Mengeja Metodologi Kaum Khilafah dalam Memecah Belah Umat

Metodologi Kaum Khilafah dalam Memecah Belah Umat

Pecihitam.org – Dalam penyebaran ideologi khilafah, kelompok intoleran terus merevolusi metode untuk menghadapi zaman. Mereka menggunakan kata-kata seruan untuk berjuang dengan penyusupan kalimat-kalimat Islam.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Misalnya ungkapan untuk melawan negara disebutkan dengan nama jihad. Begitupula dengan perubahan dalam struktur pakaian, diungkapkan dengan kalimat hijrah. Semuanya dikemas dalam bentuk Islami untuk memancing perspektif umat akan kebangkitan Islam.

Maka narasi penggugah semangat terus mereka dengungkan. Alunan kata Allahu Akbar ditandakan sebagai aksi perlawanan atas tindak kejahatan versi mereka. Siapapun yang melawan akan dianggap sebagai lawan, dan seluruh perbuatan lawan dianggap sebagai aksi perlawanan.

Oleh karenanya, kehadiran mereka selalu memancing huru hara yang tiada henti. Gejolak sering berkumandang diantara umat Islam maupun umat yang lainnya.

Pokok dari tujuan mereka adalah menghancurkan umat dengan metode pecah belah. Sebisa mungkin mereka mengubah perspektif umat Islam, bahwa dalam Islam ada beberapa kelompok, dan selain kelompok mereka dinilai sesat. A

da kecenderungan permusuhan yang mereka himpun secara merata. Narasi-narasi yang mereka munculkan sering memacing kontroversi dan adu mulut antar umat.

Baca Juga:  Meluruskan Stigma Sosial Bagi Perempuan (Kodrat Macak, Masak, Manak)

Di sosial media sendiri kita sering melihat perbincangan umat dalam arah pertengkaran. Mereka saling menyalahkan tradisi-tradisi yang berbeda diantara kelompoknya.

Satu kelompok memulai perbincangan dengan menyalahkan ulama tertinggi dalam pendirian sebuah organisasi. Kemudian kelompok yang lain tidak terima dan membalas dengan perkataan serupa.

Mereka saling menghina. Mengeja segala sesuatu yang berkaitan dengan kebobrokan organisasi diantara mereka. Maka dengan cara itulah mereka berinteraksi. Saling menyalahkan dan menghakimi satu sama lain hingga menjadi benih permusuhan yang terus tumbuh.

Mereka berangapan yang beda adalah musuh abadi karena bisa membaca besaran kebobrokan yang ada di organisasi. Oleh karenanya, untuk membungkam mulut dari organisasi mereka, dimunculkanlah narasi penghinaan agar mereka semua diam.

Rancangan seperti ini sudah dimunculkan oleh mereka yang tidak ingin Indonesia menuju permusuhan. Ada saja kasus-kasus yang diakibatkan oleh konflik identitas ataupun perselisihan antar kelompok. Umumnya mereka tidak suka bila ada yang berbeda. Perspektif ingin berkuasa selalu menjadi problema dalam mengawali setiap gelombang permusuhan.

Baca Juga:  Viral Video Seorang Jenderal Sebut TNI Bisa Gulingkan Pemerintahan Demi Tegaknya Khilafah

Semua orang terhipnotis oleh taktik adu domba yang dibungkus rapi dengan narasi agama. Strateginya, memunculkan satu kelompok sebagai pemancing, dan kelompok lainnya akan merespon dengan narasi kebencian yang sama. Dengan begitu, akan terjadi permusuhan diantara mereka.

Rencana selanjutnya adalah penguatan keyakinan bahwa kelompok yang mereka bela adalah yang benar. Merampas semua kebenaran menjadi satu aturan dalam sebuah organisasi.

Sehingga organisasi yang mempunyai sejarah panjang tidak terima atas aturan-aturan baru yang diciptakan kelompok baru. Penguatan doktrin ini berfungsi untuk membangun narasi-narasi kesesatan yang memancing celah kontroversi antar umat.

Dari sinilah kita bisa mengeja bagaimana agama bisa menciptakan konflik yang luar biasa. Mereka yang tidak suka dengan persatuan bangsa Indonesia berbondong-bondong mengirim rencana untuk menyebarkan huru hara. Tidak dapat dipungkiri, kelompok-kelompok khilafah bisa menjadi pemicu luar biasa dalam menciptakan kerusuhan bagi bangsa Indonesia.

Mereka adalah pemancing dalam setiap kerusuhan. Menggunakan narasi-narasi kontroversi agar direspon menjadi penghinaan untuk mencipta konflik. Mereka menciptakan kalimat-kalimat penguat sebagai narasi asas tunggal bahwa kelompok mereka yang paling benar.

Baca Juga:  Pandangan KH. Wahid Hasyim Tentang Posisi Pancasila dan Syariat Islam

Maka sudah sepatutnya kita waspada atas narasi-narasi yang dijadikan dalang sebagai pemancingan. Sudah saatnya bangsa ini dibebaskan oleh konflik identitas. Memikirkan masalah yang lebih penting, misalnya dalam hal kemiskinan dan pemerataan lapangan pekerjaan. Indonesia akan sulit berjalan maju jika permasalahan yang ada tidak bergeser atas narasi konflik dan perbedaan. Maka, sudah saatnya kita bersatu.

Muhammad Nur Faizi