Pondok Pesantren Buntet Cirebon; Pesantren Tertua Kedua di Indonesia

Pondok Pesantren Buntet Cirebon; Pesantren Tertua Kedua di Indonesia

PeciHitam.org – Pondok Pesantren Buntet, terletak di Desa Mertapada Kulon, Kecamatan Astanajapura, Kabupaten Cirebon. Pasca mangkatnya (wafatnya) Pangeran Girilaya pada tahun 1662, lambat laun Kesultanan Cirebon pun ikut melemah.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Pada masa itu, Kesultanan Cirebon bahkan sampai terpecah menjadi tiga wilayah, yaitu Kesultanan Kasepuhan, Kesultanan Kanoman Cirebon, satu peguron yang dipimpin oleh Pangeran Wangsakerta.

Pada tanggal 7 Januari 1681, Belanda menawarkan perjanjian persahabatan antara ketiga wilayah tersebut yang bertujuan untuk memonopoli perdagangan.

Perjanjian persahabatan antara Kesultanan Cirebon dan Belanda, inilah yang menjadi penyebab semakin memanasnya hubungan internal. Sebab pada masa itu, Belanda juga ikut campur dalam urusan internal kesultanan-kesultanan di Cirebon.

Pada tanggal 3 November 1685, Belanda mengirimkan Francois de Tack dan terciptalah sebuah perjanjian baru yang ditandatangani ketiganya pada tanggal 4 Desember 1685.

Namun perjanjian tersebut tidak berhasil memadamkan perselisihan antara keluarga besar kesultanan Cirebon. Sebab Francois de Tack dianggap lebih memihak pada Sultan Anom.

Di lain tempat, tepatnya di Desa Srengseng Krangkeng, Karang Ampel, Indramayu, Kyai Abdul Hadi seorang bangsawan dari Kesultanan Cirebon memiliki seorang putra yang bernama Kyai Muqoyyim. Kyai Muqoyyim dilahirkan pada tahun 1689.

Lahir dari seorang bangsawan Kesultanan Cirebon, membuat Kyai Muqoyyim memperoleh Pendidikan agama yang tergolong mumpuni. Beliau memiliki privilege (hak istimewa) untuk mendapatkan Pendidikan, khususnya dalam bidang agama.

Baca Juga:  Pondok Pesantren Al-Hamdaniyah; Salah Satu Tempat Nyantrinya Mbah Hasyim Asy'ari

Beliau tumbuh besar dan dikenal memiliki kecerdasan yang luar biasa. Beliau bahkan bisa dikatakan cukup produktif karena menuangkan pemikirannya dalam beberapa buku dalam berbagai disiplin ilmu keagamaan di antaranya bidang Tauhid, Fiqih, dan Tasawuf.

Berkat kecerdasan dan kealiman beliau dalam bidang agama, membuat Kyai Muqoyyim semakin masyhur di lingkungan Kesultanan Cirebon dan diangkatlah ia menjadi Mufti oleh Keraton Kanoman.

Berada di lingkungan Kesultanan Cirebon menjadikan Kyai Muqoyyim paham betul situasi dan kondisinya. Hal inilah yang melatar belakangi adanya perbedaan sikap antara dirinya dengan pihak keraton terhadap Belanda.

Keraton Kesultanan Cirebon seolah mulai tunduk terhadap Belanda. Sehingga akhirnya Kyai Muqoyyim mengundurkan diri meninggalkan Keraton Kanoman. Beliau kemudian mendirikan Pesantren Buntet pada tahun 1750 (sumber lain menyebutkan 1785), yang jaraknya berada sekitar 12 km dari Keraton Kanoman.

Didirikanlah sebuah rumah sederhana, langgar (mushala), dan beberapa kamar bagi santri-santrinya di kampung Kedung Malang Desa Buntet Kecamatan Astanajapura Cirebon. Keberadaan Pesantren Buntet ini semakin menarik banyak masyarakat untuk mengaji.

Mengetahui hal tersebut, pihak Belanda langsung melakukan serangan dan percobaan penangkapan kepada Kyai Muqoyyim. Beruntung, informasi tersebut sudah bocor, Kyai Muqoyyim bisa menyelamatkan diri menuju Desa Pesawahan Sindanglaut bersama sahabat karibnya yaitu Kyai Ardi Sela. Pesantren Buntet yang didirikannya pun hancur dibombardir oleh pihak Belanda.

Baca Juga:  Pondok Pesantren Sidogiri Pasuruan; Salah Satu Pesantren Tertua di Jawa Timur

Beberapa waktu berselang, akhirnya Kyai Muqoyyim membangun kembali pesantren Buntet di wilayah yang berbeda, yaitu di Blok Manis, Depok Pesantren Desa Mertapada Kulon.

Kyai Muqoyyim memiliki lima putra-putri yakni Kyai Muhajir, Nyai Sungeb, Nyai Raisah, Nyai Thoyyibah, dan Nyai Khalifah. Dari keturunan Nyai Khalifahlah dari pernikahannya dengan Kyai Muta’ad pesantren dilanjutkan dan berkembang sampai saat ini.

Di tempat yang sekarang ini berada, pesantren ini posisinya ada di antara dua Desa: + 80% Pesantren ini menjadi wilayah administratif Desa Mertapada Kulon dan sisanya bagian Barat milik Desa Munjul. Pesantren ini sendiri bukanlah nama Desa, melainkan hanya tempat/padepokan santri.

Dalam perkembangan selanjutnya, kepemimpinan Pondok Buntet Pesantren dipimpin oleh seorang Kyai yang seolah-olah membawahi kyai-kyai lainnya yang memimpin masing-masing asrama (pondokan). Segala urusan ke luar diserahkan kepada sesepuh ini. Lebih jelasnya periodisasi kepemimpinan Kyai Abdullah Abbas (alm). Saat ini diganti oleh Kyai Nahduddin Abas.

Menurut Nyai Nihayati salah satu pengasuh Pontren Al-Ma’mun (dulunya Asrama C) Pesantren Buntet memiliki asrama dari A sampai L. Selanjutnya berkembang menjadi pesantren-pesantren yang secara kajian materi sama hanya pengadminiatrasian saja yang berbeda. Pesantren-pesantren ini sudah mencapai sekitar 50 pesantren yang dikelola oleh keturunan Kyai Muqoyyim.

Baca Juga:  Pondok Pesantren Hidayatut Thullab; Berdiri Sejak Zaman Majapahit di Trenggalek

Salah satu pondok pesantren di kompleks Pondok Buntet Pesantren. Dokumen Penulis Guna meningkatkan kualitas dan kuantitas pesantren serta guna mengikuti perkembangan zaman, dibentuklah Yayasan Lembaga Pendidikan Islam (YLPI) Pondok Buntet Pesantren yang tugas utamanya mengadakan pendidikan formal dan nonformal. Hal ini sesuai dengan amanat Undang-Undang Pendidikan Nasional.

Demikian sejarah singkat mengenai Pondok Pesantren Buntet Cirebon, Pesantren tertua kedua di Indonesia setelah Al-Kahfi Somalangu, Kebumen. Rentan waktu didirikannya Pesantren Buntet selisih 240 tahun semenjak didirikannya Pesantren al-Kahfi Somalangu. Wallahu A’lam.

Mohammad Mufid Muwaffaq