Pentingnya Taqlid bagi Orang Awam dalam Beragama

taqlid bagi orang awam

Pecihitam.org – Dalam Islam itu terdapat tiga katagori cara beragama, yaitu, ijtihad, ittiba’ dan taqlid. Ijtihad merupakan cara beragama dengan mengetahui dalil dan dapat mengolah dalil tersebut. Ittiba’ adalah cara beragama dengan mengetahui dalil namun tidak bisa mengolah dalil tersebut. Sedangkan taqlid adalah mengambil atau mengamalkan pendapat orang lain tanpa tahu dalil-dalilnya atau hujjahnya. Untuk Taqlid sendiri ini wajib hukumnya bagi orang awam, lantas apa alasannya?

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Alasannya jelas, pertama, manusia memang diciptakan dalam kondisi sosial yang berbeda sehingga pemahamannya pun tidak dapat sama. Kedua, adanya perintah bertakwa sekuat orang tersebut. Orang yang mampu ijtihad dianjurkan untuk ijtihad sedangkan orang yang tidak mampu berijtihad maka dianjurkan ittiba’, dan jika tidak mampu pula maka bagi orang yang awam diwajibkan taqlid. Ketiga, tidak ada pembebanan (taklif) di luar kemampuan manusia.

Menurut Kyai Harisudin Pengasuh Pondok Pesantren Darul Hikam Mangli Kaliwates Jember, ijtihad adalah level tertinggi dalam beragama. Sementara, taqlid adalah level terendah dalam beragama. Di level tertinggi, ijtihad wajib hukumnya bagi yang mampu berijtihad.

Baca Juga:  Begini Cara Analisis yang Benar Terkait Ayat Al-Quran Tentang Dakwah

Misalnya, Imam Syafi’i, Imam Hanafi, Imam Malik, dan Imam Ahmad bin Hambal yang menghafal ribuan hadits, mengetahui tafsir Al-Qur’an, mengetahui bahasa Arab, mengetahui ijma’ ulama, mengetahui fiqih dan ushul fiqih, dan sebagainya. Orang-orang yang memiliki kompetensi ini wajib hukumnya berijtihad,”

Sementara, bagi orang yang awam cukup taqlid pada kyai dan ustadz. Dengan kata lain, orang awam tidak dibebani repot-repot mencari dalil. Sehingga orang awam beragama di level terendah dengan cukup mengikuti apa kata kiai atau ustadz.

Bayangkan kalau orang awam disuruh ribet mencari dalil dengan bolak-balik kita Al-Qur’an dan as-Sunnah. Tentu mereka akan kesulitan dan berat menerima perintah ijtihad. Selain itu, hasil ijtihadnya jelas tidak bisa dipertanggungjawabkan sebab mereka misalnya tidak tahu dan tidak paham bahasa Arab, Al-Qur’an dan al-Hadits”

Lebih jauh lagi mengenai taqlid ini, Syekh Muhammad Said Ramadhan al-Buthi menjelaskan bahwa taqlid adalah mengikuti pendapat orang lain tanpa mengerti dalil yang digunakan atas kesahihan pendapat tersebut, walaupun mengetahui kesahihan hujjah taqlid itu sendiri (Al-Buthi, Al-Lamadzahabiyah Akhtaru Bid’ah Tuhaddid al-Syari’ah al-Islamiyah, hal 69).

Baca Juga:  Ketika Kiai Hasyim Menolak Hadiah Bintang Kehormatan Ratu Wilhelmina

Taqlid merupakan sesuatu yang pasti dilakukan oleh setiap muslim. Seperti orang ketika melakukan takbiratul ihram dalam shalat tentu akan melakukannya meskipun belum mengetahui dalilnya sahih atau tidak. Jika kemudian ia tahu dalilnya, maka ia telah keluar dari taqlid a’ma (taqlid buta).

Selain dalam bidang agama, taqlid juga biasa dilakukan dalam berbagai bidang umum lain. Misal seorang dokter yang memberikan resep obat kepada pasiennya, tentu ia akan mengambil obat di apotek bukan mendapatkan obat dari temuannya sendiri.

Mengharuskan masyarakat awam untuk melakukan ijtihad sendiri jelas memberatkan dan hal yang berbahaya, sebab minat dan kemampuan setiap orang sangat beragam. Maka bagi orang yang “tidak sempat” mendalami ilmu agama, ia harus bertanya dan taqlid kepada orang yang lebih paham terkait agama (Ulama, Kyai, atau ustadz).

Baca Juga:  Meneladani Kesuksesan Dakwah Rasulullah

Selain itu, dalam bertaqlid ada beberapa hal harus diperhatikan, bahwa taqlid wajib kepada salah satu dari empat madzhab (Hanafi, Maliki, Syafii, Hambali) yang dijadikan pedoman umat Islam. Adapun dengan adanya taqlid ini, tidak berarti menggugurkan kewajiban seorang muslim untuk menjadi muslim yang berwawasan luas dan mendalam. Tetaplah menuntut ilmu setinggi mungkin sebagai bekal dunia maupun akhirat. Wallahua’lam bisshawab.

Arif Rahman Hakim
Sarung Batik