Surah Al-A’raf Ayat 143; Seri Tadabbur Al-Qur’an

Surah Al-A'raf Ayat 143

Pecihitam.org – Allah SWT di dalam Surah Al-A’raf Ayat 143 tentang Musa as, bahwasanya ketika ia datang untuk bermunajat kepada Allah pada waktu yang telah ditentukan oleh-Nya dan langsung dapat mendengar firman dari-Nya, maka ia pun memohon kepada-Nya agar dapat melihat-Nya.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Terjemahan dan Tafsir Al Qur’an Surah Al-A’raf Ayat 143

وَلَمَّا جَاءَ مُوسَىٰ لِمِيقَاتِنَا وَكَلَّمَهُ رَبُّهُ قَالَ رَبِّ أَرِنِي أَنْظُرْ إِلَيْكَ ۚ قَالَ لَنْ تَرَانِي وَلَٰكِنِ انْظُرْ إِلَى الْجَبَلِ فَإِنِ اسْتَقَرَّ مَكَانَهُ فَسَوْفَ تَرَانِي ۚ فَلَمَّا تَجَلَّىٰ رَبُّهُ لِلْجَبَلِ جَعَلَهُ دَكًّا وَخَرَّ مُوسَىٰ صَعِقًا ۚ فَلَمَّا أَفَاقَ قَالَ سُبْحَانَكَ تُبْتُ إِلَيْكَ وَأَنَا أَوَّلُ الْمُؤْمِنِينَ

Terjemahan: Dan tatkala Musa datang untuk (munajat dengan Kami) pada waktu yang telah Kami tentukan dan Tuhan telah berfirman (langsung) kepadanya, berkatalah Musa: “Ya Tuhanku, nampakkanlah (diri Engkau) kepadaku agar aku dapat melihat kepada Engkau”. Tuhan berfirman: “Kamu sekali-kali tidak sanggup melihat-Ku, tapi lihatlah ke bukit itu, maka jika ia tetap di tempatnya (sebagai sediakala) niscaya kamu dapat melihat-Ku”. Tatkala Tuhannya menampakkan diri kepada gunung itu, dijadikannya gunung itu hancur luluh dan Musa pun jatuh pingsan. Maka setelah Musa sadar kembali, dia berkata: “Maha Suci Engkau, aku bertaubat kepada Engkau dan aku orang yang pertama-tama beriman”.

Tafsir Jalalain: وَلَمَّا جَاءَ مُوسَىٰ لِمِيقَاتِنَا (Dan tatkala Musa datang untuk munajat dengan Kami pada waktu yang telah Kami tentukan) waktu yang telah Kami janjikan kepadanya akan berbicara dengannya pada waktu itu

وَكَلَّمَهُ رَبُّهُ (dan Tuhan telah berfirman kepadanya) tanpa perantara dengan pembicaraan yang dapat Musa dengar dari segala penjuru قَالَ رَبِّ أَرِنِي (berkatalah Musa, “Ya Tuhanku! Tampakkanlah kepadaku) diri Engkau

أَنْظُرْ إِلَيْكَ ۚ قَالَ لَنْ تَرَانِي (agar aku dapat melihat-Mu.” Tuhan berfirman, “Kamu sekali-kali tidak sanggup melihat-Ku) artinya kamu tidak akan mampu melihat-Ku; bila hal itu diungkapkan bukan dengan memakai huruf lan, maka pengertiannya berarti melihat Tuhan itu mungkin dapat dilakukan

وَلَٰكِنِ انْظُرْ إِلَى الْجَبَلِ (tetapi lihatlah kepada bukit itu) yang bangunannya lebih kuat daripada dirimu فَإِنِ اسْتَقَرَّ (maka jika ia tetap) tegak seperti sediakala مَكَانَهُ فَسَوْفَ تَرَانِي (pada tempatnya, niscaya kamu dapat melihat-Ku”) engkau dapat melihat-Ku dan jika tidak, maka niscaya kamu tidak akan kuat

فَلَمَّا تَجَلَّىٰ رَبُّهُ (Tatkala Tuhannya tampak) yakni sebagian dari nur-Nya yang hanya sebesar setengah jari manis, demikianlah menurut penjelasan dari hadis yang telah diriwayatkan oleh Al-Hakim

لِلْجَبَلِ جَعَلَهُ دَكًّا (bagi gunung itu, kejadian itu menjadikan gunung itu hancur luluh) dengan dibaca qashr atau pendek dan panjang, yakni gunung itu menjadi lebur rata dengan tanah

وَخَرَّ مُوسَىٰ صَعِقًا (dan Musa jatuh pingsan) tak sadarkan diri karena sangat terkejut melihat apa yang ia saksikan فَلَمَّا أَفَاقَ قَالَ سُبْحَانَكَ (Maka setelah Musa sadar kembali, dia berkata, “Maha Suci Engkau) dengan memahasucikan Engkau

تُبْتُ إِلَيْكَ (aku bertobat kepada Engkau) dari permintaan yang aku tidak diperintahkan mengemukakannya وَأَنَا أَوَّلُ الْمُؤْمِنِينَ (dan aku orang yang pertama-tama beriman”) pada zamanku ini.

Baca Juga:  Surah Asy-Syu'ara Ayat 49-51; Terjemahan dan Tafsir Al-Qur'an

Tafsir Ibnu Katsir: Allah memberitahukan tentang Musa as, bahwasanya ketika ia datang untuk bermunajat kepada Allah pada waktu yang telah ditentukan oleh-Nya dan langsung dapat mendengar firman dari-Nya, maka ia pun memohon kepada-Nya agar dapat melihat-Nya.

Ia berkata: رَبِّ أَرِنِي أَنْظُرْ إِلَيْكَ ۚ قَالَ لَنْ تَرَانِي (Ya Rabbku nampakkanlah [DiriMu] kepadaku agar aku dapat melihat kepada-Mu) Allah berfirman, “Kamu sekali-kali tidak sanggup melihat-Ku”.

Kata “lan” (tidak akan) dalam ayat tersebut telah menjadi perdebatan di kalangan para ulama, karena ia berfungsi sebagai penekanan untuk meniadakan. Kaum Mu’tazilah menjadikannya sebagai dalil atas pendapatnya, bahwasanya manusia tidak dapat melihat-Nya, baik di dunia maupun di akhirat. Dan pendapat kaum Mu’tazilah tersebut merupakan pendapat yang paling lemah, karena banyak sekali hadits yang diriwayatkan dari Rasulullah saw, bahwa orang-orang yang beriman itu akan melihat Allah di akhirat kelak.

Ada juga yang mengatakan, bahwasanya kata “lan” pada ayat ini adalah penekanan kepastian untuk tidak dapat melihat Allah di dunia selamanya, sebagai penggabungan antara ayat ini dan dalil qath’i (pasti) yang menunjukkan kebenaran penglihatan (terhadap Allah) di akhirat kelak.

Ada juga yang menyatakan, bahwa pembicaraan dalam masalah ini sama seperti pembicaraan dalam firman Allah berikut ini: “Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang Dia dapat melihat segala penglihatan itu. Dan Dia yang Mahahalus lagi Mahamengetahui”. (QS. Al-An’am: 103) Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya pada penafsiran surat al-An’am.

Mengenai firman Allah: فَلَمَّا تَجَلَّىٰ رَبُّهُ لِلْجَبَلِ (Tatkala Rabbnya menampakkan diri kepada gunung itu) dari Anas bin Malik, dari Nabi saw. ia berkata: “Nabi bersabda: ‘Demikianlah’, (yaitu beliau mengeluarkan ujung jari kelingking).

Imam Ahmad mengatakan: “Mu’adz mempraktekkan kepada kami”. Maka Humaid ath-Thawil bertanya kepadanya: “Apa yang engkau maksudkan dengan itu, hai Abu Muhammad?” Kemudian ia memukul dadanya dengan keras seraya berkata: “Siapa dan apa kedudukanmu, hai Humaid? Anas bin Maliklah yang menceritakan hal itu kepadaku dari Nabi saw. lalu engkau berkata, ‘Apa yang engkau maksudkan?’.

(Demikian pula diriwayatkan at-Tirmidzi dalam penafsiran ayat ini. Kemudian at-Tirmidzi mengatakan, bahwa hadits ini derajatnya hasan shahih gharib yang kami tidak mengetahuinya kecuali dari hadits Hammad. Demikian pula diriwayatkan oleh al-Hakim dalam kitab al-Mustadrak, melalui beberapa jalan, dari Hammad bin Salamah, dan ia mengatakan: “Hadits ini shahih sesuai syarat Muslim, tetapi keduanya (Bukhari dan Muslim) tidak meriwayatkannya”)

(Dan masih mengenai finnan Allah): فَلَمَّا تَجَلَّىٰ رَبُّهُ لِلْجَبَلِ جَعَلَهُ دَكًّا وَخَرَّ مُوسَىٰ صَعِقًا (Tatkala Rabbnya menampakkan diri kepada gunung itu, dijadikannya gunung itu hancur luluh dan Musa jatuh pingsan)

ar-Rabi’ bin Anas berkata: “Hal itu ialah, bahwa gunung itu langsung hancur luluh seperti tanah yang rata, ketika tabir penutup dibukakan, lalu ia melihat cahaya”.

Mengenai firman Allah: وَلَٰكِنِ انْظُرْ إِلَى الْجَبَلِ فَإِنِ اسْتَقَرَّ مَكَانَهُ فَسَوْفَ تَرَانِي (Tetapi lihatlah ke gunung itu, maka jika ia tetap di tempatnya sebagai sediakala niscaya kamu dapat melihat-Ku) Mujahid berkata: “(Maksudnya) bahwasanya gunung itu lebih besar darimu dan makhluk yang paling keras”.

Baca Juga:  Surah Al-Mulk Ayat 28-30; Terjemahan dan Tafsir Al-Qur'an

Firman-Nya: فَلَمَّا تَجَلَّىٰ رَبُّهُ لِلْجَبَلِ (Tatkala Rabbnya menampakkan diri kepada gunung itu) Kemudian Musa melihat gunung itu tidak dapat mengendalikan diri, lalu hancur luluh seketika. Dan Musa as. menyaksikannya sendiri apa yang dialami oleh gunung itu, lalu jatuh pingsan.

Kata sha’’iq berarti pingsan, sebagaimana yang ditafsirkan oleh Ibnu Abbas dan ulama lainnya, tidak seperti yang ditafsirkan oleh Qatadah, di mana ia menafsirkannya dengan mati, meskipun penafsiran itu benar menurut bahasa, sebagaimana firman Allah:

Wa nufikha fish shuuri fa sha’iqa….. (“Dan ditiuplah sangkakala, maka matilah siapa yang di langit dan di bumi kecuall siapa yang dikehendaki Allah. Kemudian ditiup sangkakala itu sekali lagi, maka tiba-tiba mereka berdiri menunggu putusannya masing-masing”) (Az-Zumar: 68)

Karena qarinah (konteks pembicaraan) dalam ayat ini menunjukkan makna kematian, sebagaimana di sana terdapat juga qarinah yang menunjukkan makna pingsan, yaitu firman-Nya: فَلَمَّا أَفَاقَ (Dan setelah Musa sadar kembali) Dan kata “al afaaqa” (kesadaran kembali) itu tidak terjadi kecuali dari pingsan.

Firman-Nya: قَالَ سُبْحَانَكَ (Dia berkata; Mahasuci Engkau) Hal ini sebagai penyucian, pemuliaan dan pengagungan bahwasanya tidak ada seorang pun yang dapat melihat Allah di dunia ini melainkan ia mati.

Dan firman-Nya selanjutnya: تُبْتُ إِلَيْكَ (Aku bertaubat kepada-Mu) Mujahid berkata: “Yaitu, aku bertaubat dari meminta agar dapat melihat-Mu”. وَأَنَا أَوَّلُ الْمُؤْمِنِينَ (Dan aku orang yang pertama-tama beriman) Mengenai firman-Nya ini, Ibnu Abbas dan Mujahid berkata: “Maksudnya, dari kalangan Bani Israil”. Dan pendapat ini merupakan pilihan Ibnu Jarir.

Dalam riwayat yang lain, dari Ibnu Abbas: وَأَنَا أَوَّلُ الْمُؤْمِنِينَ (Dan aku orang yang pertama-tama beriman) Bahwasanya tidak ada seorang pun yang dapat melihat-Mu. Hal yang serupa juga dikemukakan oleh Abul Aliyah.

Menurutnya, telah ada sebelumnya orang-orang yang beriman, namun ia mengatakan: “Aku adalah orang yang pertama-tama beriman kepada-Mu, bahwasanya tidak ada seorang pun dari makhluk-Mu yang dapat melihat-Mu sampai hari Kiamat kelak”. Pendapat ini pun baik dan mempunyai alasan.

Firman Allah: وَخَرَّ مُوسَىٰ صَعِقًا (Dan Musa pun jatuh pingsan) Dalam kitab Shahihnya, al-Bukhari meriwayatkan dari Abu Said al-Khudri berkata: “Ada seseorang dari kaum Yahudi datang kepada Nabi saw, dalam keadaan wajahnya telah ditampar. Orang itu berkata: ‘Hai Muhammad, salah seorang dari Sahabatmu dari kaum Anshar telah menampar wajahku.’

‘Panggilah ia’, sahut Rasulullah saw. Maka para Sahabat pun memanggil Sahabat yang dimaksudkan orang Yahudi itu. Lalu beliau bertanya: Mengapa engkau menampar wajahnya?

Sahabat itu menjawab: Ya Rasulullah, sungguh aku sedang berjalan melewati Yahudi ini, lalu aku mendengarnya ia mengatakan, ‘Demi Yang melebihkan Musa atas umat manusia’. Lalu kutanyakan: Juga atas diri Muhammad? ‘Ya, juga atas diri Muhammad’. jawabnya. Maka emosiku memuncak hingga aku menamparnya’.

Baca Juga:  Surah Ali Imran Ayat 46-52; Seri Tadabbur Al Qur'an

Lalu Rasulullah bersabda: ‘Janganlah kalian melebihkan diriku atas diri para Nabi, karena sesungguhnya manusia akan pingsan pada hari Kiamat kelak, dan aku adalah orang yang pertama kali sadarkan diri, ternyata aku bersama Musa dalam keadaan berpegang pada salah satu kaki Arsy. Dan aku tidak mengetahui, apakah ia sadarkan diri sebelum diriku ataukah ia sudah diberi balasan dengan pingsan ketika berada di gunung Thur?’ (HR. Al-Bukhari dalam kitab Shahihnya, dan Muslim juga dalam Shahihnya [pada bab] tentang cerita para Nabi, serta Abu Dawud dalam kitab [bab] Sunnah, dalam Sunannya).

Dan perkataan dalam sabda Rasulullah saw, “Janganlah kalian melebihkan diriku atas diri para Nabi”, adalah sama seperti perkataan dalam sabda beliau: “Janganlah kalian melebihkan diriku atas para Nabi dan juga atas diri Yunus bin Matta”.

Ada pendapat yang mengatakan bahwa yang demikian itu termasuk ke dalam hal tawadhu (merendahkan diri). Ada juga pendapat yang menyatakan bahwa hal itu sebelum beliau mengetahuinya. Dan ada pendapat lain yang mengatakan, bahwa beliau melarang membeda-bedakan di antara para Nabi dalam keadaan marah atau karena rasa ta’ashshub (fanatik). Dan ada juga yang menyatakan bahwasanya perkataan beliau itu hanya berdasarkan pada pendapat dan keinginan beliau semata. Wallahu a’lam.

Tafsir Quraish Shihab: Tatkala ia datang untuk bermunajat, Tuhan berbicara langsung kepadanya dalam suatu dialog yang tidak sama dengan pembicaraan yang dilakukan manusia.

Musa berkata, “Tuhanku, perlihatkanlah zat-Mu kepadaku. Tampakkanlah diri-Mu agar aku dapat melihat-Mu, sehingga kehormatanku semakin bertambah.” Allah berfirman, “Kamu tidak akan sanggup melihat-Ku.” Kemudian Allah ingin Musa dapat menerima ketidaksanggupannya itu, dan berkata, “Tapi lihatlah bukit yang lebih kokoh bila dibandingkan dengan kondisimu.

Jika–saat kemunculan-Ku–bukit itu tetap tegar, maka kamu pun bakal mampu melihat-Ku saat Aku muncul di hadapanmu.” Tatkala Tuhan menampakkan diri-Nya ke bukit, tiba-tiba bukit itu hancur lebur hingga sama rata dengan tanah.

Musa sendiri jatuh pingsan tak sadarkan diri menyaksikan peristiwa dahsyat itu. Setelah siuman, Musa pun berkata, “Ya Allah, Mahasuci Engkau dari keterlihatan di dunia ini. Sungguh aku bertobat kepada-Mu karena telah lancang meminta sesuatu yang tak Engkau izinkan. Dan aku adalah orang pertama di zamanku yang mengimani keagungan dan kebesaran-Mu.”

Demikianlah penjelasan singkat dari Surah Al-A’raf Ayat 143 dengan merujuk pada Tafsir Jalalain, Tafsir Ibnu Katsir dan Tafsir Quraish Shihab sebagai bagian lanjutan dari seri Tadabbur Al Qur’an kita. Semoga Bermanfaat.

M Resky S