Sejarah Jilbab, Dari Budaya Jazirah Arab Hingga Pernah Dilarang Orde Baru

sejarah jilbab

Pecihitam.org – Hingga 1970-an, benda penutup aurat wanita yang disebut jilbab belum populer di Indonesia. Kebanyakan perempuan mengenakan kerudung, yaitu kain tipis panjang penutup kepala yang disampirkan ke pundak, dengan sedikit rambut yang masih terlihat.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Dalam lembar sejarah, Jilbab baru mulai dikenal masyarakat Indonesia sekitar tahun 1980-an. Hal itu bermula dari pengaruh Revolusi Iran, tahun 1979. Berita kemenangan Ayatullah Khomeini yang berhasil mendirikan Republik Islam Iran mendorong rasa solidaritas dunia Islam, termasuk Indonesia.

Menurut Samsul Maarif, peneliti di Center for Religious and Cross-Cultural Studies Universitas Gadjah Mada (CRCS UGM), Memang sampai tahun 1970-an, kerudung-lah yang lebih populer, dikalangan masyarakat Islam Indonesia”

Semangat Revolusi Iran yang anti-Barat masuk ke Indonesia dan menyebar lewat kelompok diskusi mahasiswa Islam. Hal itu mendorong para aktivis Islam menunjukkan identitas keislaman mereka, salah satunya dengan penggunaan jilbab. “Setelah Revolusi Iran, identitas Islam hadir bukan hanya merespons konteks nasional tapi internasional,”

“Gerakan kampus mulai berkembang akibat pengaruh gerakan Islam dari Timur Tengah, khususnya Persaudaraan Islam (Islam Brotherhood) makin merebak tahun 1980-an. Itu yang mempopulerkan model jilbab,” kata Samsul.

Adapaun karena semakin populernya penggunaan jilbab di masyarakat membuat pemerintah orde baru yang sedang galak terhadap Islam, melarang penggunaannya di sekolah umum lewat SK 052/C/Kep/D.82. Keputusan pemerintah itu kemudian memunculkan protes dari para aktivis dan cendekiawan Islam.

Baca Juga:  Islam adalah Agama yang Mampu Merangkul Budaya di Dunia

Namun dilain sisi, larangan tersebut malah semakin mempopulerkan jilbab itu sendiri. Sehinggga Jilbab menjadi salah satu wujud dan cara pemberontakan di era Orde Baru. Bahkan menjadi politik identitas Islam di kancah nasional juga internasional.

Akhirnya pada tahun 1991 pemerintah pun memberikan ijin penggunaan jilbab di sekolah umum. Hal itu disebabkan karena mendekatnya Rezim Orde Baru saat itu ke kalangan Islam, setelah Pak Soeharto pecah kongsi dengan LB Moerdani.

Pasca reformasi 1998, Jilbab pun semakin mendapat respon beragam dan ruang positif di muka public, sehingga masuk ranah komersialisasi. Berawal dari identitas Jilbab pun berubah menjadi bagian dari sebuah mode, model jilbab dan pakaian muslim berkermbang pesat mulai jilbab segi empat sampai burka (pakaian muslimah bercadar).

Bentuk, penggunaan, dan motif jilbab sudah sangat beragam. Jilbab tak lagi sekedar simbol kepatuhan terhadap keyakinan beragama dan perlawanan pada suatu rezim saja, ia berubah juga menjadi sebuah ekspresi status kelas dan kesadaran mode.

Adapun mengutip dari Wahid Foundation, dalam pemaparan Nur Rofiah Dosen Studi Al Quran Perguruan Tinggi Ilmu Al Quran tentang Jilbab. Nur Rofiah menerangkan bahwa ajaran tentang jilbab terkait dengan hukum Al Quran, menunjukkan Islam bergerak secara revolusioner untuk memanusiakan dan memuliakan perempuan. Hal ini sangat terlihat jelas.

Namun Islam tak hanya membahas jilbab dalam tampilan fisik semata, tapi juga nuansa spiritual. Sebab perempuan bukan sekadar makhluk biologis (seksual) namun juga makhluk intelektual dan spiritual. Karena itu Al Quran menegaskan bahwa ‘takwa’ itu menjadi nilai yang paling utama.

Baca Juga:  Ketika Meja Hijau Jadi Solusi Perbedaan Pendapat Ulama Dibanding Musyawarah

Dalam jilbab terdapat spirit yang tak bisa ditinggalkan, yakni ‘pakaian takwa’ (libasut taqwa). Pakaian takwa itu dapat menjauhkan pemakainya untuk berbuat kejelekan, dan mendorongnya untuk berbuat baik.

Jilbab ukan sekedar soal pakaian, namun juga penghayatan terhadap diri si pemakai. Jilbab menunjukkan perilaku. Pakaian ini bukan hanya melahirkan kesalehan individual namun juga kesalehan social. Hal ini dapat dilihat bagaimana eloknya ketika para perempuan muslimah mengenakan Jilbab.

Kemudian, Nur Rofiah menjelaskan sejarah awal mulanya Jilbab yang terkait erat dengan busana Jazirah Arabia. Jilbab dalam syariat Islam, tak lepas dari sejarah perbudakan panjang. Khususnya sejarah perang yang menghasilkan budak-budak wanita. Kemudian muncullah satu tradisi untuk membedakan mana perempuan budak dan perempuan merdeka.

“Kala itu, para perempuan budak, gundik, dan pekerja seks tidak boleh menutup kepala atau berjilbab saat di depan publik. Yang boleh berjilbab, hanyalah perempuan merdeka,” ujar Nur Rofiah

Nur Rofiah yang juga pakar tafsir alumnus Universitas Ankara, Turki ini mengatakan, pada masa turunnya Al Quran, tradisi perbudakan masih terjadi. Sehingga diketahui bahwa ayat tentang jilbab juga terkait pada suatu peristiwa di mana istri Rasulullah Saw pernah keluar rumah, dan menjadi korban pelecehan. Karena apa? Karena tidak menutup kepalanya sehingga disangka perempuan budak. Sebab waktu itu, budak bisa dilecehkan,” menurut Nur Rofiah.

Baca Juga:  Ini Tiket Menuju Surga Bagi Umat Islam

Dahulu posisi perempuan sangatlah lemah. Bahkan untuk sekedar mengambil sesuatu dari rumahnya sendiri, ia bisa terkena hukuman potong tangan. Bahkan tragisnya, dalam tradisi orang Arab dulu, ketika punya anak perempuan akan dikubur hidup-hidup, perempuan dijadikan jaminan utang, dihadiahkan, serta bisa diwariskan.

Sehingga jika suaminya meninggal, si perempuan akan diwariskan dan si ahli waris bisa mengawini perempuan tersebut semaunya. Tak heran jika pada masa itu tak sedikit terjadi kasus di mana ayah mengawini anak kandungnya sendiri atau sebaliknya.

Datangnya islam memberikan harapan dan babak baru yang lebih menghargai perempuan bahkan posisi perempuan dijunjung sangat tinggi. Salah satunya dengan Jilbab itu sendiri yang selain sebagai wujud kesalehan individu juga menunjukkan kesalehan sosial.

Arif Rahman Hakim
Sarung Batik