Qadla Mandi Jumat Menurut Ulama

Qadla Mandi Jumat Menurut Ulama

PeciHitam.org – Jumat merupakan hari yang paling mulia, kemuliaan hari Jumat ditandai dengan adanya ibadah khusus yang dinamakan sholat Jumat yang mana ibadah ini memiliki cara yang khusus juga, seperti kesunnahan mandi sebelum menunaikannya. Dalam hal ini, beberapa orang tidak sempat melakukan mandi sunnah dikarenakan sebuah uzur, dengan demikian mereka berupaya melengkapi dengan mengqadlanya. Yang menjadi pertanyaan disini, Bagaimana hukum qadla mandi jumat menurut ulama?

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Sebelum membahas inti persoalan, baiknya kita mengetahui dasar kesunnahan mandi jumat, dengan Hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas yang berbunyi:

إِنَّ هَذَا يَوْمُ عِيدٍ جَعَلَهُ اللَّهُ لِلْمُسْلِمِينَ، فَمَنْ جَاءَ إِلَى الْجُمُعَةِ فَلْيَغْتَسِلْ، وَإِنْ كَانَ طِيبٌ فَلْيَمَسَّ مِنْهُ، وَعَلَيْكُمْ بِالسِّوَاكِ

Artinya: “Hari ini (Jumat) ialah hari raya yang dijadikan Allah SWT untuk umat Islam, siapa yang ingin melaksanakan shalat Jumat, hendaklah mandi, memakai wangi-wangian kalau ada, dan menggosok gigi (siwak).” (HR. Ibnu Majah)

Tentang kesunnahan mandi Jumat ditetapkan berdasarkan beberapa hadits yaitu di antaranya hadits Rasulullah SAW:

مَنْ أَتَى الْجُمُعَةَ مِنَ الرِّجَالِ أَوِ النِّسَاءِ فَلْيَغْتَسِلْ وَمَنْ لَمْ يَأْتِهَا فَلَيْسَ عَلَيْهِ غُسْلٌ

Artinya: “Barangsiapa dari laki-laki dan perempuan yang menghendaki Jumat, maka mandilah, barangsiapa yang tidak berniat menghadiri Jumat maka tidak ada anjuran mandi baginya.” (HR Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban)

Baca Juga:  Khatib Provokatif, Bolehkah Jamaah Menginterupsi Khutbah Jumat?

Berdasarkan hadits tersebut maka disunnahkan melaksanakan mandi Jumat bagi orang yang berniat melaksanakan shalat Jumat sehingga kesunnahan mandi Jumat tidak hanya berlaku bagi laki-laki yang wajib melakukan Jumat tetapi juga berlaku bagi perempuan, anak kecil, hamba sahaya dan musafir yang berniat menghadiri shalat Jumat meskipun mereka tidak berkewajiban melaksanakan Jumat.

Waktu untuk melakukan mandi Jumat terhitung dimulai sejak terbitnya fajar “shadiq” sampai menjelang pelaksanaan shalat Jumat dan lebih utama jika dilakukan menjelang keberangkatan menuju tempat shalat Jumat selain mandi Jumat sangat dianjurkan sehingga meninggalkannya dihukumi makruh sebab ulama masih berselisih mengenai hukum wajibnya.

Tapi terkadang seseorang tidak sempat melakukan mandi Jumat dikarenakan berbagai hal seperti waktu yang tidak memungkinkan atau dikarenakan ada suatau hal yang menghalangi sehingga muncul pertanyaan tentang bagaimana hukum mengqadla atau mengganti di waktu yang lain mandi Jumat.

Dalam hal qadla mandi jumat menurut ulama mereka berbeda pendapat dan menurut pendapat Syekh Ibnu Hajar al-Haitami sebagaimana dikutip Syekh Zainuddin al-Malibari hukumnya ialah Sunnah dengan dasar bahwa anjuran mengqadla mandi Jumat sebagaimana mandi sunnah lain dikarenakan bila seorang muslim mengetahui mandi Jumat bisa diganti dengan qadla maka akan menjadi acuan tersendiri untuk rajin melakukannya dan menghindari untuk meninggalkannya.

Baca Juga:  Bicara Saat Khutbah Jumat Berlangsung, Bagaimana Hukumnya?

Syekh Syekh Zainuddin al-Malibari mengatakan bahwa:

 تنبيه – قال شيخنا يسن قضاء غسل الجمعة كسائر الأغسال المسنونة وإنما طلب قضاؤه لأنه إذا علم أنه يقضى داوم على أدائه واجتنب تفويته

Artinya: “Peringatan, guruku berkata, disunnahkan mengqadla mandi Jumat sebagimana mandi-mandi sunnah lainnya, anjuran mengqadla ini dikarenakan bila seseorang mengetahui bahwa mandi Jumat bisa diqadla maka ia akan rutin melakukannya dan menjauhi dari meninggalkannya”. (Lihat: Fath al-Mu’in Hamisy I’anah al-Thalibin, juz 2, Syekh Zainuddin al-Malibari)

Menurut Imam al-Ramli dan Imam al-Subuki hukum mengqadla mandi jumat tidak sunnah karena waktunya sudah terlewat dan tidak masuk hitungan diganti dan pendapat tersebut sebagaimana disampaikan Syekh Abu Bakr bin Syatha yaitu:

وما تقرر من قضاء ما ذكر هو ما جرى عليه شيخه حجر  وقال م ر لا يقضى وعبارته ولو فاتت هذه الأغسال لم تقض وسئل السبكي رحمه الله تعالى هل تقضى الأغسال المسنونة فقال لم أر فيها نقلا والظاهر لا لأنها إن كانت للوقت فقد فات أو للسبب فقد زال 

Baca Juga:  Khutbah Jum'at Tidak Memakai Bahasa Arab, Bolehkah?

Artinya: “Apa yang dicetuskan yaitu anjuran mengqadla mandi-mandi di atas ialah pendapat dari guru Syekh Zainuddin yaitu Syekh Ibnu Hajar, dan Imam al-Ramli berpendapat tidak disunnahkan mengqadlai, redaksi dari Imam al-Ramli ialah apabila mandi-mandi ini terlewat waktunya, maka tidak perlu diqadla, Imam al-Subki ditanya apakah dianjurkan mengqadla mandi-mandi Sunnah dan Beliau menjawab, saya tidak pernah menjumpai kutipan statemen ulama terdahulu tentang masalah itu, dan yang jelas menurutku adalah tidak dianjurkan diqadla, sebab bila kesunnahan mandi-mandi tersebut didasarkan atas waktu, maka waktu itu sudah terlewat, bila didasarkan atas sebab, maka sebabnya sudah hilang”. (Lihat: I’anah al-Thalibin, juz 2, Syekh Abu Bakr bin Syatha)

Demikian penjelasan mengenai hukum qadla mandi Jumat menurut ulama dan kesimpulannya boleh memilih di antara pendapat-pendapat tersebut dengan tetap saling menghormati pihak yang tidak sepandangan, jadi sekali lagi yang jelas bahwa hukum mandi sebelum ibadah jumat sendiri merupakan sebuah kesunnahan keluar dari pendapat para ulama tentang mengqadlanya.

Mochamad Ari Irawan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *