Para Ulama Ini Memberi Peringatan Keras untuk Tidak Mengeluarkan Fatwa Tanpa Ilmu yang Cukup

Mengeluarkan Fatwa

Pecihitam.org – Kemajuan teknologi informasi dan perkembangan media yang tengah dinikmati kaum muslimin dewasa ini sungguh luar biasa. Jika sebelumya masih ada kemungkinan untuk mengontrol acara televisi seperti talk show, ceramah dan tanya jawab fatwa, maka kini tak bisa lagi. Ini dikarenakan munculnya beragam jenis media audio dan audio-visual yang mudah diakses tanpa sensor, sehingga seorang Muslim kini bisa mendengarkan dan melihat bermacam-macam Ustadz mengeluarkan fatwa dan ceramah di berbagai media itu.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Kondisi ini ternyata juga banyak dimanfaatkan oleh kaum salafi-wahabi. Dengan kemampuan finansial yang tinggi, mereka melahirkan banyak channel televisi yang secara khusus menyiarkan fatwa-fatwa menurut paham mereka.

Mayoritas mereka yang ditunjuk sebagai narasumber adalah orang-orang yang belum memiliki kapasitas yang memadai untuk mengeluarkan fatwa maupun menerapkan hukum syariah di lingkungan kaum muslimin. Jika seorang Muslim menelaah hakikat, syarat dan adab-adab berfatwa yang harus dimiliki oleh seorang mufti, maka ia akan menemukan betapa jauh para narasumber tersebut dari keahlian berfatwa.

Oleh karena besarnya pengaruh sebuah fatwa, dan sedikitnya orang-orang yang memiliki keahlian di bidang fatwa, maka ulama memberi peringatan keras untuk tidak gampang mengeluarkan fatwa. Berikut kami sebutkan beberapa perkataan ulama tersebut.

Imam an-Nawawi pernah berkata, ”Ketahuilah bahwa ifta (memberikan fatwa) adalah pekerjaan yang sangat berbahaya, tapi memiliki kedudukan yang tinggi, keutamaan yang besar, karena mufti adalah pewaris para nabi dan penunai fardhu kifayah. Meski demikian, kemungkinan ia berbuat salah sangatlah besar. Untuk itu, mereka (para ulama) berkata, ’Mufti memiliki kedudukan sebagai pengganti (khalifah) Allah (di dunia)! Kami riwayatkan dari Ibnu al-Munkadar, bahwa beliau pernah berkata, ‘Orang yang alim merupakan penengah antara Allah Ta’ala dengan makhluk-Nya, maka hendaklah ia melihat bagaimana cara masuk kepada mereka.”

Baca Juga:  Ini Dia Jenis Najis dalam Islam yang Kamu Wajib Tahu

Kami juga meriwayatkan dari ulama salaf dan khalaf yang menunjukkan banyak dari mereka tidak ingin mengeluarkan fatwa. Kami akan sebutkan sebagian riwayat tersebut dengan niat untuk mendapat barakah. Kami pernah meriwayatkan dari Abdurrahman bin Abu Laila, ia berkata, ”Aku menemukan 120 sahabat Anshar, dan ketika salah seorang dari mereka ditanya tentang sebuah masalah, maka ia akan mengembalikannya kepada orang lain. Orang itu lalu mengembalikannya kepada orang lain. Begitu seterusnya, sampai akhirnya kembali lagi ke orang pertama (yang ditanya).”

Dalam sebuah riwayat yang lain dikatakan, “Tidaklah sebagian mereka jika diminta menceritakan sebuah hadits kecuali ia akan senang, jika saudaranya yang lain mau untuk menceritakannya kepada yang meminta. Dan tidaklah ia akan dimintai fatwa, kecuali ia akan senang jika saudaranya yang lain yang memberikan fatwa tersebut.”

Dari lbnu Mas’ud dan Ibnu Abbas ra., mereka berdua berkata, “Barang siapa yang berfatwa pada setiap masalah yang ditanyakan kepadanya, maka ia adalah orang gila.”

Dari asy Sya’bi, al-Hasan, dan Abu Hashin -dari generasi tabi’in, mereka berkata, ”Sesungguhnya salah satu dari kalian akan (berani) berfatwa di setiap masalah. Padahal, seandainya masalah itu dihadapkan kepada Umar ibnul-Khathab ra., niscaya ia akan mengumpulkan seluruh Ahlul Badar (untuk dimintai pendapat).”

Dari Atha’ bin as-Sa’ib at-Tabi’i, ia berkata, “Aku menemukan beberapa kaum, apabila salah seorang dari mereka ditanya tentang suatu perkara, maka ia akan berbicara sambil gemetaran.”

Baca Juga:  4 Sumber Hukum Islam Madzhab Ahlussunnah Waljamaah

Dari Ibnu Abbad dan Muhammad bin Ajlan, mereka berkata, “Ketika orang alim lalai mengatakan, ‘Aku tidak tahu’, maka ia telah menemui kehancurannya.”

Dari Sofyan bin Uyainah dan Sahnun, mereka berkata. “Orang yang paling berani berfatwa adalah orang yang paling sedikit ilmunya.”

Dari al-Atsram, ia berkata, “Aku pernah mendengar Ahmad bin Hanbal banyak berkata, ‘Aku tidak tahu’, sekalipun pada permasalahan yang banyak pendapat ulama di dalamnya.”

Dari Al-Haitsam bin Jamil, ia berkata, “Aku menyaksikan Imam Malik pernah ditanya 48 permasalahan, dan beliau menjawab 32 permasalahan tersebut dengan mengucapkan, ‘Aku tidak tahu’.”

Diriwayatkan bahwa Imam Malik pernah ditanya sebanyak 50 permasalahan, ia sama sekali tidak menjawab satupun. Ia berkata, “Barang siapa yang ingin menjawab satu permasalahan, maka sebelum menjawab hendaknya ia (membayangkan) dirinya ditempatkan di antara surga dan neraka. Bagaimana caranya ia bisa selamat. Setelah itu, barulah ia menjawab.’

Imam Malik juga pernah ditanya sebuah masalah, lantas ia berkata, “Aku tidak tahu.” Kemudian dikatakan kepadanya bahwa masalah tersebut adalah masalah yang kecil dan mudah. Ia lalu marah, dan berkata, “Dalam ilmu, tidak ada satu pun yang sepele”

Imam Syafi’i berkata, “Aku tidak melihat seorangpun yang pernah dianugerahi Allah Ta’ala sekumpulan ‘alat-alat’ untuk berfatwa, sebagaimana yang telah dikumpulkan oleh Ibnu Uyainah. Kendati demikian, ia (bersikukuh) tidak mau berfatwa!

Imam Abu Hanifah berkata, ”Seandainya tidak karena takut ilmu agama ini akan hilang, maka aku tidak akan berfatwa. Mereka mendapatkan ketenangan, sementara aku mendapatkan dosanya.”

Baca Juga:  Shopping Fatwa dan Nalar Kritis Beragama

Ash-Shaimari dan al-Khathib berkata, ”Sungguh sangat sedikit orang yang senang berfatwa, dan menggebu-gebu dalam berfatwa kecuali mereka adalah orang yang sedikit mendapatkan taufik serta tergesa-gesa dalam setiap urusannya. Berbeda dengan orang yang tidak suka berfatwa, jika ternyata ia bisa lari dari perbuatan itu (memberi fatwa), dan tidak bisa melemparkannya kepada orang lain, maka pertolongan Allah Ta’ala terhadapnya amatlah banyak. Selain itu, kebaikan dalam jawabannya jauh lebih banyak.

Mereka berdua (ash-Shaimari dan al-Khathib) mengambil dalil dengan sabda Rasulullah saw. yang artinya:

”janganlah engkau meminta jabatan pemerintahan, karena sesungguhnya apabila dirimu mendapatkannya dengan cara memintanya, maka jabatan itu akan sepenuhnya dibebankan kepadamu. Namun, apabila engkau mndapatkannya dengan cara tidak memintanya, maka engkau akan diberi pertolongan dalam mengembannya.” (An Nawawi, Al Majmuu’, 1/72-73)

Demikianlah beberapa pandangan para Ulama mengenai masalah Fatwa. Memang perlu kesadaran diri untuk Tidak Mengeluarkan Fatwa jika memang Ilmu yang dimiliki belumlah Cukup dan keahlian yang belum memadai untuk mengeluarkan fatwa.

Redaksi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *