Shalat Jumat Bagi Wanita, Bagaimana Hukumnya?

shalat jumat bagi wanita

Pecihitam.org – Kewajiban yang harus dilaksanakan umat Islam setiap hari Jumat yaitu shalat Jumat. Apabila ada seorang muslim yang meninggalkan shalat Jumat selama tiga kali berturut-turut tanpa adanya udzur, maka Allah akan mengunci mata hatinya. Ketentuan ini berlaku terutama bagi laki-laki. Lantas, bagaimana pelaksanaan shalat Jumat bagi wanita? Apakah shalatnya sah? Lalu, apakah perempuan yang melaksanakan shalat Jumat juga harus menunaikan shalat Dhuhur?

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Pertama-tama, kita harus mengetahui dulu kedudukan perempuan dalam pelaksanaan shalat Jumat. Melaksanakan shalat Jumat bagi wanita tidaklah wajib. Hal ini berdasarkan hadits sebagai berikut:

الجمعة حق واجب على كل مسلم في جماعة إلا أربعة عبد مملوك أو امرأة أو صبي أو مريض

(2) رواه النسائي عن حفصة رضي الله عنها، ورواه أبو داود عن طارق بن شهاب بلفظ «الجمعة حق واجب على كل مسلم في جماعة إلا أربعة: عبد مملوك، أو امرأة، أو صبي، أو مريض» (نيل الأوطار:226/3).

“Shalat Jumat kewajiban bagi setiap orang muslim secara berjamaah kecuali bagi hamba sahaya, perempuan, anak kecil dan orang sakit” (HR. An-Nasaa-I dari Hafshah, Abu Daud dari Thaariq Bin Syihab Nail al-Authaar III/226)

Hal ini juga diperkuatan dengan sabda Rasulullah SAW:

ولا تجب علي المرأة لما روى جابر قال ” قال رسول الله صلى الله عليه وسلم من كان يؤمن بالله واليوم الآخر فعليه الجمعة الا على امرأة أو مسافر أو عبد أو مريض حديث جابر رواه أبو داود والبيهقي” ولانها تختلط بالرجال وذلك لا يجوز)

Baca Juga:  Najis dalam Islam; Macam dan Cara Menyucikannya

Artinya: Shalat Jumat tidak diwajibkan bagi perempuan berdasarkan hadits riwayat shabat Jabir ra, ia berkata “Rasulullah shallaalu alaihi wa sallam bersabda : “Barang siapa iman kepada Allah dan hari akhir maka wajib baginya shalat jumat kecuali bagi perempuan, orang bepergian, hamba dan orang sakit” (HR. Abu Daud dan Baehaqi)

Shalat Jumat bagi perempuan hukumnya tidak wajib. Akan tetapi, tidak ada larangan bagi perempuan untuk menunaikan shalat Jumat. Boleh-boleh saja ia melaksanakannya. Shalat Jumat yang dilakukan perempuan tetap dihukumi sah. Artinya, ia tidak perlu shalat dhuhur setelahnya. Hal ini sesuai dengan penjelasan sebagai berikut:

Dalam kitab Nihayatu az-Zain, Syaikh Muhammad Nawawi Al-Bantani menjelaskan sebagai berikut:

ومن صحت ظهره ممن لا تلزمه جمعة صحت جمعته وتغني عن ظهره كالصبي والعبد والمرأة والمسافر.

Waman shohhat duhruru minman la talzamuhu jumuatun shohhat jumuatuhu wataghna ‘an dluhrihi kashshobiyyi wal’abdi walmar’ati walmusafiri.

“Orang yang sah salat duhur dan tidak memiliki kewajiban salat jum’at, maka jum’atnya tetap sah. Seperti anak kecil, budak sahaya, perempuan, dan musafir.” (Nihayatu az-Zain, h. 136)

Syaikh Muhammad Nawawi Al-Bantani menjelaskan tentang shalat Jumat. Menurut beliau, kategori dalam shalat Jumat ada enam, yaitu:

  1. Wajib shalat dan terbilang sebagai kaum Jumat yaitu mereka adalah kaum laki-laki yang memang penduduk tetap dalam satu wilayah.
  2. Tidak wajib shalat jumat akan tetapi terbilang kaum Jumat yaitu orang yang memiliki uzur yang dibenarkan syariat. Seperti yang sedang dalam perjalanan jauh hingga membolehkan men-jama’ shalatnya.
  3. Wajib shalat Jumat namun tidak terhitung kaum Jumat akan tetapi salatnya tetap sah yaitu orang yang menetap sementara (muqim), misalkan santri.
  4. Wajib shalat Jumat tetapi tidak terhitung kaum Jumat, dan shalatnya tidak sah. Yaitu orang murtad atau keluar dari agama islam.
  5. Tidak wajib tapi shalatnya tetap sah yaitu para perempuan.
  6. Serba tidak.  Tidak sah, tidak wajib,  dan tidak terhitung kaum Jumat yaitu orang gila.
Baca Juga:  Definisi Illat dan Penggalian Hikmah Mengqashar Shalat Melalui Metode Illat

Hukum shalat Jumat adalah fardlu ‘ain bagi laki-laki apabila terpenuhi syarat-syarat wajibnya. Hal ini dijelaskan dalam firman Allah SWT:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نُودِي لِلصَّلاةِ مِن يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَى ذِكْرِ الله وَذَرُوا الْبَيْعَ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَّكُمْ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ

Artinya: “Hai orang-orang beriman, apabila kamu diseru untuk menunaikan shalat Jumat, maka bersegeralah kamu mengingat Allah. Tinggalkanlah jual-beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui,” (Surat Al-Jumu‘ah ayat 9).

Sedangkan yang dimaksud dengan memiliki udzur yang dibenakan syariat salah satu contohnya adalah sakit seperti yang dijelaskan berikut ini:

فِيهِ أَنَّ الْمَرِيضَ لَا تَجِبُ عَلَيْهِ الْجُمُعَةُ إِذَا كَانَ الْحُضُورِ يَجْلِبُ عَلَيْهِ مَشَقَّةً وَقَدْ أَلْحَقَ بِهِ الْإِمَامُ أَبُو حَنِيفَةَ اَلْأَعْمَى وَإِنْ وَجَدَ قَائِدًا لِمَا فِي ذَلِكَ مِنَ الْمَشَقَّةَ وَقَالَ الشَّافِعِيُّ إِنَّهُ غَيْرُ مَعْذُورٍ عَنِ الْحُضُورِ إِنْ وَجَدَ قَائِدًا

Baca Juga:  Keutamaan Shalat Berjamaah Dalam Riwayat Nabi Muhammad

“Dalam hadits ini menjelaskan bahwa orang yang sakit tidak wajib atasnya shalat Jumat apabila kehadirannya dapat menimbulkan masyaqqah. Imam Abu Hanifah menyamakan orang buta dengan orang sakit meskipun ia mendapati orang yang menuntunnya, karena adanya masyaqqah. Sedang imam Syafii berpendapat bahwa orang buta bukanlah orang yang udzur dari mengikuti shalat Jumat jika ada yang menuntunnya” (Abu Thayyib Muhammad Syams al-Haq al-Azhim Abadi, ‘Aun al-Ma’bud Syarhu Sunani Abi Dawud, Bairut-Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, cet ke-2, 1415 H, juz, 3, h. 278)

Di sini, kita bisa mengambil kesimpulan bahwa shalat jumat bagi wanita hukumnya boleh. Boleh dikerjakan dan boleh juga tidak. 

Ayu Alfiah

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *