Menjadikan Metode Hiwar Sebagai Salah Satu Metode Pendidikan Akhlak

Menjadikan Metode Hiwar Sebagai Salah Satu Metode Pendidikan Akhlak

Pecihitam.org- Metode hiwar yang digunakan oleh Raslullah SAW dalam mendidik para sahabat bukan hanya dalam konteks merespon pertanyaan sahabat.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Tidak jarang metode hiwar tersebut digunakan juga untuk menyampaikan suatu informasi yang penting dan beliau berharap sahabat yang ditanya dapat mengingat informasi tersebut sepanjang hayatnya.

Di dalam kitab Adab al-Mufrad, metode hiwar ini dapat dijumpai pada 110 hadis. Berikut ini contoh hiwar dimana Rasulullah saw. menjawab pertanyaan dari sahabat:

Dari Abi Hurairah dia berkata, ditanyakan kepada Rasulullah s.a.w siapakah saya berbuat baik? Beliau menjawab; kepada ibumu. Ia bertanya lagi kemudian kepada siapa? Beliau menjawab; kepada ibumu. Ia bertanya lagi kemudian kepada siapa? Beliau menjawab; kepada ibumu. Ia bertanya lagi kemudian kepada siapa? Beliau menjawab; Lalu ayahmu.

Untuk memberi pemahaman kepada si penanya bahwa ibu memiliki hak tiga kali lebih banyak dibanding dengan hak ayah, Rasulullah menggunakan teknik menjawab pertanyaan hingga tiga kali, hal ini mengandung pesan bahwa sekalipun ibu dan adalah “dwi tunggal” dalam kedudukan sebagai orang tua namun jasa ibu kepada anak jauh lebih besar berbanding jasa ayah.

Baca Juga:  Ilmu Hikmah, Bukan Kesaktian, Tapi Amalan Raga dan Jiwa

Hadis ini menunjukkan kepada kaum muslim tentang nilai akhlak berbuat baik kepada kedua orang tua, khususnya ibu, yang berusaha ditanamkan oleh Rasulullah saw.

Hadis di atas menunjukkan bahwa sebagai pendidik Rasulullah memberi kesempatan kepada para anak didik (sahabat r.a) untuk bertanya terhadap perkara yang mereka anggap musykil.

Hal ini sejalan dengan firman Allah yang memerintahkan manusia bertanya (pada orang yang mempunyai pengetahuan) jika mereka tidak mengetahui suatu perkara (QS. Al-Nahl: 43 dan QS. Al-Anbiya’: 7)

Contoh lainnya dalah hiwar dalam bentuk Rasulullah s.a.w melontarkan pertanyaan kepada para sahabat adalah sebagai berikut:

“Dari Abi Bakrah dia berkata, Rasulullah s.a.w bersabda: Maukah aku tunjukkan kepada kalian paling besarnya dosa-dosa besar? Beliau mengatakannya hingga tiga kali. Mereka menjawab: Tentu wahai Rasulullah. Beliau bersabda: Menyekutukan Allah dan durhaka kepada kedua orang tua, kemudan beliau duduk tegak sebelum itu beliau bersandar kemudian bersabda: Ingatlah, dan juga ucapan dusta. Tidak hentihentinya Nabi mengucapkan itu, sehingga aku berkata (dalam hati): Aku berharap beliau berhenti.”

Dilihat dari kualitas dosa, berdusta tentu tidak sebesar dosa menyekutukan Allah dan dosa durhaka kepada kedua orang tua. Namun sebagaimana yang disabdakannya dalam hadis yang lain bahwa dusta adalah salah satu dari tanda kemunafikan.

Baca Juga:  Lafadz Syafakallah; Apakah Arti dan Bagaimana Penggunaannya? Ini Jawabannya!

Sehingga mustahil seseorang akan dapat menjadi mukmin yang shiddiq jika masih membiasakan dusta, maka Rasulullah SAW menekankan peringatan tentang bahayanya dusta, disertai dengan merubah posisi duduknya yang dahulunya bersandar menjadi duduk tegak, serta mengulang-ulang perkataan tentang ucapan dusta.

Nilai akhlakul karimah yang ditanamkan oleh Rasulullah s.a.w dari hadis ini adalah mengenal dosa-dosa besar untuk menjauhinya, karena dusta dapat menghalang seorang mukmin untuk menjadi mukmin yang shiddiq (yang benar keimanannya).

Hadis tersebut juga memperlihatkan cara Rasulullah saw. yang kadang dalam mendidik para sahabatnya dengan suasana santai atau informal. Namun ketika sampai pada materi yang dianggap perlu penekanan, maka Rasulullah menunjukkan dengan bahasa tubuh yang mengisyaratkan kesungguh-sungguhan.

Dari dua hadis di atas dapat dipahami bahwa metode hiwar tidak jarang digunakan oleh Rasulullah s.a.w dalam mendidik akhlak para sahabat. Metode ini termasuk metode yang efektif untuk mencapai tujuan antara lain mengetahui penguasaan siswa terhadap pengetahuan yang telah lalu.

Baca Juga:  Mengenal Tradisi Bahtsul Masail Ala Pondok Pesantren Salaf

Hal tersebut bertujuan agar guru dapat menghubungkannya dengan topik bahasan yang baru atau memeriksa efektivitas pengajaran yang dijalankan; serta menguatkan pengetahuan dan gagasan pada siswa dengan memberi kesempatan untuk mengajukan persoalan yang belum dipahami dan guru mengulang bahan pelajaran yang berkaitan dengan persoalan tersebut.

Mochamad Ari Irawan