Wajibkah Melakukan Qadha Shalat Bagi Jenazah? Para Ahli Waris Wajib Tahu!

Wajibkah Melakukan Qadha Shalat Bagi Jenazah? Para Ahli Waris Wajib Tahu!

PeciHitam.org Shalat adalah kewajiban bagi seluruh muslim yang akil baligh dan suci dari Haid dan Nifas. Kewajiban shalat dalam Islam merupakan kewajiban yang sangat ditekankan dan jika meninggalkan mendapat ancaman yang berat.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Bahkan shalat diidentikan dengan ‘tiang’ agama yang mana kokoh tidaknya keislaman seseorang tergantung dari tiangnya.

Kaidah tentang pentingnya shalat dalam Islam tidak semuanya dijalankan oleh muslim dengan sepenuh hati. Beberapa oknum orang Islam tetap ada yang  meninggalkan sholat walaupun tidak ada ‘illat syar’i dengan berbagai alasan.

Orang yang meninggalkan shalat biasanya berasal dari mereka yang keimanan dan pengetahuan agamanya minim. Akan tetapi tetap dihukumi sebagaimana orang Islam pada umumnya.

Jika meninggalkan shalat sudah terlanjur karena berbagai alasan, dan diketahui setelah meninggal dunia maka bagaimana hukum jenazah tersebut.

Apakah ada kaidah Qadha shalat bagi jenazah yang  banyak meninggalkan shalat sebelum kematiannya? Berikut ulasannya!

Daftar Pembahasan:

Shalat dalam Islam

Sholat diperintahkan sebagai kewajiban bagi muslim mengikuti peristiwa Isra’ mi’raj atau perjalanan malam Nabi Muhammad SAW dari Makkah ke Baitul Maqdis dan menuju sidratul muntaha. Peristiwa Isra’ Mi’raj terjadi pada tanggal 27 Rajab tahun 10 setelah pengutusan kenabian Muhammad SAW.

Posisi shalat dalam syariat Islam menempati kedudukan yang sangat tinggi dengan kewajiban yang sangat ditekankan. Sahabat Mu’adz bin Jabal meriwayatkan;

رَأْسُ الأَمْرِ الإِسْلاَمُ وَعَمُودُهُ الصَّلاَةُ وَذِرْوَةُ سَنَامِهِ الْجِهَادُ

Artinya; “Pokok perkara adalah Islam, tiangnya adalah shalat, dan puncak perkaranya adalah jihad” (HR. Tirmidzi)

Shalat yang wajib dikerjakan oleh Umat Islam sebagai oleh-oleh Isra’ mi’raj adalah 5 waktu. Kewajiban pelaksanaan shalat 5 waktu dibarengi dengan keistimewaan kedudukan shalat, karena ia akan dihisab pertama kali ketika di akhirat.

إِنَّ أَوَّلَ مَا يُحَاسَبُ بِهِ العَبْدُ يَوْمَ القِيَامَةِ مِنْ عَمَلِهِ صَلَاتُهُ فَإِنْ صَلَحَتْ فَقَدْ أَفْلَحَ وَأَنْجَحَ وَإِنْ فَسَدَتْ فَقَدْ خَابَ وَخَسَرَ فَإِنِ انْتَقَصَ مِنْ فَرِيْضَتِهِ شَيْءٌ قَالَ الرَّبُّ تَبَارَكَ وَتَعَالَى انَظَرُوْا هَلْ لِعَبْدِي مِنْ تَطَوُّعٍ؟ فَيُكْمَلُ بِهَا مَا انْتَقَصَ مِنَ الفَرِيْضَةِ ثُمَّ يَكُوْنُ سَائِرُ عَمَلِهِ عَلَى ذَلِكَ وَفِي رِوَايَةٍ ثُمَّ الزَّكَاةُ مِثْلُ ذَلِكَ ثُمَّ تُؤْخَذُ الأَعْمَالُ حَسَبَ ذَلِكَ

Baca Juga:  Tata Cara Shalat Gerhana Bulan dan Dalil Lengkapnya

Bahwa amal hamba Islam yang akan dihisab pertama kali hari kiamat adalah pelaksanaan shalatnya. Jika kualita shalatnya baik, bisa dipastikan akan ia akan mendapatkan keberuntungan dan keselamatan di akhirat. Dan sebaliknya jika kualitas shalat buruk, jelek dan bahkan rusak maka menjadi tanda-tanda kecelakaan.

Kekurangan dalam shalat fadlu bisa ditambal dengan shalat sunnah yang dilakukan oleh Muslim. Allah berkata ’Lihatlah apakah pada hamba tersebut memiliki amalan shalat sunnah?’ Maka shalat sunnah tersebut akan menyempurnakan shalat wajibnya yang kurang.

Meninggalkan shalat atau lalai dalam menjalankan shalat terancam dimasukan kedalam neraka Wail. Sebagaimana ayat Allah SWT;

فَوَيْلٌ لِلْمُصَلِّينَ (٤)الَّذِينَ هُمْ عَنْ صَلاتِهِمْ سَاهُونَ (٥

Artinya; “Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya” (Qs. Al-Maaun: 4-5)

Urgensi dan kedudukan shalat dalam Islam serta ancaman bagi orang yang meninggalkan dan melalaikan shalat harus dicukupkan sebagai peringatan. Orang islam harus menjalankan shalat selama memiliki kesadaran.

Jika tidak bisa melakukan shalat dalam keadaan berdiri, bisa dilakukan dengan duduk, jika tidak bisa bisa dengan berbaring, jika tidak bisa bisa dengan gerakan isyarat, jika tidak bisa dapat dilakukan dengan gerakan/ niatan hati. Alternatif pelaksanaan shalat sudah sangat banyak, maka tidak ada alasan untuk meninggalkan shalat.

Qadha Shalat Bagi Jenazah

Perintah dan alternatif pelaksanaan shalat dalam Islam menunjukan kewajiban yang ditekankan dalam shalat. Pengecualian tidak menjalankan shalat hanya berlaku kepada mereka yang haid dan nifas sampai suci, anak kecil sampai baligh, orang ayam atau hilang kesadaran karena gila atau mabuk sampai kembali sadar.

Fenomena sosial dan variasinya memang banyak menimbulkan hukum baru untuk dipertanyakan, sebagaimana bagaimana hukum qadha shalat bagi jenazah yang diketahui sering meninggalkan shalat. Karena banyak fenomena terjadi orang meninggal dan karena sakit atau pikun banyak meninggalkan shalat.

Bagi ahli warisnya yang mengetahui hukum dan taat dalam menjalankan Hukum Islam tentunya ingin menggantikan hutang shalat orang tuanya. Dengan melakukan gqadha shalat bagi jenazah diharapkan bisa menggantikan kewajiban bagi jenazah orang tua.

Baca Juga:  Masalah Meluruskan Arah Kiblat, Begini Penjelasan Ulama Syafiiyah

Islam pada dasarnya tidak mengenal Hutang shalat untuk diqadha kecuali bagi mereka yang Haid ketika sudah masuk waktu sholat. Dijelaskan dalam kitab fathul mu’in sebagai berikut;

من مات وعليه صلاة فرض لم تقض ولم تفد عنه

Artinya; “Orang yang sudah meninggal dan memiliki tanggungan shalat wajib tidak diwajibkan qadha dan tidak pula bayar fidyah”

Keterangan dari kitab Fathul Mu’in merupakan pendapat yang menyatakan tidak ada beban membayar hutang shalat yang ditinggalkan atau diganti dengan fidyah tarkus shalat. Akan tetapi di kalangan Nusantara banyak yang menganut pendapat lainnya;

وفي قول: إنها تفعل عنه، أوصى بها أم لا، حكاه العبادي عن الشافعي لخبر فيه، وفعل به السبكي عن بعض أقاربه

Artinya; “Menurut satu pendapat, dianjurkan qadha’, baik diwasiatkan maupun tidak, sebagaimana yang dikisahkan Al-‘Abadi dari As-Syafi’i karena ada hadis mengenai persoalan ini. Bahkan, As-Subki melakukan (qadha shalat) untuk sebagian sanak-familinya”

Pendapat lainnya menunjukan adanya anjuran untuk mengqadha shalat bagu jenazah yang mempunyai hutang shalat. Baik jenazah sebelum meninggalnya mewasiatkan untuk mengadha atau tidak ada perintah untuk mengqadhanya.

Pendapat yang bertolak belakang ini memang umum terdapat dalam masalah fiqhiyah di kalangan Ulama. Maka dikalangan Umat Muslim di Nusantara ada sebuah konsensus tradisi untuk memilih pendapat mana yang dirasakan lebih meyakinkan dan menenangkan.

Baik mengqadha shalat bagi jenazah atau tidak melakukan qadha sudah banyak dibahas Ulama dahulu dan tinggal memilih pendapat yang mana. Konsensus ini menunjukan kemantapan dalam berpikir dan bertindak sesuai dengan keyakinan.

Maka golongan ‘Baru’ yang mengklaim diri paling syar’i dan Islami dengan menyalah-nyalahkan pendapat Ulama memperlihatkan kebodohannya.

Sikap Terhadap Perbedaan

Pendapat tentang qadha shalat bagi jenazah diperbolehkan atau tidak tergantung merujuk pada pendapat yang mana.

Pertama; Secara dasar, bahwa orang Muslim yang meninggalkan shalat dan kemudian meninggal dunia tidak ada istilah ‘Hutang Shalat’. Jika tidak ada istilah hutang shalat dalam Islam, maka Qadha shalat bagi jenazah tidak akan ada hukumnya.

Baca Juga:  Posisi Shaf Sendirian Ketika Berjamaah

Jenazah yang meninggalkan shalat dibiarkan untuk dihisab dan ahli warisnya hanya berkewajiban mendoakan semoga dosa meninggalkan shalat terampuni.

Kedua; dianjurkan untuk membayarkan fidyah dari sejumlah shalat yang ditinggalkan, yakni setiap 1 waktu shalat sebesar 1 Mud (sekitar 6,7 – 7 Ons). Anjuran untuk membayar fidyah bagi jenazah disamakan dengan Qiyas meninggalkan puasa.

Ketiga; diperbolehkan untuk mengqadha shalat bagi jenazah karena diqiyaskan dengan puasa dan dibayarkan fidyahnya oleh ahli waris. Besaran fidyah atau pengganti selama meninggalkan 1 shalat yakni 1 mud (0,67 – 0,7 kg).

Pendapat kedua dan ketiga untuk membebankan tanggungan kepada ahli waris merupakan hasil rujukan dari hadits Riwayat Imam Bukhari RA sebagai berikut;

من مات وعليه صيام صام عنه وليه

Artinya; “Siapa yang meninggal dan memiliki tanggungan puasa, wajib bagi keluarganya untuk mengqadhanya,” (HR Al-Bukhari).

Qiyas yang menyamakan Puasa dengan Shalat merujuk pada perintah keduanya sama-sama berkedudukan wajib. Maka ketika meninggalkan 1 hari puasa sama dengan meninggalkan 1 waktu shalat dan ketika 2 waktu shalat dendanya sama dengan 2 fidyah puasa.

Pendapat ketiga sudah pernah dilakukan oleh Imam As-Subuki (As-Subki) terkait pemilihan dalil dan pendapat tentang Qadha shalat bagi jenazah. Sah kiranya memilih pendapat yang paling kuat dan menjadikan maslahah dalam kehidupan.

Untuk mensikapi kebiasaan di masyarakat terkait hukum qadha shalat bagi jenazah tidak perlu adanya keributan saling menyalahkan dan adu dalil. Alternatif yang disediakan oleh Ulama sudah mengakomodir semua pendapat dan dalilnya.

Maka tidak benar orang yang membuat kisruh dengan mengklaim pendapatnya paling benar dan menyesatkan qadha shalat bagi jenazah.

Ash-Shawabu Minallah

Mochamad Ari Irawan