Propaganda Dibalik Kata Syiah Bukan Islam oleh Mereka Yang Berlagak Tuhan

Propaganda Dibalik Kata Syiah Bukan Islam oleh Mereka Yang Berlagak Tuhan

Pecihitam.org – Berikut ini merupakan modus-modus yang dituduhkan “Syiah Bukan Islam, Islam Bukan Syiah” oleh sekelompok orang pandir yang berlagak sebagai tuhan-tuhan swasta dengan klaim sebagai “Penentu Surga-Neraka”. Ini adalah tahapan modus kezaliman yang dilakukan oleh kelompok intoleran terhadap Madzhab Syiah dan pengikutnya.

Modus Pertama; Pemutarbalikan Fakta

Meski selalu menjadi sasaran tindak kekerasan, pengusiran, bahkan sampai pembunuhan, Syiah selalu ditampilkan sebagai pelakunya oleh kelompok intoleran/takfiri. Mereka menggunakan berbagai media. Mulai dari ceramah-ceramah di masjid, acara-acara seminar, media social, website-website sampai penyebaran buku dan video gratis. Disinformasi ini intensif dengan kedok tabligh akbar meski yang datang adalah peserta drop-dropan, juga melalui bedah buku oleh kawanan yang mengaku sebagai intelektual dan ulama. Akibatnya, syiah menjadi stigma negatif bagi siapapun yang dikenal atau dianggap syiah yang otomatis berdampak pada penerimaan publik terhadap mereka

Modus Kedua; Penyesatan

Syiah digambarkan melalui provokasi vulgar sebagai kumpulan ajaran orang-orang ngawur; orang-orang yang berencana masuk neraka. Karena penyesatan ini dilakukan dengan penghakiman in absentia di dalam masjid maka sebagian masyarakat terpengaruh. Lalu beredarlah anggapan “Syiah sesat” di tengah masyarakat. Bagi masyarakat yang sudah terpengaruh propaganda ini sikap intoleransi dan anti kebhinekaan dianggap sebagai bukti relijiusitas.

Baca Juga:  Rafidhi dan Nashibi Saudara Kembar Sekte Islam yang Salah Jalan

Modus Ketiga; Pengkafiran

Setelah penyesatan, tahap berikutnya adalah pengkafiran. Ada penambahan volume dan bobot fitnah dari modus sebelumnya. Modus ketiga ini tujuan utamanya adalah diskriminasi, intimidasi, dan pemusnahan. Orang yang sudah dicap kafir dipandang lebih hina daripada tikus got. Tikus adalah makhluk yang paling teraniaya di Jakarta. Jalan-jalan menjadi galeri sadisme, roda-roda melumatnya tanpa setitik iba padahal ia diciptakan untuk hidup. Mereka memperlakukan pengikut syiah seperti itu. Syiah telah dilukiskan sebagai pelaku kejahatan di Suriah lalu disesatkan kemudian dikafirkan dan selanjutnya mereka dianggap tidak lebih dari tikus got! Sampang buktinya.

Sasaran berikutnya adalah orang-orang non Syiah yang tidak mau menganggap Syiah sebagai sesat, kafir, atau bahkan hanya karena kurang lantang membencinya. Sejak dahulu kelompok intoleran gemas dengan sikap beberapa tokoh intelektual dan ulama besar. Mereka gagal menemukan setitik alasan untuk memojokkan mereka. Karena mereka tidak menemukan secuil pun alasan untuk menurunkan popularitas tokoh-tokoh yang toleran maka ditempuhlah beberapa modus operandi. Salah satunya adalah fitnah.

Baca Juga:  Nilai-nilai Keadilan Sosial dalam Al-Qur’an

Analoginya seperti ini, karena menolak ajakan menuduh seseorang sebagai maling maka dia pun dituduh sebagai maling. Inilah represi intelektual dan pelanggaran HAM. Supaya kelompok takfiri itu leluasa mengais pahala dengan melakukan apa saja terhadap “orang-orang kafir” itu maka siapapun yang membela, masih mempunyai rasa iba dan empati dianggap sesat dan kafir juga.

Memberikan stigma “Syiah” kepada tokoh-tokoh yang toleran bertujuan agar masyarakat ikut menyesatkannya. Dengan stigma “Syiah” dan “Sesat” diharapkan penerimaan publik terhadapnya menurun, rating acara yang diasuhnya menurun. Sambil menanti itu, mereka distribusikan misionaris-misionaris untuk terus menggempur ulama toleran tersebut dengan stigma “Syiah” untuk kemudian mereka take over.

Sebenarnya cap “Syiah” itu bukan tuduhan, justru atribut berkelas karena identik dengan peradaban Islam yang dibangun di atas filsafat, tasawuf, teks dan lain-lain. Sebagian orang malah santai ketika disesatkan dan segar bugar ketika dikafirkan. “Kalau kita tidak disesatkan oleh Wahabi berarti kita sama dengan mereka, donk!”, seloroh mereka.

Baca Juga:  Ramadhan di Krapyak

Meski Syiah adalah atribut mulia bagi penganutnya, tetapi sekarang kata ini “di-PKI-kan” dan efektif menjadi palu godam pembunuhan karakter. Dengan modus-modus tersebut, genosida bisa dilakukan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya karena suara tokoh-tokoh seperti Prof. Quraish Shihab, K.H Said Aqil Siradj, dan K.H Din Syamsudin dibungkam dengan cap “Syiah”.

Oleh: Muhsin Labib
Source: santrionline.net

Redaksi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *