Peran Perempuan dalam Menggerakan Peradaban Islam

Peran Perempuan dalam Peradaban Islam

Pecihitam.org – Perempuan memegang peranan penting dalam kehidupan, baik secara kultur sosial, ilmu, maupun politik kebangsaan. Hadirnya membawa perpektif mendalam berkaitan kasus feminisme atau hal lain yang berhubungan dengan perempuan.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Meskipun selama ini streotip perempuan masih dianggap lemah, namun banyak dari mereka yang sudah melampaui batas streotip itu. Bahkan, banyak diantara mereka yang membawa perubahan dengan gerakan-gerakan yang luar biasa.

Sejarah membuktikan, perempuan mempunyai andil besar dalam proses perubahan. Tidak hanya sebagai anggota, melainkan sebagai seorang inspirator dari perubahan yang ada. Banyak keteladanan wanita yang dijadikan inspirasi bagi pahlawan lainnya. Mereka mempunyai mental baja, pemikiran yang kuat, serta optimism yang luar biasa.

Di kalangan Pahlawan Nasional, kita mengenal Ra. Kartini yang tangguh memperjuangkan emansipasi wanita. Perjuangan ini tak serta merta lahir dari kemelut sosial belaka, namun juga dari rasa ketertindasan yang selama ini dialami oleh tokoh dan orang-orang disekelilingnya.

Diskriminasi pendidikan, akses yang serba terbatasi, serta minimnya ruang untuk berbuat lebih membuat para pejuang emansipasi garang menyuarakan kebebasan.

Pada tahun 1912 berdiri sebuah organisasi wanita pertama di Indonesia yang mengilhami berdirinya organisasi wanita lainnya. Berdiri di Jakarta, organisasi tersebut dinamakan Putri Mardika.

Berkat bantuan Budi Utomo, oraganisasi ini mampu menunjukkan sumbangsihnya untuk bangsa. Pokok pergerakannya mengarah pada pendidikan dan pengajaran yang diarahkan kepada anak-anak dan kaum perempuan.

Perempuan terus melangkah dalam percanturan politik negara. Akhirnya, mereka mampu mengadakan kongres wanita pertama yang bertempat di Yogyakarta pada tanggal 22 sampai 25 Desember 1928. Kongres tersebut dimaksudkan untuk menyatukan seluruh elemen organisasi wanita dalam satu visi yang sama.

Baca Juga:  Waspadalah!!! Target Utama Wahabi adalah NU, Bukan Syiah

Cita-cita itu pun terwujud dengan terciptanya Perikatan Perempuan Indonesia (PPI) yang kemudian namanya dirubah menjadi Perikatan Perhimpunan Istri Indonesia (PPII) yang menyatukan seluruh organisasi wanita di seluruh Indonesia.

Sejarah Islam pun mencatat bagaimana peran Aisyah ra. dalam penyebaran agama Islam. Ia tampil sebagai sosok jenius yang mampu menjawab keresahan umat.

Dirinya tampil sebagai tangan Nabi yang mengabadikan setiap lekuk hidup Nabi dalam tulisan-tulisan kecil yang menjadi rujukan banyak umat Islam untuk mengambil suatu ketetapan. Sampai sekarang, Aisyah dikenal sebagai salah satu tokoh muslim yang banyak meriwayatkan hadits.

Sebagaimana juga peran Khadijah ra. yang menjadi pembisnis sukses yang turut membantu perekonomian umat Islam di masa sulit. Khadijah tampil sebagai penyelamat saat perekonomian umat Islam di gempur habis-habisan oleh kafir Quraisy.

Mereka melakukan isolasi kepada umat Islam, sehingga umat Islam tidak bisa melakukan transaksi dalam waktu yang cukup lama. Maka disinilah sosok Khadijah muncul sebagai sosok dermawan yang menyumbangkan harta bendanya untuk memenuhi kebutuhan umat Islam di masa itu.

Pepatah arab mengatakan, Al mar`ah `Imad al-Bilad. Idza shaluhat shaluha al-Bilad, wa idza fasadat fasada al-Bilad (perempuan adalah pilar negara, bila baik, maka negara akan menjadi baik, bila ia rusak, maka hancurlah negara), (Rohmatun lukluk Isnaini : 2016). Sehingga tak diragukan lagi, jika kemanjuan suatu negara tergantung bagaimana sikap dan tingkah laku wanita didalamnya.

Baca Juga:  Nilai-nilai Keadilan Sosial dalam Al-Qur’an

Perempuan mempunyai kemampuan khusus untuk mendidik anak-anak. Mereka mampu bersabar menghadapi tingkah nakal anak-anak. Mereka pendidik pertama yang ada dalam keluarga.

Bagaimana sikap anak nantinya, banyak sedikitnya dipengaruhi pola pendidikan wanita di dalamnya. Wanita membangun dari dalam dengan visi pendidikan dan kesempurnaan akhlak.

Dengan alasan seperti ini, kemajuan harus dihadirkan melalui percampuran peran perempuan. Perempuan harus bangkit dari jeratan keterbelakangan, sasaran kekerasan, dan praktek ideologi yang menyipang.

Perempuan harus berjihad melawan diskriminasi yang selama ini mengikat dirinya. Perubahan ini tidak hanya dilakukan oleh aktivis dan pemerhati saja, namun seluruh perempuan harus terlibat bersama didalamnya. Dengan begitu, seluruh alur gerakan akan terlihat cerah.

Peran perempuan yang sering terdoktrinasi sistem patriarki harus dirubah. Dalam istilah jawa perempuan diidentikkan dengan macak, masak, manak. Tiga istilah yang erat kaitannya dengan perempuan, dimana tugas perempuan hanyalah untuk berhias diri, menghidangkan masakan untuk suaminya, dan menjadi jalan lahirnya keturunan. Sehingga sarana intelektual serta perjuangan kurang begitu terberkas dalam benak mereka.

Maka, perempuan harus menyuarakan gagasan pembaharu seperti peningkatan intelektualitas dan dimensi perjuangan. Perempuan layak mendapatkan semua akses yang didapatkan oleh laki-laki. Sebab, semua persoalan tidak bisa diselesaikan oleh tangan pria saja, namun perlu adanya peran dari pihak lain termasuk wanita yang merupakan jantung peradaban.

Baca Juga:  Pro Kontra Poligami dalam Hukum Perdata Islam

Organisasi kemasyarakatan Islam seperti Nahdlatul Ulama mewadahi perempuan dalam upaya pergerakan organisasinya. Pada tingkat pelajar kita mengenal IPPNU (Ikatan Pelajar Puteri Nahdlatul Ulama’), kemudian ada fatayat untuk para remaja, PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia) pada tingkat mahasiswa, dan muslimat untuk para ibu-ibu, dan masih banyak lagi. Di Muhammadiyah sendiri terdapat wadah serupa seperti, IPM, Nasyiatul Aisyiyah, Aisyiyah, dan sebagainya.

Kesemuanya ini lahir dari kesadaran akan pentingnya peran perempuan. Mereka tidak memandang fisik, melainkan melihat apa yang dimiliki kaum hawa untuk tegaknya kemajuan.

Oleh karena itu, tanpa ragu mereka mengajak perempuan untuk sama-sama berjuang. Menumpas segala permasalahan dan menyumbangkan gagasan dalam upaya pergerakkan. Dengan begitu, gerak kemajuan akan terlihat lebih mudah karena posisi perempuan didalamnya.

Muhammad Nur Faizi