Silaturahmi Secara Virtual: Trend Masa Kini yang Belum Ada di Zaman Nabi

silaturahmi virtual

Pecihitam.org – Silaturrahmi dalam bahasa arab terdiri dari dua kata, yaitu shilah yang berarti relasi atau hubungan dan ar-rahim yang berarti kasih sayang. Jika keduanya digabungkan menjadi hubungan yang didasari oleh kasih sayang. Mustahil suatu hubungan dibentuk tanpa adanya kasih sayang. Oleh karenanya, silaturrahmi harus menjadi dua kata yang digabungkan maknanya.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Pada umumnya, silaturrahmi dilakukan dengan bertatap muka secara langsung yang dilanjutkan dengan obrolan santai dari keduanya. Namun di masa pandemi COVID 19 ini, gaya silaturahmi menjadi berbeda. Silaturahmi berjalan dengan menggunakan telepon pintar secara virtual tanpa adanya pertemuan raga diantara keduanya. Jelas cara seperti ini belum ada di zaman Nabi karena keterbatasan alat komunikasi di masa itu.

Tentunya sebagai pengguna kita harus memperhatikan dan melihat secara teliti bagaimana konsep komunikasi yang ita jalani, agar nantinya komunikasi yang ada tidak merusak nilai-nilai yang sudah dibangun sekian lamanya.

Barangkali masa pandemi mengajarkan kita tentang arti penting menerima keadaan dengan keikhlasan. Budaya komunikasi yang sudah dirancang secara alami, perlahan diganti dengan gawai yang sudah terdaftar berbagai macam aplikasi.

Baca Juga:  Ulama adalah Ujung Tombak dalam Menangkal Radikalisme dan Kelompok Anti Pancasila

Jika sebelumnya silaturahmi dilakukan dengan memeluk rindu keluarga, kini jalan silaturrahmi dijalani dengan menatap layar kaca. Mungkin inilah cara terbaik yang bisa dilakukan untuk menghindari bahaya. Dan mungkin cara seperti inilah yang bisa dilakukan untuk membentuk persahabatan sekaligus memukul mundur virus corona yang terus menghantam.

Silaturahmi secara virtual menjadi satu-satunya jalan efektif dalam menjembatani komunikasi di masa pandemi. Whatsapp, instagram, facebook, twitter, dan aplikasi sejenisnya menjadi jalan terhubungnya dua rindu yang ingin bertemu. Meski tak begitu mesra, tapi setidaknya rasa rindu sudah terobati setengahnya.

Dalam silaturrahmi secara virtual ada berbagai macam kendala yang tidak terjadi dalam silaturrahmi biasa. Misalnya kedekatan antara keduanya menjadi terganggu. Pada keadaan biasa, orang tua biasa memeluk anaknya untuk mengungkapkan rindu yang sudah tidak terhitung jumlahnya. Begitu pula sang anak, biasanya melakukan cium tangan sebagai tanda penghormatan dirinya kepada orang tua.

Baca Juga:  Peringatan Maulid Nabi Muhammad dan Spirit Berislam di Indonesia

Kemudian isi pembicaraan yang biasanya menjadi curhat berkepanjangan, kini mungkin dirubah hanya menjadi sapaan. Maka yang akan terjadi adalah merenggangnya kehangatan. Anak bisa menjadi pribadi yang dingin dan tidak suka berterus terang. Semakin sedikit kata yang keluar dari mulut anak kepada orang tuanya. Jika sudah seperti ini, hubungan antara keduanya bisa terancam renggang.

Akhirnya suasana hati pun ikut berubah. Anak menjadi pribadi yang tidak membutuhkan orang yang jauh darinya. Dalam hidupnya, yang terpenting hanyalah orang-orang disekitarnya bukan orang di luar jangkauannya. Karena hanyalah yang dekat yang bisa membantu dan hanya orang terdekat yang bisa menghibur dikala kesedihan bertemu.

Model komunikasi secara virtual seperti inilah yang seharusnya dihindari. Menjadikan komunikasi hanya sebagai basa basi dan rutinitas belaka. Mengobrol hanya untuk menyapa orang tua atau saudara tanpa didasari keinginan lebih untuk mendekatkan diri.

Kecenderungan model komunikasi virtual tersebut akan berakibat pada kebosanan. Dan bila dilanjutkan bisa menjadi putusnya jalinan persaudaraan akibat malas menyapa kepada saudara sebab anggapan tidak penting.

Baca Juga:  Mengapa Anak Kita Harus Masuk Pondok Pesantren?

Maka sudah seharusnya mengobrol secara virtual dilakukan dengan rasa rindu ingin bertemu yang dilengkapi rasa kehangatan. Mengobrol dengan leluasa, berbicara sebagus mungkin untuk menjalin keakraban.

Meski banyak mengalami kendala, setidaknya jika pola obrolan kita menyenangkan, maka persaudaraan akan tetap berjalan. Tanpa adanya makanan ataupun bingkisan, asal mulut dan hati kita difokuskan untuk mengungkapkan rasa kerinduan, tidak akan ada rasa keretakan dalam persaudaraan.  

Muhammad Nur Faizi