Ketika Ronggowarsito Menjadi Santri di Pesantren Gebang Tinantar

Ketika Ronggowarsito Menjadi Santri di Pesantren Gebang Tinantar

Pecihitam.org – Raden Ngabehi Ronggowarsito, penyair terakhir tanah Jawa ini dikenal luas sebagai seorang penyair yang meramalkan perihal adanya “zaman edan”, sebuah zaman kegilaan dengan ditandai hilangnya moralitas masyarakat dan bobroknya moralitas penguasa. Ramalan zaman gila tersebut dituliskan oleh sang penyair tersebut dalam Serat Kalatidha.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Ronggowarsito berasal dari keluarga bangsawan Keraton Surakarta. Sosok yang lahir dari keluarga bangsawan dan sekaligus kemudian hari terkenal sebagai penyair besar Jawa ini rupanya pernah menjadi santri pesantren semasa mudanya.

Ronggowarsito nyantri di Pesantren Gebang Tinantar yang diasuh oleh tokoh besar penyebar Islam di wilayah sekitaran Gunung Lawu, yakni Kiai Hasan Besari. Pesantren Gebang Tinantar berlokasi di desa Tegalsari, kecamatan Jetis, Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur. Pada masa keemasannya, pesantren ini memiliki santri sampai lebih dari 10 ribu.

Ronggowarsito dengan didampingi oleh seorang abdi dalem keraton, disuruh oleh keluarganya untuk belajar agama Islam ke Pesantren Gebang Tinantar di bawah asuhan dari Kiai Hasan Besari.

Baca Juga:  Mengenal Muqatil bin Sulaiman dan Karya-karyanya

Pada masa awal belajar di Pesantren, rupanya ia masih terbiasa dengan kebiasaannya sebagai keluarga bangsawan Jawa yang serba dilayani dan kemudian bermalas-malasan untuk belajar agama Islam.

Pada masa awal inilah ia belum terlalu tekun dalam belajar dan tidak mendapat banyak ilmu dari Kiai Hasan Besari. Terlebih lagi, kebiasaannya yang suka bermain judi membuatnya semakin tidak punya konsentrasi dalam belajar.

Kebiasaan berjudinya tersebut membuat Kiai Hasan Besari marah kepadanya. Karena berjudi merupakan sebuah perilaku yang dilarang dalam ajaran Islam, terlebih lagi sampai suatu waktu bekal bulanan Ronggowarsito dan sekaligus dua kudanya habis untuk membiayai permainan judinya.

Sampai suatu waktu, Ronggowarsito merasa kesal karena sering dimarahi Kiai Hasan Besari, akhirnya ia dan abdi dalem yang menemaninya kabur dari pesantren. Kemudian Kiai Hasan Besari melaporkannya kepada keluarganya di Surakarta. Pihak pesantren dan Keraton Surakarta mencarinya secara bersama-sama.

Sampai kemudian ia ditemukan dan diajak kembali ke Pesantren. Kemudian Ronggowarsito mau untuk kembali ke pesantren. Namun, ternyata kebiasaan nakal dan bermalas-masalasan Ronggowarsito tidak sembuh. Karena jengkel dengan perilakunya tersebut, Kiai Hasan Besari memberikan hukuman berat kepadanya.

Baca Juga:  KH. Wahid Hasyim, Ulama, Politisi dan Aktivis yang Berwawasan Luas

Kiai Hasan Besari memberikan hukuman kepadanya supaya berpuasa selama 40 hari penuh dan hanya boleh berbuka puasa dengan sebiji pisang saja. Kiai Hasan Besari juga melarang ia untuk tidur di malam hari. Setiap malam ia diwajibkan untuk selalu bermunajat kepada Allah Swt.

Ronggowarsito saat mendapat hukuman berat tersebut, memiliki pikiran cerdik supaya di malam hari ia tidak tertidur. Ia memasang sebilah bambu yang dipasang melintang di atas sungai. Ia kemudian pada malam hari naik di atas sebilah bambu tersebut. Jika ia ketiduran, maka ia akan terjebur ke dalam sungai. Dan ketika terjebur ke sungai, maka ia akan bangun dan terus bermunajat kembali.

Dalam melaksanakan hukuman berat gurunya tersebut, Ronggowarsito diberikan pertolongan oleh Allah Swt dengan dibukakan mata batinnya. Persis saat melaksanakan hukuman tersebut ia mengalami kemudahan dalam mempelajari ajaran Islam.

Baca Juga:  Kiai Hasan Besari dan Perannya dalam Penyebaran Islam di Sekitar Gunung Lawu

Dalam waktu singkat ia langsung memiliki perkembangan pengetahuan yang jauh melampaui teman-temannya sebelumnya. Dan konon kabarnya, Ronggowarsito juga diberikan pertolongan oleh Allah Swt sebuah kelebihan supaya dapat mendengar suara-suara burung.

Demikianlah kisah sosok penyair terakhir tanah Jawa yang masyhur, yakni Raden Ngabehi Ronggowarsito. Pada masa mudanya, ternyata ia pernah menjadi santri di Pesantren Gebang Tinantar di bawah asuhan Kiai Hasan Besari. Barangkali, berkat berkah dari gurunya tersebutlah Ronggowarsito dapat menjadi sosok masyhur. Wallahua’lam.