Sejarah Munculnya Firqah Murji’ah dan Kesesatan Ajaran Mereka

aliran murji'ah

Pecihitam.org – Nama Murji’ah berasal dari kata kata irja atau arja’a yang bermakna penundaan, penangguhan, dan pengharapan. Atau dalam artian memberi harapan kepada para pelaku dosa besar untuk memperoleh pengampunan Allah SWT.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Selain itu irja’a juga bisa memiliki arti meletakkan di belakang atau mengemudikan, yaitu orang yang mengemudikan amal dan iman. Oleh karena itu murji’ah berarti orang yang menunda penjelasan kedudukan seseorang yang bersengketa yakni Ali dan Muawiyah, serta pasukannya masing-masing ke hari kiamat kelak.

Ada beberapa teori yang mengemukakan asal-usulnya aliran Murji’ah. Teori pertama mengatakan bahwa gagasan irja atau arja’a dikembangkan oleh sebagian sahabat dengan tujuan menjamin persatuan dan kesatuan umat Islam ketika terjadinya pertikaian politik dan juga bertujuan untuk menghindari sektarianisme. Diperkirakan murji’ah ini muncul bersamaan dengan munculnya golongan khawarij.

Menurut sejarawan W. M. Watt, 20 tahun setelah kematian Muawiyah, dunia Islam diliputi pertikaian sipil, al-Mukhtar membawa paham Syiah ke kufah dari tahun 685 sampai 687 Masehi dan Ibnu Zubair mengklaim kekhalifahan di Mekah hingga yang berada dibawah kekuasaan Islam.

Sebagai respon dari keadaan ini muncullah gagasan arja’a atau penangguhan. Gagasan Ini pertama kali digunakan tahun 695 Masehi oleh cucu Ali bin Abi Tholib yaitu Hasan bin Muhammad Al Hanafiyah dalam sebuah surat pendeknya.

Dalam surat ini al Hasan menunjukkan sikap politiknya dengan mengatakan, “Kita mengakui Abu Bakar dan Umar tetapi menangguhkan keputusan atas persoalan yang terjadi pada konflik sipil yang pertama yang melibatkan Usman Ali dan Zubair.”

Dengan sikap politik ini al-Hasan mencoba untuk menanggulangi perpecahan umat Islam. Ia pun mengelak berdampingan dengan kelompok syiah yang terlampau mengagungkan Ali dan para pengikutnya. Serta menjauhkan diri dari Khawarij yang menolak mengakui kekhalifahan Muawiyah dengan alasan bahwa Muawiyah adalah keturunan si pendusta Khalifah Usman.

Baca Juga:  Sejarah Timbulnya Berbagai Firqah-firqah Islam

Teori lain yang mengatakan bahwa ketika terjadi perseteruan antara Ali dan Muawiyah dilakukan arbitrase atas usulan Amru bin ash tangan kanan Muawiyah. Kelompok Ali terpecah menjadi dua kubu yang pro dan yang kontra terhadap Ali bin Abi Tholib.

Kelompok yang kontra dengan Ali akhirnya keluar ari barisan. Mereka adalah khawarij yang memandang bahwa keputusan arbitrase bertentangan dengan Alquran. Oleh karenanya pelakunya melakukan dosa besar dan pelakunya dapat dihukum kafir sehingga harus dibunuh.

Pendapat seperti di atas itu ditolak oleh sebagian sahabat yang kemudian disebut Murji’ah yang mengatakan bahwa pembuat dosa besar tetaplah Mukmin tidak kafir. Sementara dosanya diserahkan kepada Allah apakah dia akan mengampuninya atau tidak.

Dengan demikian kaum Murji’ah pada mulanya merupakan golongan yang tidak mau ikut campur dalam pertentangan-pertentangan yang terjadi ketika itu dan mengambil sikap menyerahkan keputusan hukum kafir atau tidaknya seseorang yang bertentangan itu kepada Tuhan.

Dari yang awalnya hanya kepentingan politik akhirnya Murji’ah berpindah pula ke kepentingan akidah. Persoalan dosa besar yang ditimbulkan khawarij mau tidak mau menjadi bahan perhatian dan pembahasan pula bagi kaum murji’ah.

Jika kaum khawarij menjatuhkan hukum kafir bagi orang yang berbuat dosa besar, kaum Murji’ah berbeda. Mereka tetap menjatuhkan hukum mukmin bagi orang yang serupa itu. Adapun mengenai dosa besar yang mereka perbuat itu semua ditunda penyelesaiannya di hari perhitungan kelak.

Argumentasi yang mereka masukkan dalam hal ini ialah bahwa orang Islam yang berbuat dosa besar itu tetap mengakui bahwa tiada Tuhan selain Allah dan bahwa Nabi Muhammad adalah rasul-Nya.

Dengan kata lain orang serupa itu tetap mengucapkan kedua syahadat yang menjadi dasar utama dari iman oleh karenanya orang yang berdosa besar menurut pendapat golongan Murji’ah ini tetap mukmin dan bukan kafir.

Baca Juga:  Menelisik Sejarah Aliran Qadariyah dan Pemikiran Ekstrim Mereka

Perkembangan Aliran Murji’ah

Literatur mengenai pertumbuhan dan perkembangan pemikiran kaum murji’ah tidak terlalu banyak. Dengan demikian uraian mengenai perkembangan pemikiran dan perpecahan mereka tidak bisa dijelaskan secara gamblang sebagaimana halnya dengan kaum khawarij. Namun yang jelas kaum murji’ah juga pecah menjadi beberapa golongan kecil.

Lain halnya dengan kaum khawarij yang menekankan pemikiran pada masalah siapa dari orang Islam yang sudah menjadi kafir atau siapa yang telah keluar dari Islam.

Kaum murji’ah menekankan pemikiran yang sebaliknya yaitu siapa yang masih mukmin dan tidak keluar dari Islam. Namun itu tidak berarti bahwa mereka hanya membahas soal iman saja. Di samping itu mereka juga membahas soal Jabariyah atau fatalism dan soal qodariyah atau free will.

Golongan-golongan yang timbul dari perbedaan pendapat tentang soal-soal ini tidak sebanyak golongan-golongan yang terdapat dalam aliran khawarij. Pada umumnya kaum Murji’ah dapat dibagi dalam dua golongan besar yaitu golongan moderat dan golongan ekstrimis.

Golongan Murjiah moderat berpendapat bahwa orang yang berdosa besar bukanlah kafir dan tidak kekal dalam neraka namun akan dihukum dalam neraka sesuai dengan besarnya dosa yang dilakukannya. Selain itu ada kemungkinan bahwa Tuhan akan mengampuni dosanya dan oleh karena itu tidak akan masuk neraka sama sekali.

Sedangkan menurut golongan ekstrim, orang Islam yang percaya kepada Tuhan dan kemudian menyatakan kekufuran secara lisan tidaklah menjadi kafir. Karena iman dan kufur tempatnya hanyalah dalam hati bukan dalam bagian lain dari tubuh manusia.

Bahkan orang demikian juga tidak menjadi kafir walaupun ia menyembah berhala menjalankan ajaran-ajaran agama Yahudi atau agama Kristen, menyatakan percaya pada Trinity dan kemudian mati. Orang yang demikian bagi Allah tetap merupakan orang mukmin yang sempurna imannya. Itulah pendapat menurut kaum murji’ah ekstrim.

Baca Juga:  Sejarah Singkat Munculnya Aliran Jabariyah dan Paham Sesatnya

Doktrin-doktrin Murji’ah

Menurut W. M. Watt doktrin-doktrin murji’ah secara umum adalah sebagai berikut;

  1. Penangguhan keputusan terhadap Ali dan Muawiyah hingga Allah yang memutuskannya di hari kiamat kelak.
  2. Penangguhan Ali untuk menduduki rangking keempat dalam peringkat Al Khalifah Ar Rasyidin.
  3. Pemberian harapan terhadap orang muslim yang berdosa besar untuk mendapat ampunan dan rahmat dari Allah SWT.
  4. Doktrin doktrin murji’ah menyerupai pengajaran atau mazhab para skeptis dan empiris dari kalangan Helenis.

Sementara Abu a’la al Maududi menyebutkan dua ajaran paling pokok murji’ah yaitu:

  1. Iman adalah percaya kepada Allah dan rasulnya saja. Adapun amal dan perbuatan tidak merupakan suatu keharusan bagi adanya iman. Seseorang telah dianggap Mukmin walaupun meninggalkan perbuatan yang diwajibkan dan melakukan dosa besar.
  2. Dasar keselamatan adalah Iman semata. Selama masih ada iman di hati, setiap maksiat tidak dapat mendatangkan mudharat atas seseorang. Untuk mendapat ampunan manusia hanya cukup dengan menjauhkan diri dari syirik dan mati dalam keadaan aqidah tauhid.

Kesimpulannya adalah golongan murji’ah baik yang moderat maupun yang ekstrim telah hilang sebagai aliran yang berdiri sendiri. Namun dalam prakteknya masih terdapat sebagian umat Islam yang menjalankan ajaran ajaran sesat tersebut karena mungkin saja dengan tidak sadar mereka sebenarnya mengikuti ajaran-ajaran golongan murji’ah.

Arif Rahman Hakim
Sarung Batik

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *