Pecihitam.org – Dalam syariat islam tidak ada hal yang tabu dan tidak ada yang ditutup-tutupi termasuk dalam hal urusan hubungan suami istri. Hal ini untuk menghindari adanya salah persepsi hukum, terutama hukum-hukum yang riskan. Sebagai contoh ibaroh berikut: Ada seorang istri yang sedang haid. Istri tersebut mengajak suami untuk meredam hasratnya yang sedang bergejolak, dimana saat itu si istri sedang ingin berat. Bagaimana penejelasan fiqih tentang batasan berhubungan intim saat haid?
Berhubungan intim saat haid jelas hukumnya haram dalam islam, namun seorang suami diperbolehkan istimta’ (bersenang-senang) dengan seorang istri yang sedang haid kecuali memasukkan kemaluannya ke dalam farji istri, dalilnya adalah sabda Rasulullahu SAW:
اصْنَعُوا كُلَّ شَيْءٍ إِلَّا النِّكَاحَ
” kerjakanlah segala sesuatu kecuali nikah.” (Shahih Muslim, no 302)
Sedangkan istimta’ dengan melakukan persentuhan kulit pada seorang istri yang sedang haid pada bagian di antaranya pusar dan lutut hukumnya di perselisihkan di antara ulama :
Daftar Pembahasan:
Madzhab Syafii Berpendapat Haram
Menurut pendapat yang ashoh (paling shahih ) dan dan di ikuti oleh mayoritas ashhab madzab Syafii hukumnya haram. Diantara dalilnya adalah hadits:
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ كَانَتْ إِحْدَانَا إِذَا كَانَتْ حَائِضًا فَأَرَادَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يُبَاشِرَهَا أَمَرَهَا أَنْ
تَتَّزِرَ فِي فَوْرِ حَيْضَتِهَا ثُمَّ يُبَاشِرُهَا قَالَتْ وَأَيُّكُمْ يَمْلِكُ إِرْبَهُ كَمَا كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَمْلِكُ إِرْبَهُ
”Dari Aisyah ia berkata ,” jika salah seorang dari kami sedang mengalami haid dan Rasullalloh Shallallahu ‘Alaihi Wasallam berkeinginan untuk bermesraan, beliau memerintahkan untuk mengenakan kain, lalu beliaupun mencumbunya .” Aisyah berkata, ”padahal, siapakah di antara kalian yang mampu menahan hasratnya sebagaimana Rasullullah SAW menahan. ”( Shahih Bukhari, no. 291).
عَنْ مُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ قَالَ سَأَلْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَمَّا يَحِلُّ لِلرَّجُلِ مِنْ امْرَأَتِهِ وَهِيَ حَائِضٌ قَالَ فَقَالَ مَا فَوْقَ الْإِزَارِ
”Dari Mu’adz bin Jabal saya pernah bertanya kepada Rasullullahu SAW tentang apa yang di bolehkan bagi seorang suami terhadah istrinya yang sedang haid.Maka beliau menjawab; ”Boleh apa yang diatas kain sarung .” (Sunan Abu Dawud. no 183).
Selain itu istimta’ pada bagian diantara pusar dan lutut dapat memicu terjadinya hubungan intim, karena itulah dilarang melakukan istimta’ pada bagian tersebut. Hal ini di dasarkan pada hadits Nabi:
مَنْ حَامَ حَوْلَ الْحِمَى يُوشِكُ أَنْ يَقَعَ فِيهِ
”Siapa yang berasa di sekitar batasan yang di haramkan maka di takutkan dia akan terperosok kedalamnya.” (Shahih Bukhari, no1910 dan Shahih Muslim, 2996).
Imam Nawawi Berpendapat Boleh
Menurut sebagian ulama hal tersebut di perbolehkan asalkan tidak sampai melakukan hubungan intim. Pendapat ini yang di pilih oleh Imam Nawawi dan beliau menyatakan bahwa dalilnya lebih kuat . Dalilnya adalah hadits yang di riwayatkan Imam Muslim di atas, yaitu sabda Rasullullah Shallallahu ‘Alaihi Wasalam:
اصْنَعُوا كُلَّ شَيْءٍ إِلَّا النِّكَاحَ
” Kerjakan sesuatu segala sesuatu kecuali ningkah.” (Shahih Muslim,no 302)
Pendapat Tengah
Sebagian ulama lainya mengambil jalan tengah. Mereka berpendapat bahwa hal tersebut diperbolehkan apabila memang ia yakin bahwa dirinya mampu mengontrol nafsunya sehingga tidak sampai melakukan hubungan intim. Sebaiknya jika ia tidak mampu maka hal tersebut di larang. Imam Nawawi menyatakan bahwa pendapat ini adalah pendapat baik.
Kesimpulannya, batasan berhubungan intim saat haid adalah selama tidak melakukan penetrasi kedalam farji istri, sedangkan melakukan istimta’ (bersenang-senang) dengan melakukan persentuhan kulit pada seorang istri hukumnya di perselisihkan diantara ulama. Menurut mayoritas ulama hukumnya haram, sebagian lainnya menyatakan boleh dan ada juga yang memperbolehkan hanya bagi orang yang mampu mengontrol syahwatnya. Wallahua’lam Bisshawab.
Referensi: Al Majmu’ Syarah Al -mUhadzdzab, juz 2 hal. 362-364