Sejarah dan Keutamaan Dzikir Ratib al Attas

ratib al attas

Pecihitam.org – Telah diuraikan oleh Al-Habib Umar bin Abdul Rahman Al-Attas bahawasanya, Ratib yang dimaksudkan di sini berasal dari kata (rattaba) yang berarti mengaturkan atau menyusun. Ratib adalah sesuatu yang tersusun, teratur dengan rapinya. Ratib ini mengandungi dzikir, ayat-ayat al-Quran dan doa-doa tertentu.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Awalnya istilah Ratib banyak digunakan di negeri Hadromaut untuk menyebut dzikir-dzikir pendek dengan bilangan dzikir yang sedikit (seperti bilangan dzikir 3, 7, 10, 11 dan 40 kali).

Umumnya diamalkan dan dibaca pada waktu-waktu yang tertentu. Misalnya dibaca sekali pada waktu pagi dan sekali pada waktu malam.

Terdapat beberapa bacaan Ratib yang terkenal di masyarakat seperti Ratib al-Haddad, Ratib al-Aidrus, Ratib al-Muhdhor Ratib al-Attas dan lain-lain.

Daftar Pembahasan:

Keutamaan Ratib

Sebagian ulama ahli salaf mengatakan bagi mereka yang mengamalkan Ratib, akan dipanjangkan umur, mendapat husnul khatimah, terjaga apa yang ia punya di laut dan di bumi dan senantiasa berada dalam lindungan Allah SWT.

Bagi mereka yang punya hajat tertentu, membaca ratib dengan khusuk dan dalam kondisi berwudhu, mengadap kiblat dan memohon dengan ikhlas, Insya-Allah hajatnya akan dikabulkan Allah. Para salaf berkata Ratib sangat mujarrab dalam menyampaikan segala hajat jika dibacanya sebanyak 41 kali.

Selain itu kelebihan ratib ini adalah, ia menjaga rumahnya dan 40 rumah-rumah sekitarnya dari kebakaran, kecurian dan terkena sihir.

As-Syeikh Ali Baras berkata: “Apabila dibaca dalam suatu kampung atau suatu tempat, ia mengamankan ahlinya seperti dijaga oleh 70 pahlawan yang bekuda. Ratib ini mengandung rahasia-rahasia yang bermanfaat. Mereka yang tetap mengamalkannya akan diampunkan Allah dosa-dosanya walaupun sebanyak buih di laut.”

Baca Juga:  Sejarah Lambang Bendera NU Beserta Makna Dibaliknya

Bagi mereka yang terkena sihir dan membaca ratib, Insyaallah diselamatkan dengan berkah Asma’ Allah, ayat-ayat al-Quran dan amalan Rasulullah SAW.

Al-Habib Husein bin Abdullah bin Muhammad bin Mohsen bin Husein al-Attas berkata: “Mereka yang mengamalkan Ratib dan terpatuk ular niscaya tidak akan terjadi apa-apa pada dirinya. Bagi orang yang takut niscaya akan selamat dari segala yang ditakuti. Pernah ada seorang yang diserang oleh 15 orang pencuri dan dia selamat.”

Diceritakan, pernah datang sekelompok orang mengadu bahwa mereka sedang dikelilingi musuh. Al-Habib Husein menyuruh mereka membaca Ratib dan beliau menjamin Insyaallah mereka akan selamat.

Ada sebuah kampung yang cukup yakin dengan Habib Umar al-Attas dan mereka selalu membaca ratibnya. Semua penduduknya setiap malam membaca ratib beramai-ramai dengan suara yang kuat.

Kampung itu mempunyai musuh yang hendak menyerang mereka. Kumpulan musuh ini menyuruh seorang mata-mata untuk mencari rahasia tempat mereka supaya dapat diserang.

Kebetulan pada waktu mata-mata itu datang sembunyi-sembunyi, para warga sedang membaca ratib dan sampai kepada zikir:

“Dengan nama Allah, kami beriman kepada Allah dan barang siapa yang beriman kepada Allah tiada takut baginya!

Mendengar tiada takut baginya, dan diulangi sampai tiga kali, mata-mata itu menjadi takut dan kembali, lalu menceritakan kepada orang-orang tentang apa yang dia dengar dan mereka tidak jadi menyerang. Maka selamatlah kampung itu.

Sejarah Ratib al Attas

Ratib al Attas ini dikarang oleh al-Habib Umar bin Abdurrahman al-Attas dan sekarang telah berusia kira-kira 400 tahun.

Baca Juga:  Doa Masuk Rumah dan Keluar Rumah Agar Mendapat Perlindungan

Ratib ini hingga kini banyak dibaca di negara-negara seperti di Afrika termasuk Darussalam, Mombassa dan Afrika Selatan. Juga di Eropa Inggris, Burma (Myanmar), India dan negara-negara Arab. Dibeberapa Negara ada yang mengenal dengan istilah Tariqah al-Attasiyah.

Ratib al Attas telah lama sampai di Malaya, Singapura, Brunei dan Indonesia. Terdapat keterangan Ratib ini yang diterbitkan dalam bahasa Melayu di Singapura awalnya sebuah kitab kecil yang bernama Fathu Rabbin-Nas, yang disusun oleh al-Habib Husein bin Abdullah bin Muhammad bin Mohsen bin Husein al-Attas.

Ratib al Attas selesai ditulis pada pagi Jumaat 20 Jumadil Awal 1342 (20 Desember 1923). Pada tahun 1939, al-Habib al-Attas menerbitkan sebuah kitab yang bernama Miftahul Imdad yang dicetak di Matbaah al-Huda di Pulau Pinang.

Kitab ini mengandungi wirid-wirid datuk beliau al-Habib Ahmad bin Hasan al-Attas tetapi terdapat juga Ratib al-Habib Umar bin Abdurrahman al-Attas di dalamnya.

Waktu membaca Ratib al-Attas

Disebutkan di dalam kitab al-Qirtas: “Telah menjadi tradisi bagi para sesepuh kami, khususnya tradisi dari al-Habib Husein bin Umar membaca Ratib al-Attas adalah setelah shalat Isya’. Kebiasaan itu dilakukan oleh Habib Husein beserta pengikut-pengikutnya secara turun-temurun kecuali di bulan Ramadhan.

Adapun di bulan Ramadhan bacaan ratib itu dibaca sebelum shalat Isya’. Tetapi bagi yang gemar berzikir banyak yang membaca, Ratib al-Attas ini di baca waktu pagi dan di waktu sore, sebab di antara kalimat-kalimat yang dizikirkan ada dzikir-dzikir yang disunnahkan untuk membacanya di waktu pagi dan di waktu sore seperti tertera di dalam hadis-hadis Nabi SAW.

Baca Juga:  Benarkah Penulisan Sejarah Terbentuk atas Kepentingan Politik Semata?

Dikatakan oleh Habib Ali bin Hasan al-Attas di dalam kitab al-Qirtas bahwa Habib Umar suka membaca ratibnya secara rahsia tanpa suara, sebab beliau menginginkan bacaan ratibnya itu lebih berkesan di hati yang membacanya dan lebih ikhlas karena Allah. Hal itu sesuai dengan firman Allah:

“Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai”. (Luqman: 19)

Jika Ratib al-Attas ini dibaca secara berjamaah, maka dianjurkan membacanya dengan suara yang tidak terlalu keras dan tidak terlalu pelan, hal ini sesuai firman Allah:

“Dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam shalatmu dan janganlah pula selalu merendahkannya dan carilah jalan tengah di antara keduanya”. (Al-Isra’: 110)

Itulah sejarah singkat mengenai amalan dzikir Ratib al-Attas yang ditulis oleh al Habbib al-Habib Umar bin Abdurrahman al-Attas. Sebuah amalan dzikir yang banyak sekali keutamaan dan faedah bagi yang mengamalkannya. Semoga bermanfaat.

Arif Rahman Hakim
Sarung Batik

1 Comment

  1. Miftah Reply

    Maaf mau tanya, utk pengamalan 41 kali tu maksudnya 41 kali dlm sehari atau sehari sekali selama 41 hari atau bagaimana?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *