Rukun Qauli, Wajib Diperhatikan Agar Shalat Tetap Sah

rukun qauli dalam shalat

Pecihitam.org – Rukun Qauli merupakan salah satu faktor penting yang menentukan sahnya salat disamping rukun qalbi (hati) dan rukun fi’li (perbuatan). Rukun salat sendiri sangat spesifik seperti yang telah dijelaskan dalam beberapa kitab fiqh.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Untuk mempermudah dalam pemahaman, Rukun shalat dikategorikan ke dalam tiga macam yakni rukun qalbi (hati), rukun qauli (ucapan), dan rukun fi’li (perbuatan). Berikut penjelasannya:

  • Pertamarukun qalbi. Rukun ini adalah niat yang diucapkan saat akan menunaikan salat.
  • Kedua, rukun qauli. Rukun ini terdiri dari mengucapkan takbir saat takbiratul ihram, pembacaan surat al-Fatihah dalam setiap rakaat, membaca tasyahud (tahiyyat), membaca shalawat kepada Nabi Muhammad saw, dan mengucapkan salam pada akhir shalat.
  • Ketiga, rukun fi’li. Rukun fi’li adalah hal-hal yang meliputi segala gerak yang termasuk dalam rukun salat, yang tidak termasuk di dalam rukun qalbi dam rukun qauli.

Termasuk di dalam syarat sahnya rukun qauli adalah mendengar bacaan shalatnya sendiri. Dalam penjelasan lebih lanjut dipaparkan beberapa hal yang mesti diperhatikan oleh mushalli (orang yang shalat) disaat melaksanakan rukun qauli sehingga shalatnya tetap sah. Berikut penjelasannya:

Baca Juga:  Khitbah, Prosesi Lamaran Menuju Pernikahan

Pertama, mushalli harus mendengar suaranya sendiri saat mengucapkan rukun qauli.

Ketentuan ini dalam keadaan normalnya orang yang sedang shalat, bukan mereka yang dalam kondisi tuli dan terganggu oleh suara hembusan angin atau hal-hal serupa yang diluar kuasa orang sedang shalat. Apabila masih bisa diusahakan, maka diwajibkan untuk meninggikan suara sehingga bisa didengar.

Kedua, mushalli diwajibkan memperjelas detail bacaan yakni tasydid dan makharijul huruf dengan sengaja.

Jika mushalli sengaja melewatkan dua detail bacaan di atas, dikhawatirkan akan terjadi perubahan makna sehingga bertentangan dengan makna asli bacaan shalat. Sebagai missal, tasydid dalam lafadz إِيَّاكَ نَعْبُدُ (iyyaka na’budu) apabila tasydidnya dilewatkan menjadi إِيَاكَ نَعْبُدُ (iyaka na’budu). Makna yang seharusnya adalah “hanya kepada-Mu kami menyembah” dan berubah menjadi “kami menyembah cahaya mataharimu”.

Ketiga, mushalli tidak mengganti harakat atau syakal bacaan shalat yang dapat merubah makna. Misalnya dalam lafadz أَنْعَمْتَ (an’amta) diganti menjadi أَنْعَمْتُ (an’amtu) sehingga makna seharusnya “Kau berikan kenikmatan” berganti menjadi “kuberikan kenikmatan”.

Baca Juga:  Hukum Qurban dengan Ayam, Bolehkah? Ini Penjelasan Ulama

Keempat, mushalli tidak menambah huruf dalam bacaan.

Maksud dari menambah huruf dalam bacaan adalah seperti membaca panjang huruf alif dalam kata Allah saat takbiratul ihram. Seharusnya dibaca satu huruf alif pada alif yang pertama menjadi dua huruf alif.

Kelima, mushalli harus menjaga bacaan agar tidak terputus di pertengahan ayat atau kalimat karena napas. Mushalli harus membaca ayat sesuai dengan urutan aslinya. Kesesuaian ini adalah wajib dan sangat ditekankan dalam bacaan surat al-Fatihah dan tasyahud.

Hal-hal yang telah dikemukakan tersebut sangat penting untuk menjaga makna yang terkandung dalam bacaan wajib shalat. Syekh Muhammad Nawawi Banten menjelaskan tentang hukum bagi orang yang tidak memperhatikan bacaan wajib salat. Berikut penjelasan beliau:

  • Pertama, bagi orang yang tidak tahu disebabkan karena yang bersangkutan baru saja masuk Islam atau masih dalam tahap belajar atau lupa, maka sebaiknya melakukan sujud sahwi. Alasan berlaku jika benar-benar dalam keadaan lupa dan tidak disengaja, bukan rekayasa semata.
  • Kedua, bagi orang yang sengaja tapi tidak tahu jika terjadi perubahan makna, maka shalat dilaksanakan tidak sah bacaannya, yang menyebabkan tidak sah salatnya.
  • Ketiga, bagi orang yang sengaja dan tahu akan perubahan maknanya, membuat batal imannya atau menjadi kafir. Hal ini disebabkan karena kesengajaan dalam menyelewengkan bacaan shalat yakni ayat-ayat suci dalam Alquran. Perbuatan ini berimbas pada perubahan makna. Makna menjadi tidak sama dan bertentangan dengan makna aslinya.
Baca Juga:  Inilah Penjelasan Mengenai Membaca Al-Fatihah Sebagai Rukun Shalat Keempat

Sebagai seorang muslim, sudah seyogiyanya kita menalaah betul perihal segala hal yang bersangkutan dengan syarat sahnya shalat, termasuk di dalamnya dalam pengerjaan rukun rukun dalam salat. Dalam persoalan rukun qauli umat islam diharapkan mampu melaksanakannya dengan sebenar-benarnya. Hal ini menjadi sangat penting dikarenakan menyangkut sah atau tidaknya shalat yang dilaksanakan.

Habib Mucharror

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *