Pecihitam.org – Kandungan Surah Al-Anfal Ayat 67-69 ini menjelaskan bahwa sebenarnya tujuan berjihad dan berperang di dalam Islam adalah untuk melaksanakan tugas agama guna bisa mencapai kebahagian di akhirat, bukan bertujuan untuk mendapatkan rampasan perang dan mengambil tawanan guna kepentingan duniawi.
Terjemahan dan Tafsir Al-Qur’an Surah Al-Anfal Ayat 67-69
Surah Al-Anfal Ayat 67
مَا كَانَ لِنَبِيٍّ أَنْ يَكُونَ لَهُ أَسْرَىٰ حَتَّىٰ يُثْخِنَ فِي الْأَرْضِ ۚ تُرِيدُونَ عَرَضَ الدُّنْيَا وَاللَّهُ يُرِيدُ الْآخِرَةَ ۗ وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
Terjemahan: Tidak patut, bagi seorang Nabi mempunyai tawanan sebelum ia dapat melumpuhkan musuhnya di muka bumi. Kamu menghendaki harta benda duniawiyah sedangkan Allah menghendaki (pahala) akhirat (untukmu). Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
Tafsir Jalalain: Ayat ini diturunkan ketika kaum muslimin memilih untuk mengambil tebusan terhadap para tawanan perang Badar. مَا كَانَ لِنَبِيٍّ أَنْ يَكُونَ (Tidak patut bagi seorang nabi) boleh dibaca يَكُونَ boleh pula takuuna
لَهُ أَسْرَىٰ حَتَّىٰ يُثْخِنَ فِي الْأَرْضِ (mempunyai tawanan sebelum ia dapat melumpuhkan musuhnya di muka bumi) lafal يُثْخِنَ فِي الْأَرْضِ menunjukkan makna sangat di dalam memerangi orang-orang kafir.
تُرِيدُونَ (Kalian menghendaki) hai orang-orang mukmin عَرَضَ الدُّنْيَا (harta benda duniawi) yakni kebendaannya dengan mengambil tebusan وَاللَّهُ يُرِيدُ (sedangkan Allah menghendaki) untuk kalian الْآخِرَةَ (pahala akhirat) sebagai pahala oleh sebab memerangi orang-orang kafir
وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ (Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana) ayat ini telah dinasakh oleh firman-Nya, “Dan sesudah itu kalian boleh membebaskan mereka atau menerima tebusan.” (Qs. Muhammad 4)
Tafsir Ibnu Katsir: Al-A’masy meriwayatkan dari Abdullah, ia menceritakan, ketika terjadi perang Badar, Rasulullah saw. bersabda: “Bagaimana pendapat kalian mengenai para tawanan itu?” Abu Bakar berkata: “Ya Rasulullah, mereka itu adalah kaummu dan juga keluargamu. Biarkan saja mereka tetap hidup dan perintahkan mereka untuk bertaubat. Semoga Allah memberikan ampunan kepada mereka.”
Sedangkan Umar bin Khaththab berujar: “Ya Rasulullah, mereka telah mendustakan dan mengusirmu. Bawalah mereka ke depan dan penggallah leher mereka”. Lalu Abdullah bin Rawahah menuturkan: “Ya Rasulullah, engkau sedang berada di lembah yang banyak kayu bakarnya, maka bakarlah lembah tersebut, kemudian lemparkanlah mereka ke dalamnya”. Maka Rasulullah saw. pun terdiam dan tidak memberikan tanggapan sama sekali terhadapan usulan dari mereka. Lalu beliau berdiri dan masuk.
Selanjutnya orang-orang berspekulasi, beliau pasti akan menerapkan pendapat Abu Bakar. Dan sebagian yang lain menduga, pasti beliau akan memilih pendapat Umar bin Khaththab. Dan yang lain lagi beranggapan bahwa beliau akan memilih pendapat Abdullah bin Rawahah. Setelah itu beliau pun keluar menemui mereka seraya bersabda:
“Sesungguhnya Allah melunakkan hati seseorang, sehingga menjadi yang lebih lembut dari susu. Dan sesungguhnya Allah juga akan mengeraskan seseorang, sehingga hati mereka itu menjadi lebih keras daripada batu. Sesungguhnya engkau, hai Abu Bakar adalah seperti Ibrahim as. yang ngatakan: Barangsiapa yang mengikutiku, maka sesungguhnya ia termasuk golonganku. Dan barangsiapa yang mendurhakaiku, maka sesungguhnya Engkau Mabapengampun lagi Mahapenyayang. (QS. Ibrahim: 36). Dan sesungguhnya permisalanmu, hai Abu bakar adalah seperti Isa as yang mengatakan: Jika Engkau mengadzab mereka, maka sesungguhnya mereka adalah bamba-Mu. Dan jika Engkau mengampuni mereka, maka sesungguhnya Engkau Mahaperkasa lagi Mahabijaksana. (QS. Al-Maidah: 118)”.
“Dan engkau, hai Umar adalah seperti Musa as yang mengatakan: Ya Rabb kami, binasakanlah harta benda mereka dan kunci matilah hati mereka, maka mereka tidak beriman sehingga mereka melihat adzab yang pedih. (QS. Yunus: 88). Dan sesungguhnya engkau, hai Umar adalah seperti Nuh as yang mengatakan: Ya Rabbku, janganlah Engkau berikan tempat tinggal bagi orang-orang kafir di bumi ini. (QS. Nuh: 26). Sesungguhnya kalian merupakan satu ikatan keluarga yang tidak dapat dipisahkan, kecuali melalui tebusan atau penggalan leher”.
Ibnu Masud berkata, aku katakan: “Ya Rasulullah, kecuali Suhail Baidha’, karena ia pernah mengucapkan (kalimat) Islam”. Maka Rasulullah saw. pun terdiam. Engkau tidak pernah melihatku pada suatu hari yang padanya aku paling takut tertimpa batu dari langit kecuali pada hari itu, hingga beliau berkata: “Kecuali Suhail bin Baidha”.
Maka Allah menurunkan firman-Nya: مَا كَانَ لِنَبِيٍّ أَنْ يَكُونَ لَهُ أَسْرَىٰ حَتَّىٰ يُثْخِنَ فِي الْأَرْضِ ۚ تُرِيدُونَ عَرَضَ الدُّنْيَا وَاللَّهُ يُرِيدُ الْآخِرَةَ (Tidak sepatutnya bagi seorang Nabi mempunyai tawanan, sebelum ia melumpuhkan musuhnya di muka bumi. Kalian menghendaki harta benda duniawi, sedangkan Allah menghendaki (pahala) akhirat (untuk kalian). وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ (Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana).
Demikian yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, at-Tirmidzi, hadits dari Abi Muawiyah, dari al-A’masy. Juga diriwayatkan oleh al-Hakim dalam bukunya al-Mustadrak. Dan al-Hakim mengatakan, bahwa hadits tersebut sanadnya shahih. Sedangkan al-Bukhari dan Muslim tidak meriwayatkan.
Tafsir Quraish Shihab: Tidak seorang pun dari para nabi diperbolehkan untuk memiliki dan menahan para tawanan atau mengambil harta tebusan dari mereka.
Tidak pula mereka diperbolehkan mengampuni para tawanan itu sehingga kalian menang dan melumpuhkan musuh-musuh agar mereka tak mampu melanjutkan peperangan lagi.
Tapi kalian, wahai orang-orang Muslim, begitu tergesa-gesa mengambil tawanan sebelum kalian benar-benar menang pada pertempuran di Badar. Kalian lebih mendahulukan kepentingan- kepentingan duniawi, sedangkan Allah menginginkan kalian mendapatkan kebahagiaan akhirat, melalui usaha menjunjung tinggi kebenaran dan memalingkan diri dari kesenangan-kesenangan dunia. Allah Mahakuat, Mahakuasa, Maha Memelihara segala urusan dengan mempertimbangkan kebaikan.
Surah Al-Anfal Ayat 68
لَوْلَا كِتَابٌ مِنَ اللَّهِ سَبَقَ لَمَسَّكُمْ فِيمَا أَخَذْتُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ
Terjemahan: Kalau sekiranya tidak ada ketetapan yang telah terdahulu dari Allah, niscaya kamu ditimpa siksaan yang besar karena tebusan yang kamu ambil.
Tafsir Jalalain: لَوْلَا كِتَابٌ مِنَ اللَّهِ (Kalau sekiranya tidak ada ketetapan yang terdahulu dari Allah) dengan dihalalkannya ganimah dan tawanan bagi kalian سَبَقَ لَمَسَّكُمْ فِيمَا أَخَذْتُمْ (niscaya kalian ditimpa karena tebusan yang kalian ambil) عَذَابٌ عَظِيمٌ (siksaan yang besar.)
Tafsir Ibnu Katsir: Syu’bah menceritakan dari Mujahid, mengenai firman-Nya: لَوْلَا كِتَابٌ مِنَ اللَّهِ سَبَقَ (Kalau sekiranya tidak ada ketetapan yang telah terdahulu dari Allah) ia mengatakan: “Ditetapkan bagi mereka untuk diberi ampunan”.
Hal yang sama juga diceritakan dari Sufyan ats-Tsauri rahimahullah. Ali bin Abi Thalhah menceritakan dari Ibnu Abbas, mengenai firman-Nya ini, ia mengatakan: “Yaitu, di dalam Ummul Kitab yang pertama, yang menetapkan bahwa ghanimah dan tawanan itu halal bagi kalian”.
لَمَسَّكُمْ فِيمَا أَخَذْتُمْ (Niscaya kalian ditimpa, karena tebusan yang kalian ambil) dari tawanan. عَذَابٌ عَظِيمٌ (Siksaan yang berat)
Tafsir Quraish Shihab: Kalau bukan karena ketetapan azali Allah untuk memaafkan mujtahid yang salah, niscaya kalian akan mendapatkan azab oleh tindakan kalian yang ceroboh.
Surah Al-Anfal Ayat 69
فَكُلُوا مِمَّا غَنِمْتُمْ حَلَالًا طَيِّبًا ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ
Terjemahan: Maka makanlah dari sebagian rampasan perang yang telah kamu ambil itu, sebagai makanan yang halal lagi baik, dan bertakwalah kepada Allah; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Tafsir Jalalain: (Maka makanlah dari sebagian rampasan perang yang telah kalian ambil itu sebagai makanan yang halal lagi baik dan bertakwalah kepada Allah; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.)
Tafsir Ibnu Katsir: فَكُلُوا مِمَّا غَنِمْتُمْ حَلَالًا طَيِّبًا (Maka makanlah dari sebagian rampasan perang yang telah kalian ambil itu sebagai makanan yang halal lagi baik) Dan dapat diambil dalil dari pendapat ini dengan apa yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dan Imam Muslim dalam ash-Shahihain, dari jabir bin Abdillah berkata, Rasulullah saw bersabda:
“Aku telah diberi lima hal yang tidak diberikan kepada seorang Nabi sebelumku: Aku dimenangkan melalui rasa takut (yang dirasakan oleh musuh) dalam jarak perjalanan satu bulan, dijadikannya bumi ini untukku sebagai masjid (tempat sujud) dan alat bersuci, dihalalkan bagiku harta rampasan perang, dimana hal itu tidak pernah dihalalkan bagi seorang pun sebelumku, diberikannya kepadaku (hak memberikan) Syafa’at dan Nabi terdahulu hanya diutus kepada kaumnya saja, sedang aku diutus kepada manusia seluruhnya”. (HR Al-Bukhari)
Oleh karena itu Allah berfirman: فَكُلُوا مِمَّا غَنِمْتُمْ حَلَالًا طَيِّبًا (Maka makanlah dari sebagian rampasan perang yang telah kalian ambil itu sebagai makanan yang halal lagi baik) Pada saat itu, mereka pun mengambil tebusan dari Para tawanan.
Diriwayatkan pula oleh Imam Abu Dawud dalam sunannya, dari Abbas, bahwa Rasulullah menetapkan tebusan bagi kaum jahiliyah pada perang Badar sebanyak empat ratus dinar. Dan ketetapan hukum terhadap tawanan tersebut terus berlaku.
Demikian menurut jumhurul ulama, yaitu bahwasanya seorang Imam (pemimpin) memiliki hak pilih dalam menetapkan hukuman bagi mereka, jika menghendaki, ia boleh membunuhnya sebagaimana yang dilakukan terhadap Bani Quraizhah.
Dan jika mengehendaki, ia juga boleh meminta tebusan dari mereka berupa harta benda, sebagaimana yang pernah dilakukan terhadap para tawanan perang Badar, atau bisa juga tebusan tersebut berupa pembebasan kaum muslimin yang menjadi tawanan mereka (tukar-menukar tawanan), sebagaimana yang pernah dilakukan Rasulullah terhadap seorang budak wanita dan anaknya yang berada dalam tawanan Salamah bin Akwa, dimana ia mengembalikan keduanya dan sebagai tebusannya ia mengambil beberapa kaum muslimin yang berada di tangan orang-orang musyrik.
Dan jika menghendaki, maka ia boleh juga menjadikan tawanan itu sebagai budak. Demikian yang menjadi pendapat madzhab Imam Syafi’i dan beberapa orang ulama. Mengenai masalah ini masih terdapat perbedaan pendapat yang lain di antara para imam, yang semuanya telah dikemukakan dalam beberapa kitab Fiqih.
Tafsir Quraish Shihab: Makanlah dari apa yang kalian dapatkan dari harta rampasan berupa bahan-bahan makanan. Itu semua halal hukumnya, bukan pekerjaan yang kotor.
Bertakwalah kepada Allah dalam segala urusanmu, ampunan dan rahmat Allah sungguh amat besar bagi hamba-hamba yang kembali memohon ampunan kepada-Nya, sebagaimana Dia kehendaki.
Alhamdulillah, kita telah pelajari bersama kandungan Surah Al-Anfal Ayat 67-69 berdasarkan Tafsir Jalalain, Tafsir Quraish Shihab dan Tafsir Ibnu Katsir.
Semoga dengan memahami kandungan Surah Al-Anfal Ayat 67-69 ini, dapat semakin menambah kecintaan kita terhadap Al-Qur’an dan semakin meningkatkan keimanan kita terhadap Allah SWT, Amin.
- Hadits Shahih Al-Bukhari No. 663-664 – Kitab Adzan - 30/08/2020
- Hadits Shahih Al-Bukhari No. 662 – Kitab Adzan - 30/08/2020
- Hadits Shahih Al-Bukhari No. 661 – Kitab Adzan - 30/08/2020