Jazirah Arabia, Tempat yang Menjadi Sejarah Turunnya Al-Quran

Jazirah Arabia, Tempat yang Menjadi Sejarah Turunnya Al-Quran

Pecihitam.org- Sejarah Turunnya Al-Quran Bermula dari sebuah kawasan yang bernama jazirah Arabia, bertepatan pada 15 abad yang lalu Nabi Muhammad lahir sebagai pengemban risalah dari Allah SWT.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Jazirah Arabia yang menjadi sejarah tempat turunnya al-quran terletak di Asia Barat Daya, daerahnya terbentang luas dalam bentuk padang pasir dengan daerah perbatasan di sebelah Utara adalah negeri Syam, sebelah Timur dibatasi oleh Teluk Persi dan di sebelah Selatan dibatasi oleh dua lautan yaitu laut Hindia dan laut Merah.

Tempat yang menjadi sejarah turunnya al-quran ini (Jazirah Arabia) terbagi menjadi dua bagian penting yaitu Arabia Utara dan Arabia Selatan. Arabia Utara adalah penduduk yang menetap pada suatu perkampungan di daerah Yaman, Hadramaut, dan pemukiman seputar pantai.

Kehidupan mereka lebih maju karena mereka menetap (tidak berpindah-pindah) sehingga memudahkan untuk membangun sebuah peradaban. Bahasa yang mereka gunakan pun lebih bagus dan lebih teratur.

Sementara itu Arabia Selatan ditempati oleh masyarakat yang hidupnya berpindah-pindah (nomaden) mendiami daerah Hijaz dan Najd. Arabia dengan padang pasirnya merupakan daerah panas dan kering. Keadaan ini berimplikasi pada pola dan sistem kehidupan yang mereka jalani.

Orang-orang badawah adalah orang-orang pedalaman yang terdiri dari berbagai suku dan kehidupannya selalu berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain dan tidak pernah menetap pada satu daerah.

Mereka selalu mencari daerah yang subur untuk ditempati dan apabila tempat tersebut tidak subur lagi mereka pun pindah untuk mencari tempat lain. Mereka hidup dalam tenda-tenda yang dirancang sedemikian rupa untuk melindungi diri dari terik sinar matahari di musim panas dan cuaca lembab pada musim dingin.

Baca Juga:  Tadabbur Surah An Nisa Ayat 13-14; Tafsir dan Terjemahan

Kendaraan mereka adalah unta yang dipakai untuk barang-barang. Unta memang binatang yang disediakan khusus untuk daerah padang pasir. Binatang ini mampu mengarungi gurun selama 17 hari tanpa minum, karena punya persediaan air dalam tubuhnya. Dan ia pun siap melayani majikannya dengan kekuatan yang dimilikinya.

Karena kehidupan yang selalu berpindah-pindah dan selalu mencari daerah yang subur untuk ditempati maka kekuatan fisik sangat penting. Selain itu terbatasnya daerah subur mengakibatkan pertikaian antara suku yang satu dengan suku yang lainnya untuk mendapatkan daerah yang mereka inginkan. Peperangan menjadi hal yang biasa di kalangan mereka, bahkan menjadi ajang olah raga yang digemari.

Masyarakat Arab terdiri dari berbagai suku atau kabilah. Salah satu kabilah yang paling terkenal yang tinggal di kota Makkah adalah suku Quraisy. Mereka terkenal karena kemahirannya dalam berdagang serta karena merekalah yang mengendalikan ka’bah.

Ka’bah sebelum Islam, sudah merupakan tempat yang penting sebagai pusat kegiatan keagamaan.Orang-orang berdatangan untuk berziarah setahun sekali dari berbagai pelosok Arab, baik yang jauh maupun yang dekat.

Makkah merupakan kota yang cukup teratur dengan sistem pengaturan kota yang baik. Terlebih pada masa kepemimpinan Qushay telah dibentuk dewan-dewan yang bertanggungjawab pada tugasnya masingmasing.

Hijabah adalah bagian pemegang kunci Ka’bah, Siqayah bagian yang menyediakan air dan makanan untuk para peziarah, Rifadlah adalah bagian yang mengumpulkan dana dari si kaya untuk yang miskin, Qamariyyah dan Syamsiyyah adalah bagian yang menetapkan kalender berdasarkan perhitungan bulan dan matahari dan Da>r alNadwah adalah balai sidang.

Baca Juga:  Catatan Sejarah Kasus Korupsi di Zaman Rasul SAW

Hampir sebagian besar penduduk Makkah adalah pedagang. Mereka bepergian dalam bentuk kafilah besar melewati daerah-daerah yang dirasa menguntungkan untuk berdagang (QS. al-Quraisy [109]: 1-2).

Selain itu Makkah juga merupakan daerah rute perdagangan antar negara. Dengan dibukanya rute perdagangan ini memungkinkan Arab untuk berhubungan dengan dunia luar seperti Romawi dan Persia yang pada saat itu lebih maju kebudayaannya dibanding Arab. Dari Romawi mereka belajar tentang strategi perang sementara dari Persia belajar berbagai ilmu pengetahuan.

Kehidupan keagamaan penduduk Arabia bervariasi, tetapi yang paling banyak di antara mereka terutama orang Makkah adalah paganisme yakni menyembah berhala. Di bagian Arab pedalaman (badawah) mereka menganut animisme yaitu percaya kepada kekuatan alam.

Mereka menyembah bulan dan bintang, bahkan mereka juga menyembah para leluhurnya. Di Makkah mereka lebih senang menyembah berhala sebagai tuhannya. Berhala-berhala tersebut mereka beri nama tersendiri, bahkan terkadang masing-masing kabilah memiliki berhala andalan untuk disembah.

Diantara berhala-berhala mereka adalah Latta, Uzza, Manat, Qolas, Rudho, Riam, dan lain-lain. Akan tetapi, selain mereka mempercayai hal-hal tersebut di atas, mereka juga mempercayai adanya Allah, Tuhan atau Dewa sebagai suatu kekuatan transenden yang menguasai kehidupan mereka.

Penyembahan mereka terhadap berhala adalah sebagai sarana yang dapat mengantarkan doa mereka kepada Allah tersebut. Selain itu agama-agama yang dianut sebelum Islam juga sudah mengajarkannya, seperti Judaisme, Zoroaster, dan Kristen. Namun kepercayaan ini tidak begitu populer dan kurang diminati.

Baca Juga:  Meski Dipenjara, Hadratusysyeikh Berulang Kali Khatamkan Qur'an dan Kitab Hadits

Sistem kekeluargaan berdasarkan patriakal (keturunan garis laki-laki) secara langsung dari leluhur hingga ke bawah. Keberadaan seseorang dilihat dari segi kegagahan dan kekuatan dalam menghadapi musuh.

Dengan demikian keberadaan perempuan dan anakanak dikesampingkan dan dianggap sebagai warga kelas dua dalam keanggotaan kelompok karena mereka lemah.Pemberian tugas, hak dan status hanya untuk laki-laki dewasa.

Mereka sangat membanggakan sukunya (ashabiyyah) atas suku yang lain dan saling berselisih tentang suku mana yang paling mulia diantara mereka. Selalu mendahulukan hawa nafsunya dari akalnya.

Peperangan dan balas dendam merupakan hal yang biasa. Berjudi, minum minuman keras dan pelacuran mendapat tempat yang layak dan kegiatan rutin yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan mereka.

Sifat-sifat seperti itulah yang kemudian disebut sebagai jahiliyah, bukan berarti kebodohan dalam bidang intelektual tetapi kebodohan dari petunjuk Ilahi dalam menuntun hidupnya. Dan kepada masyarakat seperti inilah Allah menurunkan Alquran melalui Muhammad sebagai pengemban risalahnya.

Mochamad Ari Irawan