Sunnatullah (Hukum Ketetapan Allah), Samakah dengan Kausalitas?

sunnatullah

Pecihitam.org – Segala sesuatu yang ada di alam semesta ini disebut juga makhluk atau yang diciptakan. Dan sudah pasti jika ada yang diciptakan tentu saja ada yang Mencipta yaitu Tuhan. Sebagai makhluk yang diciptakaan, alam, manusia dan makhluk lainnya berlaku hukum tunduk dan patuh pada ketentuan serta ketetapan Tuhan atau disebut juga dengan Sunnatullah (hukum Allah Swt).

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Meski tidak asing dengan istilah ini, namun sebagian umat Islam mungkin masih belum memahami apa itu sunnatullah. Karena itu, perlu untuk dikaji dan dipahami lebih dalam lagi mengenai hukum Allah atau Sunnatullah ini.

Daftar Pembahasan:

Apa Itu Sunnatullah?

Sunnatullah adalah kebiasaan atau cara Allah dalam mengatur alam semesta beserat isinya. M. Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Misbah menjelaskan, secara bahasa sunnatullah terdiri dari kata sunnah dan Allah. Kata sunnah berarti kebiasaan, yaitu kebiasaan-kebiasaan Allah dalam memperlakukan masyarakat. (Tafsir Al-Misbah Vol.13. hlm. 205).

Sedangkan secara istilah, KBBI mendefinisikan sunnatullah sebagai hukum-hukum Allah yang disampaikan kepada umat manusia melalui para rasul, undang-undang keagamaan yang ditetapkan oleh Allah yang termaktub di dalam Al-Quran, dan hukum alam yang berjalan tetap dan otomatis.

Dalam Al-Quran kata sunnatullah dan yang semakna dengannya terulang sebanyak 13 kali. Seperti misalnya dalam surah QS al-Ahzab: 38 yang artinya:

Tidak ada suatu keberatanpun atas Nabi tentang apa yang telah ditetapkan Allah baginya. (Allah telah menetapkan yang demikian) sebagai sunnah-Nya pada nabi-nabi yang telah berlalu dahulu. Dan adalah ketetapan Allah itu suatu ketetapan yang pasti berlaku.

QS Ghafir ayat 85 yang artinya:

Maka iman mereka tiada berguna bagi mereka tatkala mereka telah melihat siksa Kami. Itulah sunnah Allah yang telah berlaku terhadap hamba-hamba-Nya. Dan di waktu itu binasalah orang-orang kafir.

Seluruh kata tersebut mengacu kepada hukum-hukum Allah yang berlaku kepada manusia.

Baca Juga:  Masjid Istiqlal: Masjid Terbesar di Asia Tenggara Kebanggaan Indonesia

Dalam buku Ensiklopedi Islam, sunatullah diartikan sebagai jalan, perilaku, watak, peraturan atau hukum, dan hadis. Sunatullah merupakan ketentuan-ketentuan, hukum-hukum, atau ketetapan-ketetapan Allah SWT yang berlaku di alam semesta. (Ensiklopedi Islam Jilid IV).

Sejak alam semesta ini diciptakan, Allah SWT telah menetapkan hukum-hukum yang berlaku padanya. Sehingga alam semesta berjalan sesuai dengan hukum yang ditetapkan-Nya tersebut. Tunduk dan patuhnya alam terhadap hukum Allah SWT tersebut sebagaimana diterangkan di dalam Alquran surah an-Nahl ayat 17, yang artinya:

“Dan Dia menundukkan malam dan siang , matahari dan bulan untukmu. Dan bintang-bintang ditundukkan (untukmu) dengan perintah-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar ada tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang memahami (nya).” (QS an-Nahl: 17).

Buya Hamka mengibaratkan bahwa keadaan sunnatullah tersebut sama dengan air hilir. Dia pasti menuruti aturan yang ditetapkan Allah SWT, yaitu mengalir ke tempat yang lebih rendah, mengisi tempat yang kosong yang didapatinya dalam pengaliran tersebut.

Sifat Sunnatullah

Ada tiga sifat utama sunnatullah, yakni: pasti, tetap, dan objektif.

1. Sifat sunnatullah adalah pasti

Misalnya, api memiliki sifat panas, air memiliki sifat mengalir, telur ayam akan keluar anak ayam tidak mungkin keluar kambing dll. Dengan sifat pasti inilah manusia dapat mempelajari, meneliti dan mengeksplorasi fenomena yang timbul di alam semesta.

Sifat sunnatullah yang pasti iniilah yang akan menjamin dan memberi kemudahan kepada manusia dalam membuat rencana. Misalnya seseorang yang memanfaatkan sunnatullah dalam merencanakan satu pekerjaan yang besar, tidak perlu ragu akan ketetapan perhitungannya, karena semua sudah terukur dengan pasti.

2. Sifat sunnatullah tetap, tidak berubah-ubah

Hal ini dibuktiikan dengan keteraturan sistem di alam semesta, bintang-bintang, matahari, bumi, bulan dan planet-planet lain yang senantiasa berotasi melalui garis edarnya masing-masing, tidak akan saling bertubrukan. Keteraturan dan keseimbangan merupakan suatu sifat yang tetap dan tidak akan berubah.

Baca Juga:  Ibadah dalam Masa Pandemi: Kritik Fatwa Ustadz Jawwas

Contoh lainnya, manusia yang memang sudah terlahir sebagai laki-laki tidak mungkin ia akan berubah menjadi perempuan. Hal ini sudah pasti, meski seseorang tersebut mengaku berganti kelamin sekalipun dengan jalan operasi, namun hakikatnya ia tetap laki-laki dan sebaliknya.

Segala tingkah laku dan perilau alam yang bersifat tetap, dijelaskan sebagaimana dalam firman Allah Swt yang artinya,

سُنَّةَ ٱللَّهِ ٱلَّتِى قَدْ خَلَتْ مِن قَبْلُ ۖ وَلَن تَجِدَ لِسُنَّةِ ٱللَّهِ تَبْدِيلًا

“Sebagai suatu sunatullah yang telah berlaku sejak dahulu, kamu sekali-kali tiada akan menemukan perubahan bagi sunatullah itu,” (QS al Fath: 23).

3. Sifat sunnatullah adalah objektif

Objektif dalam arti bahwa alam ini tak pilih kasih, misalkan orang yang terjun kedalam lautan padahal ia tidak bisa berenang dan tidak memakai alat menyelam, maka secara objektif ia pasti akan mati tenggelam meskipun ia adalah seorang ahli ibdadah, rajin sedekah sekalipun.

Sedangkan orang kafir yang terjun ke lautan, namun memenuhi sunnatullah dengan menggunakan alat dan ilmu menyelam yang memadai maka ia akan selamat.

Hal ini membuktikan sunnatullah itu objektif, tak pilih kasih, siapa saja yang melanggar, akan kena hukuman-Nya, apapun alasan pelanggaran itu, termasuk kejahatan dan kealpaan.

Sunnatullah sangat berkaitan dengan perjalanan hidup manusia. Siapa yang salah maka ia terhukum, siapa yang benar maka ia menang. Banyak sekali orang yang melakukan hal buruk, suatu saat pasti terbalas, dan begitu juga sebaliknya. Setiap ada pelanggaran di dalamnya, pasti akan ada reaksi negatif yang muncul.

Samakah Sunnatullah dengan Hukum Kausalitas?

Dalam pemikiran barat, isitilah sunnatullah seringkali disandingkan dengan istilah hukum kausalitas (hukum sebab akibat). Padahal, di antara keduanya terdapat perbedaaan yang sangat mendasar.

Baca Juga:  Kemuliaan Bulan Dzulhijjah menurut Syaikh Daud bin Abdullah Al-Fathani

Di dalam konsep barat, hukum kausalitas tersebut menafikan adanya kekuasaan dan kehendak Tuhan. Dalam arti lain didasarkan atas potensi suatu benda atau usaha manusia saja.

Sementara, Sunnatullah dalam pandangan Islam, justru faktor di luar diri manusia dan benda itulah yang menentukan hasil akhir dari hukum kausalitas tersebut.

Dengan demikian, hukum sebab-akibat atau hukum kausalitas dalam Islam diyakini bahwa pada hakikatnya bukanlah sebab-sebab itu yang membawa akibat. Namun, akibat itu muncul karena Allah SWT yang menghendakinya.

Misalnya, meski alam semesta dengan segala isinya mengikuti sunnatullah, dengan karakteristik yang pasti, tidak berubah dan objektif, namun ada peristiwa-peristiwa khusus yang Allah tunjukkan kepada manusia sebagai tanda kebesaran-Nya.

Ketentuan Allah yang berlaku terhadap segala ciptaan-Nya di alam ini sudah ada sejak dulu sampai sekarang. Karena itu, umat Islam dituntut untuk selalu melakukan perjalanan dan penyelidikan di bumi. Sehingga kita dapat sampai kepada suatu kesimpulan bahwa Allah dalam ketentuan-Nya telah mengikatkan antara sebab dengan musababnya.

Di dalam Alquran surat Ali Imran ayat 137 Allah Swt berfirman,

قَدْ خَلَتْ مِن قَبْلِكُمْ سُنَنٌ فَسِيرُوا۟ فِى ٱلْأَرْضِ فَٱنظُرُوا۟ كَيْفَ كَانَ عَٰقِبَةُ ٱلْمُكَذِّبِينَ

“Sesungguhnya telah berlaku sebelum kamu sunnah-sunnah Allah. Karena itu berjalanlah kamu di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana akibat orang-orang yang mendustakan rasul-rasul.” (QS Ali Imran: 137)

Wallahua’lam bisshawab.

Arif Rahman Hakim
Sarung Batik