Pecihitam.org – Perubahan akan kehidupan manusia adalah suatu keniscayaan yang tidak bisa dihindari oleh setiap makhluk didunia ini. Dalam Al-Qur’an sudah disebutkan bahwa pelaku perubahan untuk kehidupan itu hanya ada dua yakni Tuhan dengan manusia.
Manusia sepatutnya memberikan arah perubahan kehidupan manusia ke arah yang baik. Akan tetapi perubahan tersebut akan selalu berimbang antara haq dengan yang bathil. Namun dalam setiap arus perubahan akan ada hikmah yang bisa diambil untuk menjadi bekal pembelajaran yang berarti bagi manusia.
Runtuhnya suatu Imperium besar di tanah jawa yakni Kerajaan Majapahit yang berabad-abad lamanya menjadi penguasa besar di Asia Tenggara kemudian hilang. Akan tetapi hilangnya imperium besar tersebut tidaklah hilang begitu saja melainkan melahirkan sebuah kerjaan Islam pertaman ditanah jawa yaitu Kerajaan Demak Bintoro, yang Raja pertamanya Raden Patah masih keturunan dari Majapahit yakni Raja Brawijaya V.
Maka dapat kita ambil kesimpulan bahwa perubahan besar yang terjadi akan menghasilkan suatu hikmah yang besar pula. Seperti halnya Suluk wujil yang menjadi sebuah hikmah dalam proses perubahan kehidupan manusia jawa pada masanya.
Suluk wujil sendiri lahir pada masa perubahan dari Hindu ke Islam, baik itu dalam hal Agama, Intelektual maupun Budaya. Sehingga menjadi buah karya yang mencatat pelajaran penting dari arus perubahan besar yang terjadi di tanah jawa.
Melanjutkan dari suluk wujil sunan Bonang bagian pertama:
Pupuh enam : “Sang Ratu wahdat mesem ing lathi, heh ra wujil kapo kamangkara, tan samanya pengucape, luwih anuhun bendu, atunira taha managih dening ing sakarya, kangb sampun alebu, tan padhitane dunya, yen adol warta tuku warta ing tulis, angur aja wahdat”.
Artinya adalah : “Ratu wahdat hanya tersenyum dan berkata, hai wujil sungguh nakal kamu ini, ucapanmu itu tidak umum, kamu terlalu berani ingin memperoleh imbalan atas apa yang kamu lakukan kepadaku, tidak pantas aku disebut suci, andai aku hanya mengharapkan imbalan dari jerih payah mengajarkan ilmu, jika itu yang kulakukan, tidak perlu aku dipanggil Ratu wahdat”. Maksudnya adalah apa yang diutarakan wujil itu terlalu terus terang dan penuh dengan rasa ingin tahu yang besar sehingga merendahkan diri sendiri.
Pupuh tujuh : “kang adol warta tuku warti, kumisum kaya-kaya weruha, mangke ke andhe-andhene, awarna kadi kunthul, ana tapa sajero ning warih, meneng tan kena obah, tinggalipun terus, ambek sadu anon mangsa, lir antelu ptihe putih ing jawi, ing jero kaworan rakta”.
Artinya : “siapapun mengharapkan imbalan demi ilmu yang ditulisnya, dia hanya akan memuaskan dirinya sendiri dan pura-pura tahu segalanya, sperti bangau disungai diam termenung tanpa gerak, pandangannya tajam pura-purq suci dihadapan mangsanya ikan-ikan, ibarat telur dari luar terlihat putih nanun isinya berwarna kuning”. Maksudnya adalah jangan menjadi orang yang ya pura-pura terlihat tau segalanya padahal tidak tahu apa-apa.
Pupuh delapan : surup ing arka aganti wengi, pun wujil anuntu maken wraksa, badhi yen aneng dagane patemane sang wiku, ujung tepining wahudadi, aran dhekeh ing benang, saha sunya samun, anggar yang tan ana pala boga, anging jraking sagara nempuhi parang rong asiluman”.
Artinya : “matahari terbenam, malam tiba wujil menumpuk potongan kayu membuat perapian, memanaskan tempat persujudan sang syekh, ditepi pantai sunyi di bonang, desa itu gersang bahan makanan tak banyak, hanya gelombang laut memukul batu karang dan menakutkan”.
Pupuh sembilan : “Sang ratu wahdat lingira aris, heh ra wujil marengke den enggal, trus den cekel kekucire, sarwi den elus-elus tiniban ing sabda wadi, ra wujil rungokena, sasmita katengsun, lamon sira kalebua ing naraka ingsung dewek anglebonu, aja kang kaya sira”.
Artinya : “Sang ratu wahdat berkata lembut, hai wujil kemarilah, dipegangnya kuncir rambut wujil sambil diusap-usap tanda kasih sayangnya, wujil, dengar jika sekarang kau harus masuk neraka karena kata-kataku aku akan menyusulmu menggantikan tempatmu”. Ini menceritakan tentang kedekatan hubungan guru dengan murid yang sudah saling percaya satu sama lain dan percaya atas keesaan tuhannya
Pupuh sepuluh : “Sigra pun wujil atur subakti, matur sira ing guru adimulya sakalangkung panuwune, sampun rekeh pukulun, lehen dasih rekeh pun wujil, manjingan ing naraka pun wujil sawagung, pan sami weruh ing kalinga, guru lan siswa tan asalayah kapti, kapti saekapraya”.
Artinya : “Dengan hormat wujil menyembah sambil mengatakan terimakasih kepada sang syekh, wujil berkata, jangan syekh lebih baik hamba wujil yang masuk neraka biarkan wujil sendiri, karena keduanya sudah tahu maksudnya maka antara sang guru dan murid itu tidaj pernah berselisih faham, mereka selalu kompak”. Penggambaran Kedekatan seorang murid yang selalu manut kepada gurunya.
Pupuh sebelas : “Pangetisun ing sira ra wujil, den yatna uripira neng dunya ywa sumabaraneng gawe, kawruhana den estu sariranta pan dudu jati, kang jati dudu sira, sing sapa puniku, weruh rekeh ing sarira, mangka sasat wruh sira maring hyang widi, iku marga utama”.
Artinya : “Ingatlah wujil, waspadalah! Hidup didunia ini jangan ceroboh dan gegabah, sadarilah dirimu bukan yang haq dan yang haq bukan dirimu, orang yang akan mengenal dirinya akan mengenal tuhan, asal usul semua kejadian inilah jalan makrifat tuhan jalan yang sejati”. Peringatan guru terhadap muridnya untuk lebih mendekatkan diri kepada tuhannya dan mampu memilah jalan hidupnya.
Dalam pupuh-pupuh suluk wujil diatas kita diajarkan oleh kanjeng sunan Bonang bahwa manusia dan Tuhan itu adalah dua entitas yang berberbeda meskipun manusia merupakan cerminan dari Tuhannya. Artinya kanjeng sunan bonang ingin menegaskan berbedaan manusia dengan Tuhan tetapi relasi keduanya tidaklah dapat dipisahkan, sebab citra Tuhan juga terdapat dan melalui manusia sebagai ciptaan-Nya.
Sedangkan menurut Sri Harti Widyastuti dalam bukunya “Suluk Wujil : Suntingan Teks dan tinjauan semiotik” mengatakan bahwa suluk wujil ini penuh dengan simbol-simbol yang bisa menstimulus manusia agar bisa saling peka dan mengerti akan arti dari ajaran Tuhan yang tersemat dalam berbagai macam simbol kehidupan. Sebab itu wajar apabila Suluk Wujil sunan Bonang ini disebut-sebut sebagai ajaran yang rahasia. Wallahu a’lam. Demikian semoga bermanaat, Tabik.!