Niat Termasuk Rukun Ataukah Syarat?

Niat Termasuk Rukun Ataukah Syarat?

Pecihitam.org- Ulama berbeda pendapat tentang apakah Niat Termasuk Rukun Ataukah Syarat?, Segolongan Ulama berpendapat, bahwa niat itu termasuk rukun, sebab niat sholat misalnya, adalah termasuk dalam dzat sholat itu, Ulama yang lain mengatakan, bahwa niat termasuk syarat, sebab kalau niat termasuk rukun, maka harus pula diniati, Jadinya niat diniati.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Menurut imam al-Ghazaliy, “Diperinci”. Kalau puasa; niat termasuk rukun, kalau sholat; niat termasuk syarat. Imam Nawawiy dan Rafi’iy berpendapat sebaliknya ; bagi sholat niat termasuk rukun, sedangkan bagi puasa niat termasuk syarat. (Moh. Adib Bisri, terjemah al-Fara idul Bahiyyah, Menara Kudus, 1977 M, hal. 2).

Dalam terminologi fiqih (madzhab Syafi’i), niat adalah menyengaja melaksanakan satu hal dengan disertai menjalankan sebuah kegiatan yang ia maksud. Jika dinisbatkan pada wudhu, niat dilakukan sejak melakukan rukun fi’li yang pertama kalinya yaitu membasuh muka. Apabila untuk shalat, niat berarti harus dijalankan saat mulai takbiratul ihram.

Berkaitan dengan derajat niat, shalat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok. Pertama adalah shalat fardlu seperti shalat dzuhur, asar, maghrib, dan seterusnya. Kedua, shalat sunnah yang mempunyai waktu seperti shalat sunnah qabliyah dzuhur, tarawih, dluha. Dan ketiga, shalat sunnah yang tidak mempunyai ikatan waktu khusus, yakni berupa shalat sunnah mutlak.

Baca Juga:  Zakat Emas Yang Dicicil, Bagaimana Hukumnya?

النية ثلاث درجات : ان كانت الصلاة فرضا، وجب قصد الفعل، والتعيين، والفرضية.  وإن كانت نافلة مؤقتة، كراتبة أو ذات سبب، وجب قصد الفعل والتعيين. وإن كانت نافلة مطلقة، وجب قصد الفعل فقط. الفعل: أصلي، والتعيين: ظهرا أو عصرا، والفرضية: فرضا

“Niat itu mempunyai tiga tingkatan. Apabila shalat fardlu, harus menyengaja menjalankan sebuah kegiatan, ta’yin (penegasan tentang spesifikasi ibadah yang sedang dikerjakan), dan fardliyyah (penjelasan bahwa itu shalat fardlu). Apabila shalat sunnah yang mempunyai standar waktu, seperti shalat sunnah rawatib atau shalat yang mempunyai sebab, wajib menyengaja dan ta’yin. Dan kalau shalat sunnah mutlak, hanya wajib menyertakan kalimat menyengaja pelaksanaanya saja. Al-fi’lu: ushallî; at-ta’yin: dzuhur, asar; al-fardliyyah: fardlu.” (Salim bin Samir Al Hadlrami, Safînatun Najâh, [Darul Minhaj]m, hlm. 33-34).

Bagi orang yang ingin melakukan shalat fardlu, setidaknya ada tiga komponen niat yang harus terpenuhi dalam hati, berupa:

  1. Menyengaja menjalankan kegiatan (قصد الفعل)
Baca Juga:  Hukum Menggunakan Perkakas Emas dan Perak dalam Islam

Bagi orang yang menjalankan shalat, dalam niat, ia harus menyertakan kalimat أصلي (saya shalat) dalam hati. Ini untuk menegaskan bahwa ia sekarang sedang menjalankan ibadah shalat, bukan yang lain.

  • Menjalankan fardlu

Khusus untuk ibadah shalat fardlu, komponen shalat yang tak bisa ditinggal adalah menjelaskan bahwa mushalli (orang yang menjalankan shalat) benar-benar dalam rangka melaksanakan fardlu. Sehingga ia wajib menyebut kalimat fardlu (الفرض)

  • Menjelaskan spesifikasi ibadah yang ia jalankan (التعيين)

Ta’yin atau spesifikasi ini merupakan pembeda antara shalat satu dengan yang lain. Misal, dhuhur, asar, maghrib, dan seterusnya.

Apabila diilustrasikan secara keseluruhan, di hati orang yang menjalankan shalat fardlu, minimal memuat untaian kalimat berikut (contoh niat shalat dhuhur): اُصَلِّى فَرْضَ الظُّهْرِ “Saya shalat fardlu dzuhur.” 

Berikutnya adalah shalat sunnah yang mempunyai waktu seperti shalat sunnah qabliyah isya’, shalat dluha dan sebagainya. Komponen niat minimal yang wajib dipenuhi pada shalat ini adalah:

  1. Menyengaja menjalankan kegiatan (قصد الفعل) 
  2. Menjelaskan spesifikasi ibadah yang ia jalankan (التعيين) 
Baca Juga:  3 Cara Istinbath Ulama Tentang Hukum Jual Beli Pupuk Kandang

Jadi, orang yang shalat qabliyah dzuhur atau tarawih, misalnya, minimal terbersit di hatinya susunan kalimat: اٌصَلِّى قَبْلِيَّةَ الظُّهْرِ، اُصَلِّىْ التَّرَاوِيْحَ “Aku shalat qabliyah dzuhur”, “Aku shalat tarawih.” Yang terakhir, shalat sunnah mutlak, yaitu shalat sunnah yang tidak terikat dengan waktu tertentu. Maka, dalam niat hanya perlu menyebut penyengajaan melaksanakan shalat saja (قصد الفعل). Sehingga, apabila ada orang ingin shalat sunnah mutlak, andai saja hatinya bergerak membaca ushalli saja, tanpa tambahan kalimat apa pun, sudah sah.

Kembali perlu diketahui, ini adalah batasan standar minimal. Artinya, jika orang yang shalat menggerakkan hati dengan susunan yang lebih lengkap, tentu lebih baik. Karena hal tersebut akan mendapatkan kesunnahan yang berlipat.

Mochamad Ari Irawan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *