Perkembangan Ilmu Qiraat di Zaman Sahabat dan Tabi’in

ilmu qiraat

Percihitam.org – Ilmu Qiraat, ilmu inilah yang tak pernah lepas dan akan selalu terdengar dikalangan mereka yang senantiasa terjun dalam dunia Qur’ani. Namun sebelum jauh membahas tentang sejarah dari Ilmu Qiraat itu sendiri, mari kita artikan terlebih dahulu tentang apa itu Qira’at.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Dari segi bahasa, Qira’at adalah bentuk jamak dari kata Qira’ah, mashdar dari kata kerja qara’a yang berarti bacaan. Namun bacaan yang dimaksud disini ialah perbedaan perbedaan dialek dalam membaca Al Qur’an.

Sedangkan secara Istilah, beberapa ulama mencoba mengemukakan pengertiannya dengan sedetail detail mungkin. Yang salah satunya Al Zarkasyi beranggapan bahwa Qira’at sebagai sistem penulisan huruf dan pengucapan huruf huruf tanpa menyebutkan sumber riwayat Qira’at.

Adapun menurut al Dimyathi sebagaimana yang dikutip oleh ‘Abdul Hadi al Fadli mengemukakan bahwa,

Ilmu Qiraat adalah suatu ilmu untuk mengetahui cara pengucapan Lafadz lafadz al Qur’an, baik yang disepakati maupun yang diikhtilafkan oleh para ahli Qira’at, seperti Hafdz (membuang hutruf), Itsbat (menetapkan huruf), Tahrik (memberi harakat), taskin (memberi tanda sukun), fashl (memisahkan huruf), washl (menyambungkan huruf), ibdal (menggantikan huruf atau lafadz tertentu) dan lain lain yang diperoleh melalui indra pendengaran.

Dan pendapat yang paling Shahih terkait Qira’at ialah berbeda dengan tujuh dialek bahasa, selain itu dikatakan bahwa Qira’at adalah Mazhab imam imam Qari’ dimana Qira’at itu sendiri adalah ijmak yang dengannya kaum muslimin membaca al Qur’an.

Sedangkan pemicu dalam perbedaan Qira’at yang dimaksud yakni: Perbedaan dialek, perbedaan cara pengucapan, berarti bacaan tebal (Tafkhim), bacaan tipis (Tarqiq), imalah, idgham, Izhar, Isyba’, Mad (bacaan panjang), Qashar (bacaan pendek), tasydid, takhfif, dan seterusnya yang dimana semua perbedaan ini terjadi di dalam satu dialek bahasa, yaitu dialek Quraisy.

Baca Juga:  Ilmu Qiraat dalam al-Quran; Pengertian Hingga Pembagian Mazhabnya

Adapun dalam sejarah dikatakan bahwa sahabat sahabat yang mengajarkan Qira’at al Qur’an yakni diantaranya Utsman bin Affan, Ali bin Thalib, Ubay bin Ka’ab, Zaid bin Tsabit, Abu Darda’, dan Abu Musa al Asy’ ari, sebagaimana yang dikemukakan oleh Imam Adz Dzahabi dalam kitab Thabaqatul Qurra’.

Dari nama-nama diataslah yang kadang menjadi guru dari para sahabat lainnya dengan cara membaca Al Qur’an dihadapan mereka. Sebagaimana yang dilakukan oleh para sahabat lainnya seperti Abu Hurairah, Ibnu Abbas, Abdullah bin Sa’ib di hadapan Ubay bin Ka’ab. Begitupun dengan Ibnu Abbas yang juga mempelajari Qira’at dari Zaid bin Tsabit.

Kemudian sampailah pada masa Tabi’in, tepatnya di penghujung abad pertama hijriyah. Sekelompok ulama pun mencurahkan segenap perhatian untuk memastikan kebenaran Qira’at ketika diperlukan. Bahkan memang menjadikan Ilmu Qiraat sebagai salah satu disiplin Ilmu, serta yang ahli dalam ilmu ini senantiasa menjadi Imam Imam yang dijadikan teladan dan di datangi murid murid dari berbagai penjuru.

Dan Tujuh Imam yang dikenal dari kalangan Qari’i di berbagai penjuru wilayah ialah

Daftar Pembahasan:

Ibnu Amir asy Syami

Ia adalah Abdullah bin Amir al Yahshabi, hakim Damaskus pada masa Khilafah Walid bin Abdul Malik. Kunya-nya Abu Amran serta beliau termasuk dalam jaajran Tabi’in yang wafat pada tahun 118 H.

Ibnu Katsir

Ia adalah Abdullah bin Katsir al Makki. Beliau termasuk sebagai golongan Tabi’in dan wafat di Mekah pada tahun 120 H.

Ashim al Kufi

Ia adalah Ashim bin Abu Nujud, sedangkan sumber lain menyebutkan panggilannya dengan nama Ibnu Bahdalah Abu Bakar. Beliau pun termasuk jajaran Tabi’in dan Wafat pad atahun 127 H.

Baca Juga:  Kisah Asiyah binti Muzahim, Istri Firaun yang Dijamin Masuk Surga

Abu Amr bin alla’

Ia adalah Zayyan bin Alla’ bin Ammar al Mazini al Bashri. Salah satu sumber menyebutkan namanya adalah Yahya. Beliau wafat pada tahun 154 H.

Hamzah al kufi

Ia adalah Hamzah bin Habib bin Umarah Az Zayyat al Faradhi al Taimi, Kunya-nya ialah Abu Umarah. Beliau wafat di Hulwan di masa Khilafah Abu Ja’far al Manshur pada tahun 156 H.

Nafi’ al Madani

Ia adalah Abu Ruwain Nafi’ bin Abdurrahman bin Abu Nu’man al Laitsi, berasal dari Ashfahan dan wafat di Madinah tahun 169 H.

Al Kisa’i al Kufi

Ia adalah Ali bin Hamzah, Imam para ahli Nahwu Kufah. Kunya-nya ialah Abu Hasan. Salah satu sumber menyebutkan, ia disebut al Kisa’i karena ia berihram mengenakan pakaian biasa. Selain itu, beliau wafat di Barnabawiyah yang merupakan salah satu perkampungan Ray, ketika beliau sedang menuju Khurasan bersama Rasyid pada tahun 189 H.

Selain dari ketujuh Imam diatas yang memang telah disepakati sebagai Qari’ para ulama juga menambahkan tiga imam yang dimana Qiraah mereka Shahih dan mutawatir, diantaranya ialah

Abu Ja’far al Madini

Ia adalah Yazid bin Qa’qa yang wafat di Madinah pada tahun 128 H sedangkan sumber lainnya menyebutkan bahwa beliau wafat pada tahun 132 H

Ya’qub al Bashri

Ia adalah Abu Muhammad Ya’qub bin Ishaq bin Zaid al Hadhrami, wafat di Bashrah pada tahun 205 H, dan sumber lain mengatakan bahwa beliau wafat pada tahun 185 H.

Khalaf bin Hisyam

Ia adalah Muhammad Khalaf bin Hisyam bin Tsa’lab al Bazzar al Baghdadi, wafat pada sekitaran tahun 299 H.

Baca Juga:  Pentingnya Membaca Bismillah Sebelum Mengerjakan Kebaikan

Dan pada penghujung abad ketiga Hijriyah, Abu Bakar bin Mujahid (Imam Qiraah dari Irak, w. 234 H) menyebut nama Al Kisa’i dan menghapus nama Ya’qub di antara jajaran Imam Imam Qiraah.

Sedangkan tokoh yang pertama kali dalam menerjunkan ilmu Qira’at ke dalam bentuk tulisan ialah Abu ubaid Qasim bin Salam sebagaimana yang dikatakan oleh As Suyuthi dan Imam Al Jazari dalam kitabnya An Nasyr.

Setelah Abu Ubaid Qasim bin Salam, disusul oleh Ahmad bin Jubair al Kufi, kemudian Ismail bin Ishaq al Maliki Murid Falun, setelah itu Abu Ja’far bin Jarir Ath Thabari, kemudian Abu Bakar muhammad bin Ahmad bin Umar Ad Dajuni, kemudian Abu Bakar bin Mujahid.

Pada masa Abu Bakar bin Mujahid inilah dan masa setelahnya telah banyak yang ikut terjun dalam mengarang tentang jenis jenis Qira’at, baik secara menyeluruh maupun secara terpisah, ada yang mengarang singkat dan ada juga yang mengarang secara panjang lebar.

Itulah sekilas tentang perkembangan singkat mengenai Ilmu Qira’at, semoga bermanfaat.

Sumber: Syaikh Manna’ al Qatthan, Dasar dasar Ilmu Al Qur’an, (Jakarta: Ummul Qura’, 2016).

Rosmawati