Surah Al-Anbiya Ayat 30-33 ; Terjemahan dan Tafsir Al-Qur’an

Surah Al-Anbiya Ayat 30-33

Pecihitam.org – Kandungan Surah Al-Anbiya Ayat 30-33 ini, Allah mengarahkan perhatian manusia kepada kekuasaan-Nya dalam menciptakan waktu malam dan siang, serta matahari yang bersinar di waktu siang, dan bulan bercahaya di waktu malam. Masing-masing beredar pada garis edarnya dalam ruang cakrawala yang amat luas yang hanya Allahlah yang mengetahui batas-batasnya.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Terjemahan dan Tafsir Al-Qur’an Surah Al-Anbiya Ayat 30-33

Surah Al-Anbiya Ayat 30
أَوَلَمْ يَرَ الَّذِينَ كَفَرُوا أَنَّ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ كَانَتَا رَتْقًا فَفَتَقْنَاهُمَا وَجَعَلْنَا مِنَ الْمَاءِ كُلَّ شَيْءٍ حَيٍّ أَفَلَا يُؤْمِنُونَ

Terjemahan: Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman?

Tafsir Jalalain: أَوَلَمْ (Apakah tidak) dapat dibaca Awalam atau Alam يَرَ (melihat) mengetahui وَالْأَرْضَ كَانَتَا رَتْقًا الَّذِينَ كَفَرُوا أَنَّ السَّمَاوَاتِ (orang-orang yang kafir itu, bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu merupakan suatu yang padu) bersatu فَفَتَقْنَاهُمَا (kemudian Kami pisahkan) Kami jadikan langit tujuh lapis dan bumi tujuh lapis pula.

Kemudian langit itu dibuka sehingga dapat menurunkan hujan yang sebelumnya tidak dapat menurunkan hujan. Kami buka pula bumi itu sehingga dapat menumbuhkan tetumbuhan, yang sebelumnya tidak dapat menumbuhkannya.

وَجَعَلْنَا مِنَ الْمَاءِ (Dan daripada air Kami jadikan) air yang turun dari langit dan yang keluar dari mata air di bumi كُلَّ شَيْءٍ حَيٍّ (segala sesuatu yang hidup) tumbuh-tumbuhan dan lain-lainnya, maksudnya airlah penyebab bagi kehidupannya. أَفَلَا يُؤْمِنُونَ (Maka mengapakah mereka tiada juga beriman?) kepada keesaan-Ku.

Tafsir Ibnu Katsir: أَوَلَمْ يَرَ الَّذِينَ كَفَرُوا (“Dan apakah orang-orang yang kafir itu tidak mengetahui,”) yaitu orang-orang yang mengingkari Ilahiyyah-Nya lagi menyembah selain Dia bersama-Nya. Apakah mereka tidak mengetahui bahwa Allah adalah Rabb Yang Mahaesa dalam penciptaan lagi bebas dalam penataan, maka bagaimana mungkin layak diibadahi bersama selain-Nya atau disekutukan bersama yang lain-Nya?

Apakah mereka tidak mengetahui bahwa langit dan bumi dahulunya adalah bersatu, yaitu seluruhnya sambung menyambung, bersatu dan sebagiannya bertumpuk di atas bagian yang lainnya pertama kali? Lalu, satu bagian yang ini berpecah-belah, maka langit menjadi tujuh dan bumi menjadi tujuh serta antara langit dunia dan bumi dipisahkan oleh udara, hingga hujan turun langit dan tanah pun menumbuhkan tanam-tanaman.

Untuk itu, Dia berfirman: وَجَعَلْنَا مِنَ الْمَاءِ كُلَّ شَيْءٍ حَيٍّ أَفَلَا يُؤْمِنُونَ (“Dan dari air, Kami jadikansegala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman?”) Yaitu, mereka menyaksikan berbagai makhluk, satu kejadian demi kejadian secara nyata. Semua itu adalah bukti tentang adanya Mahapencipta Yang berbuat secara bebas lagi Mahakuasa atas apa yang dikehendaki-Nya.

Tafsir Kemenag: Dalam Ayat ini Allah mengungkapkan bahwa kaum musyrikin dan kafir Mekah tidak memperhatikan keadaan alam ini, dan tidak memperhatikan peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam yang luas ini, padahal dari berbagai peristiwa yang ada di alam ini dapat diperoleh bukti-bukti tentang adanya Allah serta kekuasaan-Nya yang mutlak.

Langit dan bumi yang dulunya merupakan suatu kesatuan yang padu, kemudian Allah pisahkan keduanya. Bumi sebelum menjadi tempat hidupnya berbagai makhluk hidup adalah sebuah satelit yaitu benda angkasa yang mengitari matahari.

Satelit bumi yang semula panas sekali ini karena berputar terus menerus maka lama kelamaan menjadi dingin dan berembun. Embun yang lama menjadi gumpalan air. Inilah yang menjadi sumber kehidupan makhluk.

Menurut para Ilmuan sains dan teknologi, ada tiga pendapat yang terkait dengan kehidupan yang dimulai dari air, yaitu: Pertama, Kehidupan dimulai dari air, dalam hal ini laut. Teori modern tentang asal mula kehidupan belum secara mantap disetujui sampai sekitar dua atau tiga abad yang lalu. Sebelum itu, teori yang mengemuka mengenai asal mula kehidupan adalah suatu konsep yang diberi nama “generasi spontan”. Dalam konsep ini disetujui bahwa mahluk hidup ada dengan spontan ada dari ketidakadaan.

Teori ini kemudian ditentang oleh beberapa ahli di sekitar tahun 1850-an, antara lain oleh Louis Pasteur. Dimulai dengan penelitian yang dilakukan oleh Huxley dan sampai penelitian masa kini, teori lain ditawarkan sebagai alternatif.

Teori ini percaya bahwa kehidupan muncul dari rantai reaksi kimia yang panjang dan komplek. Rantai kimia ini dipercaya dimulai dari dalam air laut, karena kondisi atmosfer saat itu belum berkembang menjadi kawasan yang dapat dihuni mahluk hidup karena radiasi ultraviolet yang terlalu kuat. Diperkirakan, kehidupan bergerak menuju daratan pada 425 juta tahun yang lalu saat lapisan ozon mulai ada untuk melindungi permukaan bumi dari radiasi ultraviolet.

Kedua, Peran air bagi kehidupan dapat juga diekspresikan dalam bentuk bahwa semua benda hidup, terutama kelompok hewan, berasal dari cairan sperma. Diindikasikan bahwa keanekaragaman binatang “datangnya” dari air tertentu (sperma) yang khusus dan menghasilkan yang sesuai dengan ciri masing-masing binatang yang dicontohkan

Ketiga, Pengertian ketiga adalah bahwa air merupakan bagian yang penting agar makhluk dapat hidup. Pada kenyataannya, memang sebagian besar bagian tubuh makhluk hidup terdiri dari air. Misalnya saja pada manusia, 70% bagian berat tubuhnya tubuhnya terdiri dari air.

Manusia tidak dapat bertahan lama apabila 20% saja dari sediaan air yang ada di tubuhnya hilang. Manusia dapat bertahan hidup selama 60 hari tanpa makan, akan tetapi mereka akan segera mati dalam waktu 3-10 hari tanpa minum. Juga diketahui bahwa air merupakan bahan pokok dalam pembentukan darah, cairan limpa, kencing, air mata, cairan susu dan semua organ lain yang ada di dalam tubuh manusia.

Dari uraian di atas, sangat jelas peran air bagi kehidupan, dari mulai adanya makhluk hidup di bumi (berasal dari kedalaman laut), bagi ke-langsungan hidupnya (air diperlukan untuk pembentukan organ dan menjalankan fungsi organ) dan memulai kehidupan (terutama bagi kelompok hewan ? air tertentu yang khusus ? sperma).

Akan tetapi, perlu diberikan catatan di sini, bahwa Al-Qur’an bukanlah memberikan peluang khusus untuk mendukung teori evolusi. Walaupun semua Ayat di atas memberikan indikasi yang tidak meragukan bahwa Allah menciptakan semua mahluk hidup dari air. Ayat terkait an-Nur/24:25, al-Furqan/25: 54.

Dari keterangan ini dapat dipahami bahwa Al-Qur’an benar-benar merupakan mukjizat yang besar. Kemukjizatannya tidak hanya terletak pada gaya bahasa dan rangkuman yang indah, melainkan juga pada isi yang terkandung dalam Ayat-Ayatnya, yang mengungkapkan bermacam-macam ilmu pengetahuan yang tinggi nilainya, terutama mengenai alam, dengan berbagai jenis dan sifat serta kemanfaatannya masing-masing.

Baca Juga:  Surah An-Nahl Ayat 104-105; Terjemahan dan Tafsir Al-Qur'an

Apalagi jika diingat bahwa Al-Qur’an telah mengemukakan semuanya itu pada abad yang keenam sesudah wafatnya Nabi Isa, di saat manusia di dunia ini masih diliputi suasana ketidaktahuan dan kesesatan. Lalu dari manakah Nabi Muhammad dapat mengetahui semuanya itu, kalau bukan dari wahyu yang diturunkan Allah kepadanya?

Perkembangan ilmu pengetahuan modern dalam berbagai bidang membenarkan dan memperkokoh apa yang telah diungkapkan oleh Al-Qur’an sejak lima belas abad yang lalu. Dengan demikian, kemajuan ilmu pengetahuan itu seharusnya mengantarkan manusia kepada keimanan terhadap apa yang diajarkan oleh Al-Qur’an, terutama keimanan tentang adanya Allah serta semua sifat-sifat kesempurnaan-Nya.

Setelah menghidangkan ilmu pengetahuan tentang kejadian alam ini, yaitu langit dan bumi, selanjutnya dalam Ayat ini Allah mengajarkan pula suatu prinsip ilmu pengetahuan yang lain, yaitu mengenai kepentingan fungsi air bagi kehidupan semua mahluk yang hidup di alam ini, baik manusia, hewan maupun tumbuh-tumbuhan. Maka Allah berfirman, “… dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup.”

Pada masa sekarang ini, tidak ada orang yang akan mengingkari pentingnya air bagi manusia, baik untuk bermacam-macam keperluan hidup manusia sendiri, maupun untuk keperluan binatang ternaknya, atau pun untuk kepentingan tanam-tanaman dan sawah ladangnya, sehingga orang melakukan bermacam-macam usaha irigasi, untuk mencari sumber air dan penyimpanan serta penyalurannya.

Banyak bendungan-bendungan dibuat untuk mengumpulkan dan menyimpan air, yang kemudian disalurkan ke berbagai tempat untuk berbagai macam keperluan. Bahkan di negeri-negeri yang tidak banyak mempunyai sumber air, mereka berusaha untuk mengolah air laut menjadi air tawar, untuk mengairi sawah ladang dan memberi minum binatang ternak mereka. Ringkasnya manusia, hewan dan tumbuh-tumbuhan tidak dapat hidup tanpa air.

Manusia dan hewan sanggup bertahan hidup berhari-hari tanpa makan, asalkan ia mendapat minum. Akan tetapi ia tidak akan dapat hidup tanpa mendapatkan minum beberapa hari saja. Demikian pula halnya tumbuh-tumbuhan. Apabila ia tidak mendapat air, maka akar dan daunnya akan menjadi kering, dan akhirnya mati sama sekali. Di samping itu, manusia dan hewan, selain memerlukan air untuk hidupnya, ia juga berasal dari air, yang disebut “nuthfah”.

Dengan demikian air adalah merupakan suatu unsur yang sangat vital bagi kejadian dan kehidupan manusia. Oleh sebab itu, apabila manusia sudah meyakini pentingnya air bagi kehidupannya, dan meyakini pula bahwa air tersebut adalah salah satu dari nikmat Allah, maka tidak ada alasan bagi manusia untuk tidak beriman kepada Allah serta untuk mengingkari nikmat-Nya yang tidak ternilai harganya.

Pada akhir Ayat ini Allah mengingatkan kita semua, apakah dengan kemahakuasaan Allah ini manusia masih tidak mau beriman? Manusia yang memiliki akal dan mau mempergunakan akalnya seharusnya dapat memahami isi alam ini dan kemudian menjadi orang yang beriman.

Tafsir Quraish Shihab: Apakah orang-orang kafir itu buta hingga tidak melihat bahwa langit dan bumi pada awalnya penciptaannya adalah satu kesatuan dan saling melekat satu sama lain, lalu–dengan kekuasaan Kami–masing-masing Kami pisahkan? Tidak melihat pulakah mereka bahwa dari air yang tak mengandung kehidupan Kami dapat membuat segala sesuatu menjadi hidup? Lalu, setelah itu mereka tetap juga membangkang dan tidak percaya bahwa tiada tuhan selain Kami?(1).

Surah Al-Anbiya Ayat 31
وَجَعَلْنَا فِي الْأَرْضِ رَوَاسِيَ أَن تَمِيدَ بِهِمْ وَجَعَلْنَا فِيهَا فِجَاجًا سُبُلًا لَّعَلَّهُمْ يَهْتَدُونَ

Terjemahan: Dan telah Kami jadikan di bumi ini gunung-gunung yang kokoh supaya bumi itu (tidak) goncang bersama mereka dan telah Kami jadikan (pula) di bumi itu jalan-jalan yang luas, agar mereka mendapat petunjuk.

Tafsir Jalalain: وَجَعَلْنَا فِي الْأَرْضِ رَوَاسِيَ (Dan telah Kami jadikan di bumi ini berpatok-patok) yakni gunung-gunung yang kokoh أَن (supaya) tidak تَمِيدَْ (goncang ia) yakni, bumi بِهِمْ وَجَعَلْنَا فِيهَا (bersama mereka dan telah Kami jadikan pula padanya) di gunung-gunung itu فِجَاجًا (celah-celah) yang dapat ditempuh

سُبُلًا (sebagai jalan-jalan) lafal Subulan ini menjadi Badal dari lafal Fijaajan, artinya jalan-jalan yang luas dan dapat ditempuh لَّعَلَّهُمْ يَهْتَدُونَ (agar mereka mendapat petunjuk) untuk sampai pada tujuan-tujuan mereka dalam bepergian.

Tafsir Ibnu Katsir: Firman-Nya: وَجَعَلْنَا فِي الْأَرْضِ رَوَاسِيَ (“Dan telah Kami jadikan di bumi ini gunung-gunung yang kokoh,”) yaitu gunung-gunung yang mengokohkan, memantapkan dan memperberat bumi agar ia tidak goncang bersama manusia, yaitu goncang dan bergerak, hingga mereka tidak dapat tenang di dalamnya.

Karena, gunung-gunung itu tertutup di dalam air kecuali seperempatnya saja yang menjulang di udara dan mendekati matahari, agar penghuninya dapat menyaksikan langit serta tanda-tanda yang melimpah, hikmah-hikmah dan petunjuk yang terkandung di dalamnya. Untuk itu Dia berfirman: an tamiida biHim ( “Supaya bumi itu tidak tidak goncang bersama mereka.”)

Dan firman-Nya: وَجَعَلْنَا فِيهَا فِجَاجًا سُبُلً (“Dan telah Kami jadikan pula di bumi itu jalan jalan yang luas,”) yaitu lubang-lubang di dalam gunung-gunung yang digunakan untuk menempuh perjalanan dari satu daerah ke daerah lain dan dari satu negara ke negara lain.

Sebagaimana yang dapat disaksikan di bumi, gunung-gunung itu menjadi dinding antara satu negeri dengan negeri yang lain, lalu Allah menjadikan di dalamnya lubang-lubang jalan yang luas, agar manusia berjalan di atasnya dari satu tempat ke tempat yang lain. Untuk itu Dia berfirman: لَّعَلَّهُمْ يَهْتَدُونَ (“Agar mereka mendapat petunjuk.”)

Tafsir Kemenag: Pada Ayat ini Allah mengarahkan pandangan manusia kepada gunung-gunung dan jalan-jalan serta dataran-dataran luas yang ada di bumi ini. Allah menerangkan bahwa diciptakannya gunung-gunung yang kokoh supaya bumi dalam putarannya yang cepat sekali itu tetap mantap dengan terpelihara dan terjaganya manusia dan semua makhluk di muka bumi ini.

Permukaan bumi yang luasnya 510 juta kilometer persegi yang terdiri dari daratan 29% yaitu seluas 153 juta kilometer persegi dan 71% yaitu seluas 357 juta kilometer persegi adalah air. Maka gunung-gunung yang tingginya sampai 3-5 km dari permukaan laut dapat menjaga ketenangan penghuni bumi meskipun berputar dengan cepat sekali.

Baca Juga:  Surat Al-Falaq, Salah Satu Surat dalam Al-Quran yang Mampu Menangkal Sihir

Pada akhir Ayat ini Allah menerangkan semua makhluk dapat dengan tenang menjalani kehidupan, berbagai jalan telah dibuat sehingga siang maupun malam manusia dapat berjalan menelusuri lembah maupun dataran tinggi.

Semua itu diharapkan manusia dapat memperoleh petunjuk yang benar, yaitu dapat memahami petunjuk-petunjuk Allah baik yang diberikan melalui wahyu yang tertulis maupun petunjuk Allah yang berupa alam yang luas membentang ini.

Tafsir Quraish Shihab: Di antara bukti-bukti kekuasan Kami adalah bahwa Kami menciptakan gunung-gunung yang kokoh di muka bumi, agar tidak goncang dengan ulah mereka. Dan Kami jadikan pula di bumi jalan-jalan yang lapang dan luas agar mereka dapat dengan mudah meniti jalan ke arah yang mereka tuju(1). 

Surah Al-Anbiya Ayat 32
وَجَعَلْنَا السَّمَاءَ سَقْفًا مَّحْفُوظًا وَهُمْ عَنْ آيَاتِهَا مُعْرِضُونَ

Terjemahan: Dan Kami menjadikan langit itu sebagai atap yang terpelihara, sedang mereka berpaling dari segala tanda-tanda (kekuasaan Allah) yang terdapat padanya.

Tafsir Jalalain: وَجَعَلْنَا السَّمَاءَ سَقْفًا (Dan Kami menjadikan langit itu sebagai atap) bagi bumi, sebagaimana atap yang menaungi rumah مَّحْفُوظًا (yang terpelihara) tidak sampai ambruk وَهُمْ عَنْ آيَاتِهَا (sedang mereka dari segala tanda-tanda yang ada padanya) berupa matahari, bulan dan bintang-bintang مُعْرِضُونَ (berpaling) mereka yakni orang kafir tidak mau memikirkan hal itu hingga mereka mengetahui, bahwa pencipta kesemuanya itu tiada sekutu bagi-Nya.

Tafsir Ibnu Katsir: Firman-Nya: وَجَعَلْنَا السَّمَاءَ سَقْفًا مَّحْفُوظًا (“Dan Kami menjadikan langit itu sebagai atap yang terpelihara,”) yaitu di atas bumi, seperti kubah yang ada di atasnya. Mahfuudhan (“Terpelihara,”) yaitu tidak dapat dicapai dan teryelihara. Mujahid berkata: “Tinggi terangkat.”

Firman-Nya: وَهُمْ عَنْ آيَاتِهَا مُعْرِضُونَ (“Sedangkan mereka berpaling dari segala tanda-tanda yang terdapat padanya,”) yaitu mereka tidak memikirkan apa yang diciptakan oleh Allah yang begitu luas lagi besar dan tinggi menjulang serta apa yang menghiasinya berupa bintang-bintang yang diam dan beredar pada malam hari dan Siang hari, beredar mengelilingi matahari yang menempuh (garis) edarnya secara sempurna satu hari satu malam. Dia menempuh perjalanan untuk tujuan yang tidak diketahui ukurannya kecuali oleh Allah Yang telah menentukan, menata dan memperjalankannya.

Tafsir Kemenag: Pada Ayat ini Allah mengarahkan perhatian manusia kepada benda-benda langit, yang diciptakan-Nya sedemikian rupa sehingga masing-masing berjalan dan beredar dengan teratur, tanpa jatuh berguguran atau bertabrakan satu sama lainnya.

Semua itu dipelihara dengan suatu kekuatan yang disebut “daya tarik menarik” antara benda-benda langit itu, termasuk matahari dan bumi. Ini juga merupakan bukti yang nyata tentang wujud dan kekuasaan Allah. Akan tetapi banyak orang tidak memperhatikan bukti-bukti tersebut.

Padahal kalau kita naik pesawat terbang di atas ketinggian 10.000 mil, kita melihat awan di bawah kita, hujan yang turun pun di bawah kita, sehingga tampak jelas bumi ini dilapisi langit yang sangat kuat dan atmosfir bumi serta zat oksigen yang diperlukan manusia dan berbagai makhluk tumbuh-tumbuhan dan hewan tetap terpelihara dibatasi oleh langit yang sangat kuat terjaga itu.

Menurut para saintis, Ayat ini menegaskan bahwa langit adalah atap yang terpelihara. Sebagaimana layaknya sebuah atap, langit berfungsi untuk melindungi segala sesuatu yang ada di bawahnya, termasuk manusia. Berbeda dengan bulan, karena ia tidak memiliki pelindung, maka kita mendapatkan permukaan bulan sangat tidak rata, dipenuhi dengan kawah-kawah akibat tumbukan dengan meteor.

Atmosfer bumi menghancurkan semua meteor yang mendekati bumi dan memfilter sinar yang berbahaya, yang berasal dari ledakan energi fusi di matahari. Atmosfer hanya membiarkan masuk sinar, gelombang radio yang tidak berbahaya.

Sinar ultra violet misalnya. Sinar ini hanya dibiarkan masuk dalam kadar tertentu yang sangat dibutuhkan oleh tumbuhan untuk melakukan fotosintesa, dan pada gilirannya memberikan manfaat bagi manusia. Dalam lapisan atmosfer, terdapat sebuah pelindung yang disebut “Sabuk radiasi Van Allen” yang melindungi bumi dari benda-benda langit yang menuju bumi. Demikianlah, langit telah berperan sebagai atap pelindung bagi mahluk di muka bumi.

Atap langit ini akan terus terpelihara selama bumi ini ada, karena lapisan-lapisan pelindung ini terkait dengan struktur inti bumi. Sabuk Van Allen dihasilkan dari interaksi medan magnet yang dihasilkan oleh inti bumi. Inti bumi banyak mengandung logam-logam magnetik, seperti besi dan nikel. Nukleusnya sendiri terdiri dari dua bagian, inti dalamnya padat dan inti luarnya cair.

Kedua lapisan ini masing-masing berputar seiring dengan rotasi bumi. Perputaran ini menimbulkan efek magnetik pada logam-logam dalam struktur bumi yang pada gilirannya membentuk medan magnetik. Sabuk Van Allen merupakan perpanjangan dari medan magnet ini yang terbentang sampai lapisan atmosfer terluar.

Betapa ilmu dan kebijaksanaan Allah yang selalu melindungi mahluk ciptaan-Nya. Mengapa hal-hal demikian tidak dipahami oleh banyak manusia, sehingga mereka masih berpaling dari kebenaran dan kekuasaan Allah, padahal begitu jelas tanda-tanda kekuasaan Allah di alam ini.

Tafsir Quraish Shihab: Selain itu, Kami pun menjadikan langit di atas mereka bagaikan atap yang ditinggikan. Langit itu Kami lindungi agar tidak jatuh atau menjatuhkan benda-bendanya kepada mereka. Meskipun demikian, mereka tetap enggan untuk meneliti dan mengambil pelajaran dari ayat-ayat yang menunjukkan kekuasaan, kebijaksanaan dan kasih sayang Kami(1).

(1) Ayat ini menyatakan bahwa langit dan benda-benda angkasa selalu dalam keadaan terlindungi yang saling menguatkan satu sama lain, sehingga tidak akan jatuh ke muka bumi. Definisi langit itu sendiri adalah “segala sesuatu yang ada di atas kita”, mulai dari atmosfer yang melindungi penduduk bumi dari berbagai benda luar angkasa–seperti meteor, komet dan sinar gamma–yang mungkin jatuh ke permukaan bumi.

Tanpa atmosfer, yang dipertahankan oleh bumi melalui daya grafitasi, kehidupan di muka bumi ini tidak akan berjalan dengan baik. Di atas lapisan atmosfer terdapat berbagai macam benda langit yang jarak antara satu sama lainnya berbeda-beda.

Dengan demikian, yang dimaksud “wa ja’alnâ al-samâ’a saqfan mahfûzhan” pada bagian awal ayat ini adalah bahwa atmosfer dan seluruh benda langit yang terlihat pada posisinya masing-masing di kubah langit dan tampak oleh mata seolah-olah berada di permukaan kubah langit, secara horizontal kelihatan sangat luas, lebih luas jika dibandingkan dengan luasnya secara vertikal.

Baca Juga:  Surah Al-Anbiya Ayat 57-63; Terjemahan dan Tafsir Al-Qur'an

Gejala ini akan semakin tampak jelas pada saat terbit atau terbenamnya matahari. Saat itu bola matahari kelihatan lebih besar jika dibandingkan dengan bola matahari saat berada di atas azimut. Hal itu disebabkan oleh tipuan mata sehingga kita dapat menentukan jarak horizontal jauh lebih tepat daripada jarak vertikal. Kubah langit ini mencakup atmosfer yang memiliki perbedaan karakter sesuai dengan ketinggiannya di atas permukaan bumi, di samping benda-benda langit lainnya yang kasat mata.

Surah Al-Anbiya Ayat 33
وَهُوَ الَّذِي خَلَقَ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ وَالشَّمْسَ وَالْقَمَرَ كُلٌّ فِي فَلَكٍ يَسْبَحُونَ

Terjemahan: Dan Dialah yang telah menciptakan malam dan siang, matahari dan bulan. Masing-masing dari keduanya itu beredar di dalam garis edarnya.

Tafsir Jalalain: وَهُوَ الَّذِي خَلَقَ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ وَالشَّمْسَ وَالْقَمَرَ كُلٌّ (Dan Dialah yang telah menciptakan malam dan siang, matahari dan bulan. Masing-masing dari semua itu) lafal Kullun ini tanwinnya merupakan pergantian daripada Mudhaf ilaih, maksudnya masing-masing daripada matahari, bulan dan bintang-bintang lainnya

فِي فَلَكٍ (di dalam garis edarnya) pada garis edarnya yang bulat di angkasa bagaikan bundaran batu penggilingan gandum يَسْبَحُونَ (beredar) maksudnya semua berjalan dengan cepat sebagaimana berenang di atas air. Disebabkan ungkapan ini memakai Tasybih, maka didatangkanlah Dhamir bagi orang-orang yang berakal; yakni keadaan semua yang beredar pada garis edarnya itu bagaikan orang-orang yang berenang di dalam air.

Tafsir Ibnu Katsir: berfirman mengingatkan sebagian Ayat-Ayat-Nya: وَهُوَ الَّذِي خَلَقَ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ (“Dan Dialah yang telah menciptakan malam dan siang,”) yaitu malam dengan kegelapan dan ketenangannya serta siang dengan cahaya dan kesibukannya. Terkadang, malam lebih panjang waktunya dan siang lebih singkat, serta sebaliknya.

وَالشَّمْسَ وَالْقَمَرَ (“Matahari dan bulan,”) matahari memiliki cahaya yang khusus, ruang edar sendiri, masa yang terbatas serta gerakan dan perjalanan khusus. Sedangkan bulan dengan cahaya lain, ruang edar lain, perjalanan lain dan ukuran lain. كُلٌّ فِي فَلَكٍ يَسْبَحُونَ (“Masing-masing dari keduanya itu beredar di dalam garis edarnya,”) yaitu mereka beredar.

Ibnu Abbas berkata: “Mereka beredar sebagaimana tenunan beredar di alat putarannya.” Mujahid berkata: “Tenunan tidak beredar kecuali di alat putarannya dan tidak ada alat putaran kecuali dengan tenunannya. Demikian pula dengan bintang-bintang, matahari dan bulan tidak beredar kecuali dengan alat edarnya dan alat edarnya tidak berputar kecuali dengan semua itu.”

Tafsir Kemenag: Dalam Ayat ini Allah mengarahkan perhatian manusia kepada kekuasaan-Nya dalam menciptakan waktu malam dan siang, serta matahari yang bersinar di waktu siang, dan bulan bercahaya di waktu malam. Masing-masing beredar pada garis edarnya dalam ruang cakrawala yang amat luas yang hanya Allahlah yang mengetahui batas-batasnya.

Adanya waktu siang dan malam disebabkan karena perputaran bumi pada sumbunya, di samping peredarannya mengelilingi matahari. Bagian bumi yang mendapatkan sinar matahari mengalami waktu siang, sedang bagiannya yang tidak mendapatkan sinar matahari tersebut mengalami waktu malam. Sedang cahaya bulan adalah sinar matahari yang dipantulkan bulan ke bumi. Di samping itu, bulan juga beredar mengelilingi bumi.

Ayat ini menegaskan kembali apa yang telah Allah firmankan dalam Surah Ibrahim/14:33. Secara luas telah diketahui bahwa matahari dan bulan memiliki “garis edar”. Akan tetapi untuk “masing-masing dari keduanya (siang dan malam) beredar pada garis edarnya”, merupakan sesuatu yang baru dipahami. Mengapa siang dan malam harus beredar pada garis edar (orbit- manzilah), dan apa bentuk garis orbitnya ?

Setelah dipelajari, ternyata bahwa yang dimaksud dengan “garis edar” ialah tempat kedudukan dari tempat-tempat di bumi yang mengalami pergantian siang ke malam, atau mengalami terbenamnya matahari (gurub). Sepanjang garis khatulistiwa garis ini bergeser dari Timur ke Barat seiring dengan urutan tempat-tempat terbenamnya matahari atau pergantian siang ke malam.

Waktu terbenamnya matahari juga akan bergeser seiring dengan gerakan semu matahari terhadap bumi dari utara ke selatan dan sebaliknya. Pergeseran waktu magrib ini juga bergeser dan membentuk tempat kedudukannya sendiri yang dapat dikatakan sebagai garis edar tahunan dari pergantian siang ke malam.

Pada hari-hari tertentu (pada awal bulan) saat terbenam matahari itu juga merupakan awal dari terlihatnya hilal (sabit awal bulan). Sabit ini sangat tipis dan suram sehingga sangat sulit diamati (ruyah). Waktu terbitnya hilal ini akan bergeser dari Timur ke Barat, dan sebagaimana halnya pergantian siang ke malam, garis edarnya juga berbeda-beda dari satu tempat ke tempat lainnya di permukaan bumi.

Bila dipetakan maka tempat kedudukan tempat-tempat waktu terbitnya hilal itu sama dengan waktu terbenamnya matahari itu akan membentuk spiral yang memotong permukaan bumi dua bahkan sampai tiga

Keterangan yang terdapat dalam Ayat-Ayat di atas adalah untuk menjadi bukti-bukti alamiyah, di samping dalil-dalil yang rasional dan keterangan-keterangan yang terdapat dalam kitab-kitab suci terdahulu, tentang wujud dan kekuasaan Allah, untuk memperkuat apa yang telah disebutkan-Nya dalam firman-Nya yang terdahulu, bahwa “apabila” di langit dan di bumi ini ada tuhan-tuhan selain Allah niscaya rusak binasalah keduanya.

Tafsir Quraish Shihab: Allahlah yang menciptakan malam, siang, matahari dan bulan. Semua itu berjalan pada tempat yang telah ditentukan Allah dan beredar pada porosnya masing-masing yang tidak akan pernah melenceng dari garis edarnya(1). (1) Masing-masing benda langit mempunyai poros dan garis edar sendiri-sendiri.

Semua benda langit itu tidak pernah kenal diam, tetapi terus beredar pada garis edarnya yang disebut orbit. Kenyataan ini tampak jelas terlihat pada matahari dan bulan. Demikian halnya dengan peredaran bumi pada porosnya menjadikan siang dan malam datang silih berganti seolah-olah beredar pula.

Shadaqallahul ‘adzhim. Alhamdulillah, kita telah pelajari bersama kandungan Surah Al-Anbiya Ayat 30-33 berdasarkan Tafsir Jalalain, Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir Kemenag, dan Tafsir Quraish Shihab. Semoga menambah khazanah ilmu Al-Qur’an kita.

M Resky S