Pecihitam.org- Teknis hubungan seksual yang begitu terperinci termasuk dalam hal ini oral seks sepertinya tidak dimuat dalam islam redaksional teks al-Qur’an dan Sunnah Nabi. Namun sebagai pedoman mutlak yang berlaku lintas waktu dan tempat, kedua sumber utama Hukum Islam ini telah memberikan ruang gerak bagi interpretasi teks sepanjang zaman.
Teks sumber tersebut ada yang berkomunikasi secara literal, figuratif dan metaforik. Perbedaan model komunikasi teks ini membuka peluang bagi diskursus pemikiran hukum multi interpretatif yang makin berkembang seiring perubahan wacana sosiologis, kultural dan intelektual.
Oral seks sebagai persoalan seksualitas yang baru muncul belakangan telah membawa konfrontasi pemikiran dalam merumuskan model Hukum Islam Kontemporer. Salah satunya yakni Syekh Shahid Athar, berikut akan dijelaskan terkait Oral Seks Suami-Istri Dalam Pandangan Hukum Islam Perspektif Syekh Shahid Athar.
Sahid Athar lahir di Patra, India. Ia belajar ilmu kedokteran di Karachi (Pakistan), Chicago (Illinois) dan di Universitas Indiana, dimana ia sekarang menjadi seorang guru besar di sana. Pada tahun 1992 ia dinominasikan untuk menerima Jefferson Award dan mene rima Diamond Award atas pengabdiannya yang luar biasa dari United to Serve America (Bersatu untuk Melayani Amerika).
Sahid Athar dikenal sebagai seorang cendikiawan muslim yang pakar dalam bidang seksologi Islam. Sejumlah karyanya mengulas dan mengupas seputar persoalan pernikahan, hubungan suami-istri, dan persoalan seksologi dalam pandangan Islam. Kepakarannya dalam bidang kedokteran dan hukum Islam menjadikannya mampu memahami seksologi sebagai objek kajiannya dalam memahami hukum Islam.
Dia telah menulis dan menerbitkan lebih dari 110 artikel tentang Islam, diantaranya Peace Through Submission (PTS) dan Perspektif Islam dalam Kedokteran. Dia telah diundang untuk menjadi pembicara dengan banyak institusi Muslim, masjid, universitas dan gereja di seluruh Amerika Serikat.
Dia terdaftar dalam Direktori Spesialis Internasional dalam Studi Islam yang diterbitkan dari Rabbat, Maroko, 1991, dan Direktori Sumber Daya Muslim Amerika Utara, 1994.
Shahid Athar menulis artikel lmiah tentang oral seks dengan pengaruh bentukan sosilogis lingkungannya yang bersikap permisif terhadap persoalan seksualitas modern sebagai respon spontan dari pertanyaan masyarakat Muslim Indiana (USA).
Shahid Athar sebagai ulama sekaligus dokter telah berijtihad seputar argumentasi hukum kebolehan oral seks. Muhammad Thalib sebagai ulama populer pada kalangan tertentu juga telah menulis beberapa buku tentang seksualitas dan memberikan pembahasan khusus tentang oral seks dari perspektif seksual etis.
Dalam pemikiran Shahid Athar, oral seks bukanlah aktifitas seksual yang terlarang. Karena suami istri adalah bagaikan tuan tanah dengan ladangnya. Selama dalam lingkup suami istri, maka ekspresi seksual boleh dilakukan dengan inovasi gaya bebas kecuali aktifitas seksual yang telah betul-betul jelas dilarang oleh Syari’ah.
Shahid Athar mensyaratkan dalam melakukan oral seks, genital pasangan suami istri wajib higienis, dan oral seks dilakukan atas dasar suka-rela dan saling menikmati.
Meski demikian, Shahid Athar membolehkan oral seks dengan dua syarat, yaitu tidak menyebabkan sakit dan tidak ada substansi najis (air seni ataupun mani) yang tertelan.
Kebolehan oral seks didasarkan pada surat al – Baqarah ayat 223, yang mana ayat tersebut memberikan kebebasan sebebas-bebasnya bagi pasangan untuk melakukan hubungan seksual sebagaimana ia kehendaki, kapan, dimana dan bagaimana aktivitas tersebut dilakukan, kecuali coitus ketika istri sedang haid.
Oral seks merupakan perbuatan yang wajar selama hal tersebut dilakukan oleh pasangan suami -istri sebagai bagian dari proses merangsang (foreplay) sebelum persetubuhan, akan tetapi jika hal tersebut sengaja dilakukan untuk mengeluarkan sperma maka hukumnya makruh, yakni lebih baik ditinggalkan. Tapi hukumnya tidak sampai haram, karena tidak ada dalil pasti yang mengharamkannya, terutama jika kedua pasangan menghendakinya.