Surah Al-Ahzab Ayat 53-54; Terjemahan dan Tafsir Al-Qur’an

Surah Al-Ahzab Ayat 53-54

Pecihitam.org – Kandungan Surah Al-Ahzab Ayat 53-54 ini, Allah mengajarkan sopan santun atau etika terhadap rumah tangga Nabi saw. Allah melarang orang-orang yang beriman untuk memasuki rumah-rumah Nabi saw kecuali dengan izin beliau, untuk makan di rumahnya tanpa menunggu waktu masak makanannya.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Terjemahan dan Tafsir Al-Qur’an Surah Al-Ahzab Ayat 53-54

Surah Al-Ahzab Ayat 53
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لَا تَدۡخُلُواْ بُيُوتَ ٱلنَّبِىِّ إِلَّآ أَن يُؤۡذَنَ لَكُمۡ إِلَىٰ طَعَامٍ غَيۡرَ نَٰظِرِينَ إِنَىٰهُ وَلَٰكِنۡ إِذَا دُعِيتُمۡ فَٱدۡخُلُواْ فَإِذَا طَعِمۡتُمۡ فَٱنتَشِرُواْ وَلَا مُسۡتَـٔۡنِسِينَ لِحَدِيثٍ إِنَّ ذَٰلِكُمۡ كَانَ يُؤۡذِى ٱلنَّبِىَّ فَيَسۡتَحۡىِۦ مِنكُمۡ وَٱللَّهُ لَا يَسۡتَحۡىِۦ مِنَ ٱلۡحَقِّ وَإِذَا سَأَلۡتُمُوهُنَّ مَتَٰعًا فَسۡـَٔلُوهُنَّ مِن وَرَآءِ حِجَابٍ ذَٰلِكُمۡ أَطۡهَرُ لِقُلُوبِكُمۡ وَقُلُوبِهِنَّ وَمَا كَانَ لَكُمۡ أَن تُؤۡذُواْ رَسُولَ ٱللَّهِ وَلَآ أَن تَنكِحُوٓاْ أَزۡوَٰجَهُۥ مِنۢ بَعۡدِهِۦٓ أَبَدًا إِنَّ ذَٰلِكُمۡ كَانَ عِندَ ٱللَّهِ عَظِيمًا

Terjemahan: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah-rumah Nabi kecuali bila kamu diizinkan untuk makan dengan tidak menunggu-nunggu waktu masak (makanannya), tetapi jika kamu diundang maka masuklah dan bila kamu selesai makan, keluarlah kamu tanpa asyik memperpanjang percakapan. Sesungguhnya yang demikian itu akan mengganggu Nabi lalu Nabi malu kepadamu (untuk menyuruh kamu keluar), dan Allah tidak malu (menerangkan) yang benar.

Apabila kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (isteri-isteri Nabi), maka mintalah dari belakang tabir. Cara yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka. Dan tidak boleh kamu menyakiti (hati) Rasulullah dan tidak (pula) mengawini isteri-isterinya selama-lamanya sesudah ia wafat. Sesungguhnya perbuatan itu adalah amat besar (dosanya) di sisi Allah.

Tafsir Jalalain: يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لَا تَدۡخُلُواْ بُيُوتَ ٱلنَّبِىِّ إِلَّآ أَن يُؤۡذَنَ لَكُمۡ إِلَىٰ (Hai orang-orang yang beriman! Janganlah kalian memasuki rumah-rumah Nabi kecuali bila kalian diizinkan) memasukinya karena mendapat undangan طَعَامٍ (untuk makan) kemudian kalian boleh memasukinya غَيۡرَ نَٰظِرِينَ (dengan tidak menunggu-nunggu) tanpa menunggu lagi (waktu masak makanannya) yakni sampai makanan masak terlebih dahulu; Inaa berakar dari kata Anaa Ya-niy وَلَٰكِنۡ إِذَا دُعِيتُمۡ فَٱدۡخُلُواْ فَإِذَا طَعِمۡتُمۡ فَٱنتَشِرُواْ وَلَ (tetapi jika kalian diundang maka masuklah dan bila kalian selesai makan, keluarlah kalian tanpa) berdiam lagi مُسۡتَـٔۡنِسِينَ لِحَدِيثٍ (asyik memperpanjang percakapan) sebagian dari kalian kepada sebagian yang lain.

إِنَّ ذَٰلِكُمۡ (Sesungguhnya yang demikian itu) yakni berdiamnya kalian sesudah makan إِنَّ ذَٰلِكُمۡ كَانَ يُؤۡذِى ٱلنَّبِىَّ فَيَسۡتَح ۡ (akan mengganggu nabi lalu nabi malu kepada kalian) untuk menyuruh kalian keluar وَٱللَّهُ لَا يَسۡتَحۡىِۦ مِنَ ٱلۡحَقِّ (dan Allah tidak malu menerangkan yang hak) yakni menerangkan supaya kalian keluar; atau dengan kata lain Dia tidak akan mengabaikan penjelasannya. Menurut qiraat yang lain lafal Yastahyi dibaca dengan hanya memakai satu huruf Ya sehingga bacaannya menjadi Yastahiy.

إِذَا سَأَلۡتُمُوهُنَّ (Apabila kalian meminta sesuatu kepada mereka) kepada istri-istri Nabi saw. فَسۡـَٔلُوهُنَّ مِن وَرَآءِ حِجَابٍ (yakni suatu keperluan, maka mintalah dari belakang tabir) dari belakang hijab. ذَٰلِكُمۡ أَطۡهَرُ لِقُلُوبِكُمۡ وَقُلُوبِهِنَّ (Cara yang demikian itu lebih suci bagi hati kalian dan hati mereka) dari perasaan-perasaan yang mencurigakan.

وَمَا كَانَ لَكُمۡ أَن تُؤۡذُواْ رَسُولَ ٱللَّهِ (Dan tidak boleh kalian menyakiti hati Rasulullah) dengan sesuatu perbuatan apa pun وَلَآ أَن تَنكِحُوٓاْ أَزۡوَٰجَهُۥ مِنۢ بَعۡدِهِۦٓ أَبَدًا إِنَّ ذَٰلِكُمۡ كَانَ عِندَ ٱللَّهِ (dan tidak pula mengawini istri-istrinya sesudah ia wafat selama-lamanya. Sesungguhnya perbuatan itu di sisi Allah) dosanya عَظِيمًا (besar).

Tafsir Ibnu Katsir: Ini adalah ayat hijab yang di dalamnya mengandung beberapa hukum dan adab syar’i, dimana sebab turunnya adalah menyetujui perkataan ‘Umar ra. Sebagaimana yang tercantum di dalam shahihain, bahwa ‘Umar ra. berkata: “Rabb-ku menyetujui aku dalam tiga masalah; aku berkata: ‘Ya Rasulullah, seandainya engkau menjadikan sebagian maqam Ibrahim sebagai tempat shalat, lalu Allah menurunkan: (“Dan jadikanlah sebagian maqam Ibrahim tempat shalat.”) (al-Baqarah: 125). Dan aku berkata:

Baca Juga:  Inilah 7 Huruf yang Tidak Ada dalam Surat Al-Fatihah, Lalu Apa Hikmahnya?

‘Ya Rasulallah, sesungguhnya orang yang baik dan orang yang buruk terkadang masuk kepada istri-istrimu, maka kiranya engkau memberikan hijab, lalu Allah menurunkan ayat hijab.

Dan aku berkata kepada istri-istri Nabi saw. tatkala dipenuhi rasa cemburu terhadap beliau: (“Jika Nabi menceraikanmu, boleh jadi Rabb-nya akan memberi ganti kepadanya dengan istri-istri yang lebih baik daripadamu.”)(at-Tahriim: 5) maka turunlah ayat ini. Sedangkan di dalam riwayat Muslim mengandung cerita tentang tawanan perang Badar dalam hal tersebut sebagai masalah keempat. wallaaHu a’lam.

Al-Bukhari meriwayatkan, bahwa Anas bin Malik ra. berkata: “Ketika Rasulullah saw. menikahi Zainab binti Jahsy, beliau mengundang shahabatnya makan-makan. Setelah selesai makan, mereka pun duduk berbincang-bincang, sehingga Rasulullah saw. siap akan berdiri, tetapi mereka tidak juga ikut berdiri.

Tatkala beliau melihat seperti itu, Rasulullah pun berdiri, dan diikuti oleh sebagian yang hadir, tetapi tiga orang lainnya masih bercakap-cakap. Lalu Nabi berkehendak untuk masuk [kamar] sedangkan orang-orang itu masih tetap duduk, lalu merekapun berdiri dan pergi. Maka aku mengabarkan kepada Nabi bahwa mereka telah pergi [pulang]. Maka datanglah Nabi sampai beliau masuk kembali. Aku pun masuk, dan Rasulullah memasang hijab antara aku dan beliau.

Berkenaan dengan peristiwa itu maka turunlah ayat ini: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah- rumah Nabi kecuali bila kamu diizinkan untuk Makan dengan tidak menunggu-nunggu waktu masak (makanannya), tetapi jika kamu diundang Maka masuklah dan bila kamu selesai makan, keluarlah kamu tanpa asyik memperpanjang percakapan.

Sesungguhnya yang demikian itu akan mengganggu Nabi lalu Nabi malu kepadamu (untuk menyuruh kamu keluar), dan Allah tidak malu (menerangkan) yang benar. apabila kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (isteri- isteri Nabi), Maka mintalah dari belakang tabir. cara yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka.

Dan tidak boleh kamu menyakiti (hati) Rasulullah dan tidak (pula) mengawini isteri- isterinya selama-lamanya sesudah ia wafat. Sesungguhnya perbuatan itu adalah Amat besar (dosanya) di sisi Allah.” Beliau meriwayatkan pula di tempat yang lain. Demikian pula Muslim dan an-Nasa’i meriwayatkan dari beberapa jalan dari Mu’amir bin Sulaiman.

Imam Ahmad, al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari hadits Hisyam bin ‘Urwah dari ayahnya, bahwa ‘Aisyah ra. berkata: “Saudah keluar rumah untuk suatu keperluan setelah turunnya ayat hijab. Ia seorang wanita yang badannya tinggi sehingga mudah dikenal orang. Pada waktu itu, ‘Umar melihatnya dan ia berkata:

“Hai Saudah, demi Allah, bagaimanapun kami akan dapat mengenalmu. Karenanya cobalah pikir, mengapa engkau keluar?” dengan tergesa-gesa ia pulang dan di saat itu Rasulullah saw. berada di rumahku sedang makan malam. Ketika masuk ia berkata:

“Ya Rasulallah, aku keluar untuk suatu keperluan dan ‘Umar menegurku begini dan begitu.” ‘Aisyah berkata: “Lalu Allah menurunkan wahyu kepada beliau di saat susu masih berada di tangannya. Maka bersabdalah Rasulullah saw.: “Sesungguhnya Allah telah mengizinkan engkau keluar rumah untuk suatu keperluan.” (lafadz al-Bukhari)

Firman Allah: لَا تَدۡخُلُواْ بُيُوتَ ٱلنَّبِىِّ (“Janganlah kamu memasuki rumah-rumah Nabi.”) mengharamkan kaum Mukminin untuk masuk ke rumah Rasulullah saw. tanpa izin, sebagaimana yang dahulu mereka lakukan di masa jahiliyyah dan di saat permulaan Islam. Sehingga Allah swt. merasa cemburu dengan umat ini dengan memerintahkan mereka untuk melakukan hal tersebut.

Masalah ini merupakan pemuliaan Allah Ta’ala kepada umat ini. Untuk itu Rasulullah saw. bersabda: “Jauhkanlah [perbuatan] memasuki tempat kaum wanita.”

Baca Juga:  Surah Al-Ahzab Ayat 6; Terjemahan dan Tafsir Al-Qur'an

Kemudian Allah mengecualikan dari masalah tersebut. Allah berfirman: إِلَّآ أَن يُؤۡذَنَ لَكُمۡ إِلَىٰ طَعَامٍ غَيۡرَ نَٰظِرِينَ إِنَىٰهُ (“kecuali bila kamu diizinkan untuk makan dengan tidak menunggu-nunggu waktu masak [makanannya].”) Mujahid, Qatadah dan selain keduanya berkata: “Yaitu tidak mengharap kematangan dan waktu siapnya.”

Itu berarti janganlah kalian mengawasi makanan, jika telah dimasak, hingga saat mendekati kesiapannya, kalianpun siap untuk masuk. Karena masalah ini termasuk sesuatu yang dibenci dan dicela oleh Allah swt. Ayat ini menjadi dalil tentang haramnya tathfiil [menghadiri walimah tanpa diundang] yang dikenal oleh bangsa Arab dengan adh-Dhaifan. Al-Khatib al-Baghdadi menyusun satu kitab tentang masalah tersebut dalam mencela kaum thufaili serta menceritakan kisah mereka secara panjang lebar.

Firman Allah: وَلَٰكِنۡ إِذَا دُعِيتُمۡ فَٱدۡخُلُواْ فَإِذَا طَعِمۡتُمۡ فَٱنتَشِرُواْ (“Tetapi jika kamu diundang, maka masuklah dan bila kamu selesai makan, keluarlah kamu.”) di dalam Shahih Muslim, dari Ibnu ‘Umar ra. berkata, Rasulullah saw. bersabda: “Jika salah seorang kalian mengundang saudaranya, maka hendaklah ia memperkenankannya, baik walimah perkawinan ataupun yang sepertinya.” Asal hadits ini berasal dari ash-Shahihain.

Di dalam haidts shahih pula, bahwa Rasulullah saw. bersabda: “Seandainya aku diundang dalam satu jamuan, niscaya aku akan memperkenankannya. Seandainya aku dihadiahi sayur pun, niscaya aku akan menerima. Lalu jika kalian telah menyelesaikan undangan tersebut, maka ringankanlah pemilik rumah dan keluarlah.”

Firman Allah: وَلَا مُسۡتَـٔۡنِسِينَ لِحَدِيثٍ (“tanpa asyik memperpanjang percakapan.”) yaitu sebagaimana yang terjadi pada tiga orang yang terus saja berbincang-bincang dan lupa diri, sehingga membuat gundah Rasulullah saw. sebagaimana firman Allah: إِنَّ ذَٰلِكُمۡ كَانَ يُؤۡذِى ٱلنَّبِىَّ فَيَسۡتَحۡىِۦ مِنكُمۡ (“Sesungguhnya yang demikian itu akan mengganggu Nabi, lalu Nabi malu kepada dirimu.”) satu pendapat mengatakan bahwa yang dimaksud adalah masuknya kalian ke rumah beliau tanpa izinnya membuat gundah dan mengganggu beliau.

Akan tetapi beliau enggan melarang mereka karena rasa malu beliau yang tinggi, sehingga Allah swt. menurunkan larangan tersebut. Untuk itu Allah berfirman: wallaaHu laa yastahyii minal haqqi (“Dan Allah tidak malu [menerangkan] yang benar.”) untuk itu Allah melarang dan mengancam kalian.

Firman Allah: وَإِذَا سَأَلۡتُمُوهُنَّ مَتَٰعًا فَسۡـَٔلُوهُنَّ مِن وَرَآءِ حِجَابٍ (“Apabila kamu meminta sesuatu [keperluan] kepada mereka [istri-istri Nabi], maka mintalah dari belakang tabir.”) yaitu sebagaimana Aku melarang kalian masuk terhadap mereka [istri-istri Nabi], demikian pula janganlah kalian memandang mereka secara menyeluruh. Seandainya seseorang memiliki hajat terhadap mereka, maka janganlah dia memandang mereka dan tidak meminta hajatnya kecuali dari belakang tabir. ذَٰلِكُمۡ أَطۡهَرُ لِقُلُوبِكُمۡ وَقُلُوبِهِنَّ (“Cara yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati

Perkara hijab yang Aku perintahkan dan syariatkan kepada kalian ini adalah lebih suci dan lebih baik. Firman Allah: وَمَا كَانَ لَكُمۡ أَن تُؤۡذُواْ رَسُولَ ٱللَّهِ وَلَآ أَن تَنكِحُوٓاْ أَزۡوَٰجَهُۥ مِنۢ بَعۡدِهِۦٓ أَبَدًا إِنَّ ذَٰلِكُمۡ كَانَ عِندَ ٱللَّهِ عَظِيمًا (“Dan tidak boleh kamu menyakiti [hati] Rasulullah dan tidak [pula] mengawini istri-istrinya selama-lamanya sesudah dia wafat. Sesungguhnya perbuatan itu adalah amat besar [dosanya] di sisi Allah.”

Ibnu Abi Hatim meriwayatkan bahwa Ibnu ‘Abbas berkata tentang firman Allah: wamaa kaana lakum an tu’dzuu rasuulallaaH (“Dan tidak boleh kamu menyakiti [hati] Rasulullah.”) ayat ini turun pada seorang laki-laki yang bertekad mengawini istri Rasulullah saw. setelah beliau wafat. Seorang laki-laki berkata kepada Sufyan:

“Apakah dia ‘Aisyah?” demikian pula yang dikatakan oleh Muqatil ibn Hayyan dan ‘Abdurrahman bin Zaid bin Aslam. Inna dzaalikum ‘inndallaaHi ‘adhiiman (“Sesungguhnya perbuatan itu adalah amat besar [dosanya] di sisi Allah.”

Baca Juga:  Surah Al-Anfal Ayat 26; Terjemahan dan Tafsir Al Qur'an

Tafsir Kemenag: Pada ayat ini, Allah mengajarkan sopan santun atau etika terhadap rumah tangga Nabi saw. Allah melarang orang-orang yang beriman untuk memasuki rumah-rumah Nabi saw kecuali dengan izin beliau, untuk makan di rumahnya tanpa menunggu waktu masak makanannya.

Pada masa Rasulullah pernah terjadi ada orang-orang yang menunggu waktu makannya. Lalu turun ayat ini yang melarang perbuatan tersebut. Bilamana Rasulullah mengundang beberapa orang sahabat ke rumahnya untuk menghadiri walimah, maka mereka dilarang memasuki rumah Nabi saw, kecuali bila mereka sudah mengetahui bahwa makanannya sudah siap dihidangkan.

Bila hidangan belum siap dan mereka masih sibuk menyiapkan hidangan, maka masuknya tamu itu akan mengganggu ketenangan keluarga Nabi saw. Hal ini juga mengganggu istri Nabi. saw yang sedang bekerja karena akan terlihat sebagian anggota tubuhnya yang tidak boleh dilihat oleh para tamu. Mereka dipersilakan masuk jika telah diundang.

Apabila telah selesai makan, supaya segera keluar tanpa memperpanjang percakapan, karena hal itu benar-benar mengganggu Nabi saw, dan beliau sendiri merasa malu untuk menyuruh tamunya keluar. Akan tetapi, Allah tidak segan untuk menerangkan yang benar.

Allah mengajarkan kesopanan di dalam rumah tangga supaya diperhatikan oleh seluruh tamu-tamu yang berkunjung ke rumah orang. Bilamana ada kepentingan untuk meminta atau meminjam suatu barang ke rumah istri-istri Nabi. saw, maka hendaklah permintaan itu dilakukan dari belakang tabir dan tidak berhadapan secara langsung.

Hal yang demikian itu lebih menyucikan hati kedua belah pihak dan tidak pula menyakiti hati Rasulullah. Termasuk perbuatan yang menyakiti hati Rasulullah ialah menikahi istri-istrinya setelah beliau meninggal dunia. Larangan untuk menikahi bekas istri-istri Nabi. saw adalah larangan yang berlaku untuk selamanya karena perbuatan itu amat besar dosanya di sisi Allah. Nabi itu lebih utama bagi orang-orang mukmin dibandingkan diri mereka sendiri dan istri-istrinya adalah ibu-ibu mereka. (al-Ahzab/33: 6).

Imam al-Bukhari meriwayatkan dari Anas bahwa Umar bin Khaththab. pernah berkata, “Ada tiga pendapatku yang sesuai dengan wahyu yang diturunkan oleh Allah. Pertama, Aku berkata kepada Rasulullah, ‘Wahai Rasulullah, alangkah baiknya bila engkau menjadikan maqam Ibrahim tempat salat, lalu Allah menurunkan ayat:

Dan jadikanlah maqam Ibrahim itu tempat salat. (al-Baqarah/2: 125) Kedua, saya berkata, ‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya istri-istrimu sering didatangi tamu orang baik dan orang jahat, seandainya engkau membuat tabir untuk mereka tentu lebih baik, maka Allah menurunkan ayat hijab ini.

Ketiga, saya pernah berkata kepada istri-istri Nabi. ketika mereka berselisih karena rasa cemburu terhadap Nabi, maka turunlah ayat ini: Jika dia (Nabi) menceraikan kamu, boleh jadi Tuhan akan memberi ganti kepadanya dengan istri-istri yang lebih baik dari kamu. (at-Tahrim/66: 5)

Tafsir Quraish Shihab: Sesudah itu, tidak dihalalkan bagimu wanita selain istrimu. Kamu juga tidak diperbolehkan menceraikan istri-istrimu dan mengganti mereka dengan mengawini wanita lain, meskipun dirimu tertarik oleh kecantikannya. Tapi Allah menghalalkan bagimu budak-budak wanita yang kamu miliki. Sungguh Allah Mahaperiksa dan Maha Menjaga segala sesuatu.

Shadaqallahul ‘adzhim. Alhamdulillah, kita telah pelajari bersama
kandungan Surah Al-Ahzab Ayat 53-54 berdasarkan Tafsir Jalalain, Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir Kemenag dan Tafsir Quraish Shihab. Semoga menambah khazanah ilmu Al-Qur’an kita.

M Resky S