Pecihitam.org – Nabi Adam As dipanggil Adam karena ia tercipta, “min adiimil ardhi” dari lempung saripati tanah yang suci. Adam adalah makhluk langit yang diturunkan Tuhan ke Bumi. Setiap saat ia merindukan waktu untuk bertemu dengan Tuhannya. Ia meniti makrifah pertama, ia belajar alif-ba-ta dari kehidupan di dunia. Dan tujuan itu semua, adalah menjadi mulia.
Nuh as, disebut demikian karena seringnya ia menangis. Ibrahim dijuluki Ibrahim karena teguhnya pencarian di jalan Tuhan. Musa terdiri dari dua kata: Mu dan Sa. Artinya: yang ditemukan di pinggiran sungai. Jin artinya yang terselubungi. Bahkan Iblis pun-konon- disebut Iblis karena ia “ablasa min rahmatillah” menutup diri dari rahmat Allah swt. Ablasa sebagai akar kata Iblis artinya “menutup”. [1]
Semakin banyak mengkaji, semakin ingin mencari. Semakin banyak diketahui, semakin banyak pertanyaan lain menanti. Ambil kisah Adam. Sejumlah pertanyaan besar muncul. Apakah Iblis Malaikat? Bukankah perintah sujud kepada Adam itu ditujukan untuk para malaikat?
Bagaimana mungkin mengecualikan sesuatu yang bukan dari kelompoknya? Lalu siapa makhluk yang dijuluki Malaikat yang suka berbuat kerusakan di muka bumi? Kalau begitu Adam bukan manusia pertama?
Jika Iblis putus asa dari rahmat Allah bukankah rahmat Allah meliputi segalanya, rahmat-Nya mendahului amarah-Nya kalau demikian berarti Iblis pun pada akhirnya akan masuk surga karena rahmat Allah mendahului amarah-Nya, tidak mungkin Tuhan “marah” terus kepada Iblis yang merupakan makhluk-Nya juga.
Mayoritas ulama mengatakan bahwa Adam adalah manusia pertama, sebagaimana hadis menyebutkan. Iblis bukanlah bagian dari malaikat tetapi karena ibadahnya ia mencapai derajat sama dengan malaikat malah melebihi, maka ia digabungkan bersama dengan para malaikat.
Logikanya ketika Allah swt memerintahkan semua malaikat sujud kepada Adam maka itu juga berarti kepada Iblis karena sebelumnya ia telah bergabung dengan para Malaikat. Demikian penjelasan Habib Quraish Shihab.
Keberatan malaikat terhadap penciptaan khalifah di muka bumi, adalah bentuk kekhawatiran malaikat kepada manusia sebab secara potensi nafsunya hewaniyahnya bisa mengarahkan kepada pertumpahan darah.
Iblis tidak tidak tercipta sebagai malaikat. Ia jin yang bergabung bersama malaikat yang beribadah pada Tuhan ribuan tahun lamanya. Karena kesombongan sesaat, ia terlempar, terusir, dan dikutuk hingga akhir zaman.[2] Karena ibadanya yang ribuan tahun lamanya ia terangkat derajatnya dan digabungkan bersama dengan para malaikat.
Namun dengan derajat itu Iblis lalai, abai, sombong terhadap derajat yang ia dapatkan saat ini, karena kalimat pembangkangan tersebut ia dilaknat sampai hari kiamat.
Dari sini kita bisa belajar bahwa kesombongan melumpuhkan segalanya termasuk amal ibadah yang kita lakukan sekian ribu tahun lama, bagaimana dengan kita yang melakukan ibadah baru sekian tahun tetapi kesombongan diri telah kita tampakkan, simbol-simbol agama kita jadikan kesombongan, dan mengabaikan subtansi dari ibadah? Astaghfirullah.
Iblis menampakkan pembangkangannya di hadapan Tuhan alam semesta, ia menolak sujud kepada Adam, hingga Tuhanpun mengutuknya dan Iblis menerima kutukan itu hingga akhir zaman.
Ah, mari kita kembali ke topik utama….
Nuh as, di namai Nuh karena seringnya menangis. Ia menangis bukan tanpa sebab karena ia kasihan melihat umatnya yang tak peduli terhadap seruannya. Sekian abad ia berdakwah tetapi hanya sedikit yang mendengar dan ikut terhadap dakwahnya ada yang menyebutkan hanya 80 orang yang ikut dalam dakwahnya.
Bahkan anak dan istrinya pun menjadi penentang terhadap dakwahnya. Bagaimana ia tidak menangis? Tangisnya bukan karena sakit hati, marah tetapi kasih terhadap umatnya. Kisah beliau di abadikan di dalam al-Qur’an al-A’raf ayat 59 sampai 64.
Selalu ada hikmah dari setiap peristiwa, apalagi seorang nabi. Nabi Musa as yang kelak meruntuhkan kerajaan dan keangkuhan raja Fir’aun, mengajarkan kepada kita tentang perlindungan Allah swt kepada hamba-Nya. Karena nyawa Musa terancam ia “dibuang” disungai agar selamat dari pembunuhan pasukan Fir’aun. Dan pada akhirnya dia ditemukan dipinggiran sungai. Karena itu dinamailah ia Musa.
Ibrahim as adalah simbol keteguhan dalam mencari hakikat penciptaan alam semesta. Menarik untuk digali, bahwa ternyata dengan pencarian Tuhan dan meyakini kebenaran adanya Tuhan pertama kali dilakukan oleh Nabi Ibrahim as.
Ini mengajarkan kepada kita bahwa keyakinan kepada Tuhan semestinya dimulai terlebih dahulu dengan pencarian hakikat Tuhan bukan dengan keyakinan turun temurun yang sulit dipertanggungjawabkan.
Imam Ali kw berkata: اول الدين معرفة الله Ma’rifatullah (mengenal Allah) adanya dasar awal beragama. Bukankah Nabi Muhammad saw sebelum menerima wahyu terlebih dahulu melakukan tafakkur (perenungan diri) terhadap Allah swt.
Banyak pujian al-Qur’an terhadap Ibrahim as Qs. al-Baqarah:124; Qs. al-Nahl: 120; Qs. al-Najm:37; al-Baqarah: 128, 125, 260; Qs. Hud:75. Ibrahim as adalah bapak-kedua manusia setelah Adam.
Pada Ibrahim seharusnya kita mengambil pelajaran yang sangat indah. Selalu ada hikmah disetiap peristiwa, apalagi dari seorang nabi. Wallaahul Muwaffiq Ilaa Aqwamit Thariq
[1] Terinspirasi dari tulisan Miftah Fuazi Rakhmat dalam bukunya The Prophet Wisdom.
[2] Rujuk Tafsir al-Thabarsi, Majmu al-Bayan fi Tafsir al-Qur’an ketika beliau menjelaskan Tafsir Surah al-Baqarah.
- Anak Yatim, Mereka yang Sering Terlupakan - 02/05/2020
- Inilah Beberapa Pahala Memberi Buka Puasa di Bulan Ramadhan - 30/04/2020
- Khotbah Nabi Muhammad Saw Saat Memasuki Bulan Ramadhan - 27/04/2020