Pengertian dan Macam-macam Shalat Sunnah (Edisi Lengkap)

pengertian dan macam macam shalat sunnah lengkap

Pecihitam.org – Shalat sunnah, Barangkali kita tidak asing lagi dengan istilah ibadah yang satu ini. Perintah melaksanakan shalat sunnah bukan hanya bersumber dari Alquran saja, melainkan juga banyak bersumber dari hadis.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Pengertian Shalat Sunnah

Sebelum membahasnya lebih jauh, alangkah baiknya jika kita pahami dulu definisi dari shalat sunnah tersebut. Syekh Nawawi menjelaskan dalam kitab Nihaayatuzzain, pengertian shalat sunnah (shalat nafl) adalah:

وَهُوَ لُغَة الزِّيَادَة وَاصْطِلَاحا مَا عدا الْفَرَائِض من الصَّلَاة
Wa huwa lughatan azziyadatu wasthilaahan maa ‘adaalfaraaidi minasshalaati

Artinya: Shalat sunnah menurut lughah adalah penambahan. Sedangkan menurut istilah adalah shalat yang dilaksanakan di luar shalat fadhu.
Syekh Nawawi melanjutkan:

ويعبر عَنهُ بِالسنةِ وَالْمَنْدُوب وَالْحسن والمرغب فِيهِ وَالْمُسْتَحب والتطوع وَالْإِحْسَان وَالْأولَى بِفِعْلِهِ من تَركه

Artinya: kata nafl biasa juga dikenal dengan istilah sunnah, manduub, hasan, marghab fiih, mustahab, tathawwu’, ihsaan, aulaa bifi’lih min tarkih

Dalam kitab Mu’jam al-Wasiitht dan Mu’jam al-Ghanii, istilah-istilah tersebut dalam hal ini memiliki makna yang sama, yakni sunnah. Jika dikerjakan mendapat pahala, namun jika ditinggalkan tidak berdosa.

Baca Juga:  Perbedaan Shalat Sunnah Muakkad dan Ghairu Muakkad

Pelaksanaan shalat sunnah terbagi kedalam beberapa bagian yang disebabkan karena adanya sebab ataupun waktu itu sendiri. Berikut ungkapan Syekh Nawawi Banten:

وَهُوَ أَرْبَعَة أَنْوَاع مُؤَقّت وَذُو سَبَب مُتَقَدم وَذُو سَبَب مُتَأَخّر وَمُطلق وَهُوَ الَّذِي لَا يتَقَيَّد بِوَقْت وَلَا سَبَب

Artinya: Shalat sunnah terbagi kedalam 4 bagian, pertama yang dilaksanakan pada waktu-waktu tertentu, kedua yang dilaksanakan karena adanya sebab mutaqaddim (yang di awal), ketiga yang dilaksanakan karena adanya sebab mutaakhkhir (yang berada di akhir), keempat mutlak (shalat sunnah yang tidak tergantung pada waktu maupun sebab).

Dari pembagian di atas, bisa ditarik kesimpulan bahwa Shalat Sunnah terbagi ke dalam 4 bagian dengan penjelasan sebagai berikut:

Muaqqat, terdiri dari shalat rawaatib (shalat yang mengiringi shalat fardu, baik sebelum maupun setelahnya), shalat dhuha (shalat yang dilaksanakan setelah matahari terbit sampai sebelum tiba waktu Zuhur), shalat ‘iidain (idulfitri dan iduladha [dilaksanakan pada tanggal 1 Syawal dan tangga 10 Zulhijah]) dan shalat tarawih (dilaksanakan setelah shalat Isya selama bulan Ramadan).

Baca Juga:  Ibu Hamil Bolehkah Puasa, dan Bagaimana Islam Memandangnya?

Dzuu Sabab Mutaqaddim, terdiri dari shalat tahiyyatil masjid (dilaksanakan pada saat memasuki masjid dan sebelum duduk), shalat setelah azan, shalat setelah pernikahan (dilaksanakan setelah melakukan akad, tidak harus langsung pada saat itu juga), shalat setelah keluar dari ka’bah, shalat setelah menghafal Alquran, shalat gerhana bulan (khusuufil qamar) dan gerhana matahari (kusuufisysyams) dan shalat istisqaa (minta hujan).

Dzuu Sabab Mutaakhkhir, terdiri dari shalat istikharah (dilaksanakan ketika memiliki hajat yang sulit dalam menentukan pilihan), shalat taubat, shalat sebelum akad nikah, shalat untuk kemudahan sakaratul maut, shalat awwabin/hifdzil iman (dilaksanakan antara waktu Magrib dan Isya), shalat isti’aadzah (dilaksanakan setelah shalat Dhuha) dan shalat safar (dilaksanakan pada saat hendak melakukan perjalanan).

Mutlaq, shalat sunnah yang dilaksanakan minimal 2 rakaat dan tidak ada batas maksimal. Dalam melakukannya sunnah salam setiap 2 rakaat. Waktu yang baik untuk melaksanakan shalat ini adalah malam hari. Di antara yang masuk kategori mutlaq adalah shalat tahajud, shalat tasbih dan sebagainya.

Baca Juga:  Sujud Tilawah, Bagaimana Tata Caranya?

Penjelasan di atas ini disarikan dari kitab Nihaayatuzzain karangan Syekh Nawawi, halaman 98-115.

Catatan: Terdapat beberapa waktu yang haram melakukan shalat di dalamnya, di antaranya ketika terbitnya matahari, ketika matahari ada di tengah-tengah langit (kecuali hari Jum’at) dan ketika terbenamnya matahari.

Namun waktu-waktu tersebut tidak berlaku (tetap boleh melaksanakan) jika kita hendak melaksanakan shalat karena sebab muaqqat dan dzuu sabab mutaqaddim. Khusus bagi dzuu sabab mutaqaddim, apabila sebabnya terbilang lemah, maka shalat pada waktu-waktu tersebut tetap tidak diperbolehkan, seperti 2 rakaat lisyukril wudhuu.

Azis Arifin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *