Sahkah Wudhunya Orang yang Bertato? Berikut Penjelasannya

sahkah wudhunya orang yang bertato

Pecihitam.org – Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, tato ialah gambar atau lukisan pada bagian (anggota) tubuh. Menurut sebagian orang tato adalah seni melukis tubuh yaitu dengan cara memasukkan zat warna kedalam kulit. Nah jika dihugungkan dalam ranah fiqih, salah satu syarat sahnya wudhu adalah tidak ada zat yang menghalangi masuknya air pada kulit. Pertanyaannya adalah sahkah wudhunya orang yang bertato?

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Sebelum menjawab pertanyaan tersebut di atas dan masuk pembahasan yang lebih jauh, pertama harus kita pahami terlebih dahulu definisi tato menurut ulama fiqih agar tidak terjadi salah pemahaman.

Dalam kitab Fathul Bari, Ibnu Hajar Al-Asqalani menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan tato (wasym) menurut ahli bahasa adalah menusuk-nusuk anggota tubuh dengan jarum hingga berdarah, kemudian mengisi lubang di kulit tubuh tersebut dengan pewarna (tinta) atau sejenisnya hingga menjadi kehijauan.(Lihat Ibnu Hajar Al-‘asqalani, Fathul Bari, Darul Fikr, juz.11, hal.567)

Jika melihat definisi di atas, cukup jelas bahwa tato yang dimaksud bukanlah menggambar anggota tubuh dengan zat pewarna alami. Jika menggambar dengan pewarna alami maka zat warna tersebut tidak menghalangi sampainya air ke kulit, misalnya dengan inai, henna atau sejenisnya.

Baca Juga:  Membaca Al-Qur'an Sambil Berbaring, Bolehkah? Ini Keterangan Ulama

Akan tetapi tato adalah menggambar atau mengukir anggota tubuh dengan cara melukai kulit menggunakan jarum, yang kemudian memasukkan zat pewarna tersebut ke bawah kulit yang sudah dilukai dengan jarum tadi. Tato yang semacam ini sifatnya permanen dikulit.

Menurut kesepakan ulama (ijmak) Tato dalam definisi seperti yang telah disebutkan di atas haram hukumnya. Dalilnya adalah berdasarkan hadits shahih riwayat Bukhari dan Muslim berikut :

لَعَنَ اللهُ الْوَاشِمَاتِ وَالْمُسْتَوْشِمَاتِ وَالنَّامِصَاتِ وَالْمُتَنَمِّصَاتِ وَالْمُتَفَلِّجَاتِ لِلْحُسْنِ الْمُغَيِّرَاتِ خَلْقَ اللهِ

Artrinya: “Allah melaknat wanita-wanita yang mentato dan minta ditato, yang mencukur alis dan minta dicukur alisnya, serta yang meregangkan giginya untuk mempercantik diri, wanita-wanita yang merubah ciptaan Allah”. (HR Muslim)

Lantas, bagaimana, sahkah wudhunya orang yang bertato?

Jika kita cermati lebih dalam mengenai tato tersebut, sebenarnya tidak ada lapisan zat yang menghalangi sampainya air ke kulit. Sebab tato letaknya tidak berada di luar kulit, melainkan di dalam kulit. Berdasarkan hal ini, maka mandi janabah maupun wudhunya orang yang bertato adalah sah.

Baca Juga:  Sejarah Kapan Mulai Disyariatkannya Wudhu Menurut Para Ulama

Namun ini berbeda hukumnya dengan shalatnya orang yang bertato. Sebab melihat lagi definisi dan penjelasan diatas, bahwa tato merupakan endapan darah di bawah kulit yang bercampur dengan tinta atau zat semisal yang dibentuk sesuai gambar atau tulisan tertentu.

Darah yang bercampur dengan tinta dan mengendap di bawah kulit seperti demikian hukumnya adalah najis. Sedangkan salah satu syarat sahnya shalat adalah sucinya badan, pakaian dan sucinya tempat dari segala bentuk najis.

Orang bertato sama saja dirinya selalu membawa najis yang melekat di tubuhnya secara permanen kemana-mana. Ibarat anak kecil yang memakai popok bayi penuh dengan najis air seni. Maka dengan demikian, shalatnya orang yang bertato tidak sah meskipun ia dalam keadaan wudhu dan wudhunya sah.

Baca Juga:  Jawaban untuk Wahabi yang Mengatakan Hadits Qunut Subuh Itu Dhoif

Solusi bagi orang yang bertato

Dalam kitab Fathul Bari, Ibnu Hajar Al-‘asqalani menjelaskan bahwa bagian kulit tubuh yang ditato menjadi najis sebab darahnya tertahan di kulit tersebut. Oleh sebab itu tato tersebut wajib dihilangkan meskipun harus melukai kulit. Namun jika dikhawatirkan akan mengakibatkan rusak, cacat atau hilangnya fungsi anggota tubuh yang ditato tersebut, maka dalam kondisi demikian, tatonya boleh tidak dihilangkan, dan cukuplah bertaubat untuk menghapus dosanya.(Ibnu Hajar Al-‘Asqalani, Fathul bari, Darul Fikr, juz.11, hal.567)

Demikian semoga bermanfaat. Wallahua’lam bisshawab.

Arif Rahman Hakim
Sarung Batik

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *