Sitru dan Tajalli, Inilah Alasan Kenapa Allah Membatasi Penglihatan Para Salik

Sitru dan Tajalli, Inilah Alasan Kenapa Allah Membatasi Penglihatan Para Salik

Pecihitam.org- Sitru dan Tajalli adalah istilah yang terdapat dalam kajian tasawuf, dimana dijelaskan bahwa orang awam dalam ketertutupan sitru (tutup) dan orang khusus dalam keabadian tajalli (tampak).

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Dalam hadis dijelaskan bahwa Allah jika menampakkan diri-Nya (sifat-sifat dan nama-­nama-Nya) pada sesuatu, maka sesuatu itu pasti tunduk kepada­Nya.

Pemilik sitru (salik yang berada di maqam sitru) berada dengan sifat kesaksiannya, dan pemilik tajalli selamanya berada dengan sifat ketundukannya.

Kehidupan orang-orang yang awam berada dalam keadaan tajalli dan kesengsaraan mereka, dalam keadaan sitru. Adapun orang-orang yang khusus berada di antara kehilangan akal dan hidup karena mereka menjadi linglung ketika Tuhan ber-tajalli sifat kesaksiannya, dan pemilik tajalli selamanya berada dengan sifat ketundukannya.

Sitru bagi hamba yang awam adalah siksaan dan rahmat bagi hamba yang khusus (seorang sufi yang telah mencapai ting­katan khusus), karena seandainya Dia tidak menutupi mereka (orang-orang khusus) atas apa-apa yang dengannya mereka men­jadi tersingkap, maka mereka pasti musnah ketika berada di ke­kuasaan AI-Haqq. Akan tetapi, Dia menampakkan (tajalli) pada mereka sebagaimana menutup (sitru) mereka sehingga mereka tidak musnah.

Baca Juga:  Idlfin! Benamkanlah Diri dalam Kesunyian

Manahur Al-Maghribi menceritakan tentang seorang fakir yang mendatangi (untuk mencari pertolongan) seorang Arab yang hidup berkecukupan, lalu seorang pemuda menolongnya.

Ketika pemuda ini sedang melayani si Fakir, tiba-tiba dia pingsan (sitru). Si Fakir heran, kemudian bertanya (pada orang-orang di sekitamya) tentang keadaannya, lalu oleh mereka dijawab:

“Pemuda itu mempunyai saudara sepupu wanita yang telah lama dirindukannya. Suatu saat saudaranya itu lewat dan masuk ke dalam perkemahan wanita. Namun, sebelum masuk ke per­kemahan, puncung pakaiannya tersingkap diterbangkan angin dan pemuda itu melihatnya sehingga membuatnya pingsan seke­tika.”

Beberapa hari kemudian si Fakir mendatangi pintu perke­mahan si gadis dan berkata kepadanya dari arah luar,

“Seorang pemuda aneh mempunyai kehormatan dan hak pada diri kalian (si anak gadis dan keluarganya). Sekarang saya datang kepadamu meminta belas kasihan untuknya tentang keinginan pemuda aneh itu. Bersimpatilah kepadanya yang dia telah lama sangat mencin­taimu.”

“Subhaanallah, engkau seorang pria yang berhati bersih, sementara dia seorang pemuda yang tidak mampu menyaksikan ketersingkapan puncung pakaianku, maka, bagaimana dia mam­pu menggauliku?” Jawab si gadis.

Baca Juga:  Pesan Habib Luthfi Kepada Mahasiswa Ahlith Thariqah Al-Mu’tabarah An-Nahdhiyah ( MATAN )

Kehidupan orang-orang yang awam berada dalam keadaan tajalli dan kesengsaraan mereka, dalam keadaan sitru. Adapun orang-orang yang khusus berada di antara kehilangan akal dan hidup karena mereka menjadi linglung ketika Tuhan ber-tajalli. dan dikembalikan pada nasib kehidupannya ketika Tuhan menu­tupi (sitru) mereka.

Dikatakan bahwa ketika Al-Haqq berfirman pada Musa AS, “dan apa itu yang berada di tanganmu, hai Musa.” (Thalia: 17) tak lain bertujuan untuk menutupi Musa dengan sebagian sesuatu yang dapat menyebabkannya tertutup dengan sebagian sesuatu yang dapat membuatnya tersingkap secara tiba-tiba saat mendengarkan-Nya.

Memohon ampun hakikatnya mencari penutup (sitru) dan am­punan adalah tutupnya. Seakan-akan seseorang yang mohon ampun mengabarkan bahwa dirinya mencari penutup, artinya ketika terkaman Al-Haqq (ketersingkapan hakikat) membersit di hatinya.

Baca Juga:  Uzlah, Jalan Sunyi Munuju Tuhan bagi Para Sufi

Dengan demikian, tidak ada ketetapan bagi makhluk saat ber­sama keterwujudan Al-Haqq. Dalam suatu hadis dijelaskan: “Seandainya tersingkap wajah-Nya, niscaya keagungan kesucian wajah-Nya membakar semua yang diketahui penglihatan.”

Ada seorang Sufi mengatakan: “Pembukaan (Tajalli) itu adalah menyingkap hijab dari hamba dan ini bukan lah berarti ada pertukaran dalam zat Allah itu, Menutup hijab juga berarti sifat kehambaan menutup pandangan hamba itu untuk melihat yang ghaib.

Mochamad Ari Irawan