walisongo dalam Menyebarkan Islam di Tanah Jawa

PeciHitam.org – Dakwah secara bahasa berasal dari bahasa Arab: da’a-yad’u-da’watan yang berarti mengajak, menyeru, dan memanggil. Dalam dunia dakwah, orang yang berdakwah biasa disebut Da’i atau mubaligh dan orang yang menerima dakwah atau orang yang didakwahi disebut dengan Mad’u.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Metode dakwah yang digunakan oleh Rasulullah SAW tidak terlepas dari bimbingan wahyu yang disampaikan kepadanya. Pada tahap awalnya metode yang dipergunakan oleh Rasulullah adalah dakwah sirriyah atau sembunyi-sembunyi, kemudian dilanjutkan dengan metode dakwah jahriyah, atau terang-terangan.

Jika ditinjau dari segi subjek dan objeknya maka metode dakwah Rasulullah SAW terbagi menjadi tiga bagian, antara lain:

  • Metode yang pertama hikmah, yang ditujukan kepada orang yang memiliki pemahaman yang tinggi seperti tokoh-tokoh Yahudi, Nasrani maupun para bangsawan.
  • Metode yang kedua mauidhah hasanah, dengan memberi pelajaran yang baik, yang ditujukan pada orang-orang yang awam serta yang rendah tingkat pemahamannya, seperti menceritakan kisah Nabi atau orang shaleh.
  • Metode yang ketiga Mujadalah, yaitu dengan cara berdiskusi, ditujukan pada orang-orang yang tingkat pemahamannya sedang-sedang saja, yang mana rasa ingin tahunya cukup tinggi. Biasanya mereka suka mempertanyakan sampai mereka paham dari yang mereka pertanyakan, sehingga tidak ada keragu-raguan lagi.
Baca Juga:  KH Abdul Karim Lirboyo, Seorang Anak Petani yang Manjadi Ulama Besar

Sementara itu, dalam sejarah penyebaran agama Islam terutama dipulau Jawa banyak ditemukan literatur bahwa pada masa awal da‘i sebagai penyebar agama Islam banyak dipegang peranannya oleh “Wali Sembilan” yang lebih dikenal dengan “Walisongo”.

Walisongo merupakan suatu Dewan Dakwah di Kesultanan Demak pada abad ke-15 sampai 16 M. Angka Sanga merupakan angka sembilan yang dianggap “Keramat” bagi orang Jawa. Dan memudahkan bagi Dewan dalam mengambil sebuah fatwa apabila terjadi voting.

Adapun sebutan Walisongo tersebut dialamatkan kepada sembilan orang, yaitu Syekh Maulana Malik Ibrahim, Sunan Ampel, Sunan Giri, Sunan Bonang, Sunan Drajad, Sunan Kalijaga, Sunan Kudus, Sunan Muria, serta Sunan Gunung Jati.

Metode dakwah walisongo adalah lebih banyak melalui media kesenian budaya setempat di samping melalui jalur sosial ekonomi. Sebagai contoh adalah dengan media kesenian wayang dan tembang-tembang Jawa yang dimodifikasi dan disesuaikan oleh para Wali dengan konteks dakwah yang bernafaskan Islam.

Baca Juga:  Ketika Gus Dur Mengaku Sebagai Keturunan Cina, Begini Ceritanya

Dalam menetapkan sasaran mad‘u nya (orang yang didakwahi) para wali songo terlebih dahulu melakukan perencanaan dan perhitungan yang akurat diimbangi dengan pertimbangan yang rasional dan strategis yakni dengan mempertimbangkan faktor geo-strategis yang disesuaikan dengan kondisi mad‘u yang akan dihadapinya. Sehingga hasil yang dicapainya pun akan maksimal.

Proses Islamisasi di pulau Jawa berjalan dengan aman dan damai, tanpa ada pergolakan serta kegoncangan psikologis dan sosial. Sebab, para Wali lebih menggunakan pendekatan kultural, yang sarat dengan simbol-simbol kebudayaan lokal, seperti wayang dan gamelan.

Materi dakwah yang diterapkan pada dakwah Walisongo ini adalah akidah, syari’ah dan mu’amalah, dimana para Wali menanamkan akidah kepada masyarakat setempat karena mengkhawatirkan penyimpangan akidah akibat tradisi masyarakat Jawa.

Selain itu, Walisongo juga memperhatikan secara khusus kepada kesejahteraan sosial dari fakir miskin, mengorganisir ‘amil zakat dan infak, dan juga mengajarkan ilmu-ilmu agama seperti ilmu fikih, ilmu hadis, serta nahwu dan sharaf kepada anak didiknya.

Ada beberapa metode dakwah Walisongo, yaitu:

  1. Metode Ceramah
  2. Metode Tanya Jawab
  3. Metode Konseling, seringkali Walisongo menjadi pusat rujukan dalam menghadapi masalah sehari-hari.
  4. Metode Keteladanan
  5. Metode Pendidikan
  6. Metode Bi’tsah,Sunan Giri mengirimkan muridnya ke daerah-daerah pelosok untuk menyiarkan Islam.
  7. Metode Ekspansi, Sunan Ampel mengutus Maulana Ishak untuk berdakwah di daerah Blambangan.
  8. Metode Kesenian, Sunan Muria menciptakan lagu-lagu Jawa-Islam, dan beberapa Wali juga menciptakan tembang-tembang, dan syair lagu-lagu gamelan yang berisi tentang ajaran tauhid dan peribadatan, ada juga tradisi selamatan peninggalan agama Hindu dan Budha didekati dengan acara tahlil.
  9. Metode Kelembagaan, dengan mendirikan Masjid Agung Demak sebagai sentral seluruh aktivitas pemerintahan dan sosial kemasyarakatan.
Baca Juga:  Napak Tilas Perjuangan Syekh Subakir dalam Kitab Musarar

Mohammad Mufid Muwaffaq