Naudzubillah, Karena Benci Tawassul, Kitab Nahwu pun Diubah Oleh Wahabi

Naudzubillah, Karena Benci Tawassul, Kitab Nahwu pun Diubah Oleh Wahabi

Pecihitam.org – Tidak disangsikan lagi bahwa mempelajari Islam tidak bisa hanya sekedar membaca buku2 terjemahan keislaman, mengingat sumber pengambilan hukum Islam di antaranya al-qur’an dan al-hadits keduanya berbahasa Arab, dan metode2 istinabat tersebut tertuang dalam kitab para ulama’ mujtahidin yang juga berbahasa Arab. Sehingga menguasai bahasa Arab bagi mustanbith adalah keniscayaan.

Tidak diragukan juga bahwa Ilmu Bahasa Arab itu luas cabangnya, karena nanti paling tidak ada ilmu nahwu, shorf, ‘arudl, balaghoh yang terdiri dari ma’aniy, bayan, badi’ dan lain-lainnya. Jadi mempelajari fan-fan ini dalam mempelajari Bahasa Arab juga keniscayaan.

Untuk fan nahwu sendiri ini adalah modal awal untuk bisa membaca tulisan Arab gundul, Ada banyak sekali kitab2 nahwu baik yang ringkas sampai yang tebal, tetapi yang sudah masyhur adalah dalam mempelajari ilmu nahwu hendaknya di mulai dari kitab2 ringkas lalu ke yang tebal.

Yang sudah lazim biasanya seorang mubtadi mengawali belajar nahwunya menggunakan kitab “al-ajurumiyyah” karya Al-Imam Ibnu Ajurum al-shonhajiy (672-723).

Baca Juga:  KH Said Aqil: Ekonomi Merosot Karena Kezaliman Secara Global dan Legal

Banyak sudah yang menulis syarah atas kitab itu di antaranya syarah “mukhtashor jiddan” yang diberi hasyiyah oleh KH Muhammad ma’shum ibn salim al-samaraniy (WONG SEMARANG) yang diberi judul “tasywiqul khullaan”.

Selain syarah, kitab al-ajurumiyyah juga ada yang digubah menjadi bentuk nadhom untuk mempermudah penghafalannya, seperti misalnya nadhom al-‘imrithiy dan lain2. Di antaranya juga ada nadhom karangan Syaikh Ubaid Robbih Al-Syanqithi (wafat pada awal abad 12 H).

Akan tetapi baru2 ini banyak sekali beredar redaksi nadhom al-syinqithi yang banyak di rubah, misalnya pada cetakan2 berikut ini :

Pertama adalah cetakan idaroh masajid muhafadloh al-ashimah alahmadiy, di mana dalam bait sebelum akhir telah mengganti kata kata yang ada dalam manuskrip nadlomnya Syaikh Al-Syinqithiy “BI JAAHI AHMAD” dengan kata “DAWAAMAL ABAD”.

Baca Juga:  MUI Keluarkan Fatwa Soal Cara Pengurusan Jenazah Pasien Covid-19

Kedua adalah cetakan teranyar, MUHAQQOQ bahkan MUQORRODL dan diklaim PALING BAGUS dari maktabah al-malik fahd, Arab Saudi, dimana kejadian serupa juga terjadi, tapi lain lading lain belalang, di sini kata “BI JAAHI AHMAD” diganti oleh muhaqqiq dengan kata “BI HUBBI AHMAD”.

Ketiga adalah kitab syarah atas nadlom tadi yang dikarang oleh syaikh Zaid al-adzan al-syinqithiy berjudul “Mishbah al-saari”, cetakan mu’assasah arrisalah Beirut, dan darul basyir yordania. Kejadian serupa terulang lagi, dimana pensyarah juga merubah redaksi “BI JAAHI AHMAD” dengan kata “DAWAMAL ABAD”., dan kitab ini yang dijadikan patokan penerbit pertama tadi.

Keempat adalah juga syarah atas nadlom syaikh al-syinqithi berjudul “al-tsamarot al-hiliyyah” karangan syaikh Muhammad rofiq al-wansyarisyi al-jazairi yang sudah di beri KATA PENGANTAR oleh syaikh Abdurrohman ibn ‘auf Kauni, dicetak penerbit Darul Imam Malik di Abu Dabi. Kejadian sama juga terulang lagi, dimana pensyarah tersebut telah mengganti redaksi aslinya “BI JAAHI AHMAD” menjadi “BI HUBBI AHMAD”.

Baca Juga:  Pemerintah Belum Bisa Terbitkan Surat Perpanjangan Izin FPI, Ini Alasannya

Saya sudah mengecek alasan mereka mengganti redaksi aslinya itu yaitu karena kata itu adalah pernyataan TAWASSUL dengan Jah Nabi Shollallohu ‘alaihi wa sallam.

Naudzubillah, Karena Benci Tawassul, Kitab Nahwu pun Diubah Oleh Wahabi

Naudzubillah, Karena Benci Tawassul, Kitab Nahwu pun Diubah Oleh Wahabi

Naudzubillah, Karena Benci Tawassul, Kitab Nahwu pun Diubah Oleh Wahabi

Naudzubillah, Karena Benci Tawassul, Kitab Nahwu pun Diubah Oleh Wahabi

Saya hanya menghimbau kepada para pembelajar pemula kitab nahwu jangan sampai karena ada PENGUBAHAN-PENGUBAHAN redaksi kitab itu lantas menjadikannya futhur dan tidak lagi mau belajar ilmu nahwu. Jadi, usahakan mencari kitab aslinya, dan ayo belajar nahwu.

Source: KH. Ibnu Harjo

Redaksi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *