Pelaku Penyerangan Gereja Santa di Jogjakarta Ternyata Anti NU, Ini Profilnya

Pelaku Penyerangan Gereja Santa di Jogjakarta Ternyata Anti NU, Ini Profilnya

Pecihitam.org – Suliono, pelaku penyerangan Gereja Santa Lidwina Bedog, Desa Trihanggo, Kecamatan Gamping, Sleman, Jogjakarta, Minggu (11/02/2018), adalah warga Banyuwangi yang ternyata memang anti terhadap NU. Pemikirannya bersebrangan dengan kedua kakaknya yang berpaham NU.

Lelaki kelahiran Banyuwangi 16 September 1995 itu bahkan pernah menyalahkan Ketua Majlis Takmir Masjid (MTM) dengan menganggap telah ikut paham yang salah. Wajar kemudian jika Suliyono melakukan serangan karena menganut paham agama garis keras.

Suliyono beralamat di Dusun Krajan, RT 02/RW 01, Desa Kandangan, Kecamatan Pesanggaran. Dia merupakan anak ketiga dari 4 saudara, pasangan Mistaji dan Edi Susiah.

Suliono kecil sempat sekolah di Taman Pendidikan Alqur’an Baitussalam. Ia mengawali pendidikan di SDN Kandangan 5 dan kemudian melanjutkan di jenjang berikutnya di SMPN 1 Pesanggaran. Masa kecilnya merupakan anak yang baik dan pintar qori’ karena suaranya bagus.

Baca Juga:  Terbongkar, AS Akui Akan Tarik Pasukan dari Suriah Jika Sudah Kuasai Minyak

“Dari kecil itu dia anaknya baik, sampai SMP juga baik-baik. Bahkan setiap ada acara keagamaan selalu menjadi qori’ (pembaca Al-qur’an) karena suaranya bagus,” kata Ketua Majelis Ta’mir Masjid (MTM) di Desa Kandangan dan Desa Sarongan, Mubarok, Minggu (11/2/2018).

Perubahan sikap Suliyono mulai terlihat kala menjajaki pendidikan di tingkat SMA. “Setelah SMP ini mulai ada perubahan, tapi ini menurut cerita kakaknya tidak ke tetanggannya, dia sangat anti dengan paham NU (Nahdlatul Ulama). Ini sejak dia SMP kelas 3,” ungkapnya.

Meski demikian, menurut Mubarok, Suliono masih sempat ikut pendidikan keislamannya di Pondok Pesantren Ibnu Shina, Dusun Jalen, Desa Setail, Kecamatan Genteng. Ponpes ini notabene berpaham NU, karena hingga saat ini diasuh langsung oleh Ketua PCNU Banyuwangi, KH. Masykur Ali. Namun, hanya 6 bulan. Kemudian ia ikut kakaknya di Morowali, Sulawesi Tengah.

Baca Juga:  Kemenag Maros Serahkan Bantuan dari Baznas untuk Warga Terdampak Covid-19

Tapi lagi-lagi, dirinya tak sepaham dengan kedua kakaknya. Pasalnya, Totok Atmojo dan Mohamad Sarkoni memang berpaham NU.

“Suliono ini berseberangan dengan paham kakaknya. Akhirnya merantaulah ke Palu dan sekolah SMA di sana. Tapi ini saya belum tahu di sana di SMA mana, karena kakaknya dihubungi belum bisa,” katanya.

Mubarok mengaku, sempat bertemu dengan Suliono saat berada di Palu pada 2013 lalu. “Pas saya ke Palu, sempat ketemu dengan Suliono. Bertemu, dia menyalahkan saya kalau paham yang saya anut itu salah,” jelas Mubarok

Hingga akhirnya, terdengar kabar Suliono telah melanjutkan pendidikan di Magelang. Tepatnya di Yayasan Pondok Pesantren Berpayaman II, Padepokan Topo Lelono Pangeran Krincing Pesantren Sirojul Mukhlasin dan Umahatul Mukminin.

Baca Juga:  Hebat, Alumni Ponpes Nuris Jember Kembangkan Teknologi Robot Bawah Laut

Terakhir, Suliyono melakukan penyerangan terhadap jemaat di Gereja Santa Lidwina Bedog Jogjakarta dengan membawa sebilah pedang dan melukai sejumlah jemaat termasuk Romo gereja tersebut.

Source: DutaIslam.com

Redaksi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *