Persentuhan Kulit Suami Istri, Apakah Batal Wudhu? Ini Pendapat Ulama

persentuhan kulit suami istri

Pecihitam.org – Terkadang masih terjadi perdebatkan di kalangan masyarakat mengenai hukum persentuhan kulit suami istri, apakah membatalkan wudhu atau tidak?

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Perlu diketahui, jika persentuhan kulit yang dimaksud antara dua orang yang memiliki hubungan mahram maka ulama sepakat bahwa persentuhan tersebut tidak membatalkan wudhu. Seperti halnya ulama sepakat bahwa persentuhan kulit yang tidak langsung (ada penghalang/ha’il), tidak membatalkan wudhu, baik keduanya memiliki hubungan mahram atau tidak.

Persentuhan kulit suami istri tanpa penghalang apakah membatalkan wudhu atau tidak, para ulama berbeda pendapat. Perbedaan pendapat ini, sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Rusyd dalam kitab Bidayatul Mujtahid juz 1 halaman 29, yaitu karena perbedaan dalam memahami makna “al-lamsu” dalam ayat:

أَوْ لَامَسْتُمُ النِّسَاءَ فَلَمْ تَجِدُوا مَاءً فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا

“Atau kamu telah menyentuh perempuan, sedangkan kamu tidak mendapat air, maka bertayamumlah kamu dengan debu yang suci.” (An Nisa: 43).

Dalam bahasa Arab, kata al-lamsu merupakan lafadh yang musytarak, yaitu lafadh yang artinya dapat bermacam-macam. Al-lamsu dapat diartikan menyentuh, dan dapat diartikan berhubungan badan. Sahabat Ali, Ibnu Abbas, dan Hasan memilih makna pertama, sementara Ibnu Mas’ud, Ibnu Umar, dan Sya’bi memilih makna kedua.

Ulama yang mengartikan al-lamsu dengan “menyentuh”, berpendapat bahwa persentuhan kulit lawan jenis yang bukan mahram membatalkan wudhu, sedangkan ulama yang mengartikannya dengan “berhubungan badan”, menyatakan bahwa persentuhan kulit saja tidak membatalkan wudhu, sebab yang membatalkan adalah berhubungan badan.

Baca Juga:  Perkara yang Membatalkan Wudhu Menurut Mazhab Syafi'i

Perbedaan pemahaman ini menimbulkan perbedaan pendapat di antara imam madzhab dan pengikutnya dalam menghukumi persentuhan kulit laki-laki dan perempuan yang bukan mahram, termasuk suami istri.

Imam Abu Hanifah mengatakan bahwa persentuhan kulit laki-laki dan perempuan tidak membatalkan wudhu secara mutlak, baik dengan syahwat atau tidak. Mereka berpedoman pada hadits riwayat Aisyah radliyallahu’anha:

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَبَّلَ بَعْضَ نِسَائِهِ ثُمَّ خَرَجَ إِلَى الصَّلَاةِ وَلَمْ يَتَوَضَّأْ

“Bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mencium beberapa istrinya lalu keluar untuk shalat, tanpa berwudhu.” (HR. Turmudzi).

Selain itu juga pada hadits Aisyah yang lain:

عَنْ عَائِشَةَ، قَالَتْ: فَقَدْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَيْلَةً مِنَ الْفِرَاشِ، فَالْتَمَسْتُهُ فَوَقَعَتْ يَدِي عَلَى بَطْنِ قَدَمَيْهِ، وَهُوَ فِي الْمَسْجِدِ، وَهُمَا مَنْصُوبَتَانِ.

Dari ‘Aisyah, ia berkata, “Pada suatu malam, aku kehilangan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam dari kasurku. Maka aku pun mencarinya, lalu tanganku mendapati bagian telapak kakinya yang sedang berada di dalam masjid, dan kedua telapak kaki beliau dalam posisi tegak lurus (dalam posisi sujud).” (HR. Muslim, No. 489).

Kedua hadits di atas secara jelas menyatakan bahwa persentuhan kulit suami istri tidaklah membatalkan wudhu, karena pada hadits pertama, Nabi SAW mencium beberapa istrinya kemudian shalat tanpa berwudhu lagi. Sedangkan pada hadits kedua, Aisyah menyentuh telapak kaki Nabi, dan beliau tetap melanjutkan shalatnya. Sehingga jika persentuhan kulit laki-laki dan perempuan membatalkan wudhu maka Nabi akan membatalkan shalatnya lalu mengulangi wudhunya.

Baca Juga:  Benarkah Hukum Arisan Haram dalam Islam?

Akan tetapi Imam Syafii dan para ulama madzhabnya menegaskan bahwa persentuhan kulit tersebut dapat membatalkan wudhu, baik dengan syahwat ataupun tidak. Hal tersebut berdasarkan makna dari Surat an-Nisa ayat 43 di atas, yaitu firman Allah subhanahu wata’ala:

أَوْ لَامَسْتُمُ النِّسَاءَ

“Atau kamu telah menyentuh perempuan.”

Madzhab Syafii mengatakan, makna asli dari kata “al-lamsu” adalah menyentuh dengan tangan. Sedangkan makna majazinya adalah berhubungan badan. Selama perkataan bisa diartikan dengan makna hakiki, maka tidak boleh diartikan dengan makna majazi, kecuali jika tidak mungkin menggunakan makna hakiki, sebagaimana kaidah:

الأَصْلُ فِي الكَلَامِ الحَقِيْقَةُ

“Pada dasarnya, ucapan itu bermakna hakiki.”

Berbeda dari kedua pendapat di atas, Imam Malik dan para ulamanya memberikan rincian sebagai berikut; jika persentuhan itu diikuti dengan syahwat maka membatalkan wudhu, tetapi jika tanpa syahwat maka wudhunya tidak batal.

Madzahab Maliki mencoba menggabungkan dan mencari titik temu antara hadits-hadits yang dijadikan sandaran oleh kelompok pertama, dan ayat Al-Qur’an yang dijadikan landasan oleh kelompok kedua.

Baca Juga:  Operasi Selaput Dara, Pengertian dan Hukumnya Dalam Islam

Kemudian mereka menarik benang merah bahwa persentuhan kulit yang disertai syahwat dapat membatalkan wudhu, berdasarkan ayat tersebut, dan tidak membatalkan wudhu jika tidak disertai syahwat, berdasarkan hadits-hadits tersebut. (Lihat: Muhammad Ali al-Shabuni, Rawa’i al-Bayan Tafsir Ayat al-Ahkam min al-Qur’an, Damaskus: Maktabah al-Ghazali, Juz 1980, hal. 487-488).

Itulah pendapat pendapat para ulama mengenai hukum persentuhan kulit laki-laki dan perempuan yang bukan mahram, termasuk suami istri. Dari keterangan-keterangan diatas dapat kita ketahui bahwa setipa pendapat memiliki hujjahnya masing-masing. Akan tetapi di nilai dari tingkay kehati-hatian pendapat Imam syafii lah yang dirasa paling aman untuk diikuti.

Terlepas dari perbedaan pendapat tersebut, hal ini menandakan betapa luasnya khazanah keilmuan dunia Islam. Walaupun terjadi beda pendapat namun setiap ulama saling melengkapi, saling menghargai, dan saling bertoleransi. Wallaua’lam Bisshawab.

Arif Rahman Hakim
Sarung Batik

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *