Sejarah Awal Mula Munculnya Sajadah Sebagai Alas Shalat

sejarah sajadah

Pecihitam.org – Dalam masa sejarah Rasulullah Saw dan sahabat, masjid-masjid kala itu tidak menggunakan tikar ataupun sajadah sebagai alas untuk melaksanakan shalat. As-Sakhawi berkata, ”Sesungguhnya masjid-masjid sampai pada tahun 131 H atau 132 H masih tetap menggunakan tanah atau batu-batu kecil.”

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Sejarah sajadah pernah ditulis dalam kitab Rihlah Ibnu Batutah, beliau berkata “Orang-orang pinggiran di Kairo Mesir telah terbiasa keluar rumah untuk melaksanakan Shalat jum’at. Para pembantu mereka biasanya membawakan sajadah yang terbuat dari pelepah-pelepah pisang dan menghamparkannya untuk keperluan shalat mereka, pada masa ini (masa Ibnu Batutah) penduduk mekah melaksanakan shalat di masjid Jami’ menggunakan sajadah.

Kaum muslim yang pulang haji membawa banyak sajadah yang bergambar, bahkan waktu itu ada pula yang bergambar salib. Sajadah masuk ke Mesir melalui jalan impor dari Asia yang digunakan sebagai alas shalat orang-orang kaya yang di dalamnya bergambar mihrab yang menghadap kiblat.”

Sajadah merupakan alas untuk melakukan sholat, agar dalam shalat seorang muslim dapat lebih nyaman, selain itu juga untuk menjaga kesucian tempat shalat. Dalam perkembangannya sajadah kini memiliki banyak perubahan, yang dulunya hanya terbuat dari kain biasa, kini memiliki banyak variasi agar lebih menyamankan ketika shalat.

Baca Juga:  Begini Cara Aliran Asy'ariyah Memahami Kuasa dan Kehendak Tuhan

Sajadah biasanya bermotif nuansa islami seperti bergambar masjid Al Aqsha, Ka’bah, motif floral, pilar dan sebagainya. Sajadah biasanya berukuran dengan panjang satu meter dan lebar lima puluh senti meter, atau sesuai ukuran tubuh orang dewasa ketika bersjud.

Kata sajadah berasal dari kata dalam Bahasa Arab yang terdiri dari kata ‘sajada’ yang artinya sebagai ‘masjed’ atau ‘masjid’ dan ‘sujud’. Sajadah pada awalnya dulu merupakan satu jenis karpet yang diproduksi di daerah Asia Tengah dan Asia Barat.

Karpet doa ini yang kemudian kita kenal sebagai sajadah, yang digunakan oleh umat Islam untuk menutupi tanah ataupun lantai yang kosong saat mereka akan mendirikan ibadah sholat. Adapun ujung dari karpet doa ini selalu diarahkan ke arah kiblat yaitu ka’bah, di Makkah yang merupakan pusat atau kiblat bagi seluruh umat Muslim di dunia.

Disetiap motifnya terdapat filosofi tersendiri, seperti halnya ada yang bermotif  ka’bah ini memiliki filosofi agar kita ingat bahwa kiblat kita dalah ka’bah dan berkonsntrasi seolah kita tengah berada di depan ka’bah. Ada juga yang bermotif  atau bergambar masjid, ini mengingatkan bahwa shalat yang utama adalah shalat yang dikerjakan di masjid.

Baca Juga:  Mungkinkah Syi'ah, Wahabi, dan Aswaja Bertetangga di Surga?

Ada pun yang bermotif kendi air, yang mengingatkan kita agar terlebih dahulu berwudhu sebelum melakukan shalat, ada juga sajadah yang memiliki motif berupa bambar telapak tangan yang berada di sisi mihrab, ini menunjukan agar posisi telapak tangan sesuai pada saat sujud. Dan sebagainya.

Motif-motif ini tergantung dari mana sajadah tersebut diproduksi, seperti produksi Turki akan berbeda motif dengan produksi Kaukasia, dan sebagainya. Namun perbedaan mihrab permukaan ini tidak meninggalkan esensi dari fungsi sajadah yang sesungguhnya, yaitu sebagai alas sujud kepada Allah Subhanahu wata’ala.

Sekarang dengan sangat mudah kita dapat membeli sajadah, bukan hanya produk dari timur tengah, kini juga marak sajadah produksi dari china. Apalagi dengan berkembangnya teknologi, cukup dengan membuka ponsel, kita sudah dapat memilih barang yang kita mau.

Baca Juga:  Batu Melayang Pijakan Nabi Muhammad SAW

Namun perlu kita pertimbangkan, jika dari daerah kita sendiri saja memproduksi kenapa harus membeli produk dari luar. Apalagi ketika musim haji banyak sekali jama’ah yang membeli sajadah sebagai oleh-oleh haji, maka dari itu lebih cermatlah dalam membeli produk sajadah ini.

Untuk menjaga kebersihan sajadah, biasanya kaum muslimin melipat dan menaruh sajadah pada tempat tertentu setelah usai melakukan shalat.  Jadi penggunaan sajadah hanya pada saat melakukan shalat saja.

Namun ketika di masjid biasanya karpet atau sajadah selalu digunakan meski tidak untuk shalat, dan biasanya dibersihkan dengan sapu setiap harinya dan seminggu sekali dicuci. Tergantung dari pengurus masjidnya melakukan kebijakan seperti apa.

Demikianlah sekilas tentang sejarah sajadah semoga bermanfaat dan menambah khazanah pengetahuan kita bersama. Wallahua’lam.

Lukman Hakim Hidayat