Surah Al-Haqqah Ayat 38-43; Terjemahan dan Tafsir Al-Qur’an

Surah Al-Haqqah Ayat 38-43

Pecihitam.org – Kandungan Surah Al-Haqqah Ayat 38-43 ini, menerangkan bahwa Al-Qur’an bukan syair seperti yang biasa diucapkan penyair-penyair mereka, karena Al-Qur’an di samping indah susunan gaya bahasanya juga mempunyai isi yang dalam.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Syair-syair yang diucapkan para penyair mereka tidak memiliki susunan gaya bahasa seindah susunan dan gaya bahasa Al-Qur’an dan tidak mempunyai arti yang tinggi. Banyak terdapat ayat Al-Qur’an yang menantang orang musyrik agar membuat yang serupa atau sebanding dengan Al-Qur’an, tetapi mereka tidak sanggup melakukannya.

Terjemahan dan Tafsir Al-Qur’an Surah Al-Haqqah Ayat 38-43

Surah Al-Haqqah Ayat 38
فَلَآ أُقۡسِمُ بِمَا تُبۡصِرُونَ

Terjemahan: Maka Aku bersumpah dengan apa yang kamu lihat.

Tafsir Jalalain: فَلَآ (Maka) huruf laa di sini adalah huruf zaidah أُقۡسِمُ بِمَا تُبۡصِرُونَ (Aku bersumpah dengan apa yang kalian lihat) makhluk-makhluk yang kalian lihat.

Tafsir Ibnu Katsir: Allah Ta’ala berfirman seraya bersumpah kepada hamba-hamba-Nya dengan tanda-tandan kekuasaan-Nya yang selalu mereka saksikan dalam ciptaan-ciptaan-Nya yang menunjukkan kesempurnaan-Nya dalam nama dan sifat-Nya, serta dengan hal-hal ghaib yang tidak mereka saksikan, yaitu hal-hal ghaib yang menunjukkan bahwa al-Qur’an itu merupakan firman sekaligus wahyu-Nya dan diturunkan kepada hamba sekaligus Rasul-Nya yang Dia pilih sendiri untuk menyampaikan risalah dan menunaikan amanah, dimana Allah Ta’ala berfirman: فَلَآ أُقۡسِمُ بِمَا تُبۡصِرُونَ (Maka Aku bersumpah dengan apa yang kamu lihat.)

Tafsir Kemenag: Menurut Muqatil bahwa ayat-ayat ini diturunkan berhubungan dengan sikap para pemuka Quraisy ketika mendengar bacaan ayat-ayat Al-Qur’an, seperti perkataan al-Walid bin al-Mugirah bahwa sesungguhnya Muhammad seorang pesihir, perkataan Abu Jahal bahwa Muhammad seorang penyair, dan perkataan ‘Uqbah bahwa Muhammad seorang tukang tenung. Ayat ini membantah perkataan-perkataan itu.

Allah menegaskan kepada orang musyrik Mekah dengan bersumpah dengan makhluk-Nya, baik yang dapat dilihat, diketahui, dan dirasakan dengan pancaindra maupun tidak, bahwa Al-Qur’an yang diturunkan kepada Muhammad itu benar-benar wahyu dari-Nya. Al-Qur’an bukan perkataan Muhammad atau perkataan yang diada-adakan Muhammad kemudian dikatakan sebagai firman Allah.

Dari perkataan bima tubsirun (segala yang dapat kamu lihat) dapat dipahami bahwa sebenarnya orang musyrik Mekah seharusnya dapat meyakinkan bahwa Al-Qur’an itu berasal dari Allah, bukan buatan Muhammad. Hal ini berdasarkan pada pengetahuan yang ada pada mereka, seperti pengetahuan tentang Muhammad, pengetahuan tentang gaya bahasa dan keindahan bahasa Arab yang terdapat dalam Al-Qur’an, dan isi Al-Qur’an itu sendiri.

Kemudian dari perkataan “wama la tubsirun” (dan apa yang tidak kamu lihat) dipahami bahwa banyak hal yang tidak diketahui oleh orang musyrik Mekah. Jika mereka mengetahui yang demikian itu, tentu akan dapat menambah keyakinan dan kepercayaan mereka kepada Muhammad.

Tafsir Quraish Shihab: Aku bersumpah dengan apa-apa yang kalian lihat dan tidak kalian lihat berupa alam gaib, sesungguhnya al-Qur’ân itu benar-benar (wahyu) dari Allah yang disampaikan melalui seorang rasul yang mempunyai kedudukan tinggi.

Surah Al-Haqqah Ayat 39
وَمَا لَا تُبۡصِرُونَ

Terjemahan: Dan dengan apa yang tidak kamu lihat.

Tafsir Jalalain: وَمَا لَا تُبۡصِرُونَ (Dan dengan apa yang tidak kalian lihat) di antara makhluk-makhluk itu.

Tafsir Ibnu Katsir: وَمَا لَا تُبۡصِرُونَ (Dan dengan apa yang tidak kamu lihat.)

Tafsir Kemenag: Menurut Muqatil bahwa ayat-ayat ini diturunkan berhubungan dengan sikap para pemuka Quraisy ketika mendengar bacaan ayat-ayat Al-Qur’an, seperti perkataan al-Walid bin al-Mugirah bahwa sesungguhnya Muhammad seorang pesihir, perkataan Abu Jahal bahwa Muhammad seorang penyair, dan perkataan ‘Uqbah bahwa Muhammad seorang tukang tenung. Ayat ini membantah perkataan-perkataan itu.

Allah menegaskan kepada orang musyrik Mekah dengan bersumpah dengan makhluk-Nya, baik yang dapat dilihat, diketahui, dan dirasakan dengan pancaindra maupun tidak, bahwa Al-Qur’an yang diturunkan kepada Muhammad itu benar-benar wahyu dari-Nya. Al-Qur’an bukan perkataan Muhammad atau perkataan yang diada-adakan Muhammad kemudian dikatakan sebagai firman Allah.

Dari perkataan bima tubsirun (segala yang dapat kamu lihat) dapat dipahami bahwa sebenarnya orang musyrik Mekah seharusnya dapat meyakinkan bahwa Al-Qur’an itu berasal dari Allah, bukan buatan Muhammad.

Hal ini berdasarkan pada pengetahuan yang ada pada mereka, seperti pengetahuan tentang Muhammad, pengetahuan tentang gaya bahasa dan keindahan bahasa Arab yang terdapat dalam Al-Qur’an, dan isi Al-Qur’an itu sendiri.

Kemudian dari perkataan “wama la tubsirun” (dan apa yang tidak kamu lihat) dipahami bahwa banyak hal yang tidak diketahui oleh orang musyrik Mekah. Jika mereka mengetahui yang demikian itu, tentu akan dapat menambah keyakinan dan kepercayaan mereka kepada Muhammad.

Tafsir Quraish Shihab: Aku bersumpah dengan apa-apa yang kalian lihat dan tidak kalian lihat berupa alam gaib, sesungguhnya al-Qur’ân itu benar-benar (wahyu) dari Allah yang disampaikan melalui seorang rasul yang mempunyai kedudukan tinggi.

Surah Al-Haqqah Ayat 40
إِنَّهُۥ لَقَوۡلُ رَسُولٍ كَرِيمٍ

Terjemahan: Sesungguhnya Al Quran itu adalah benar-benar wahyu (Allah yang diturunkan kepada) Rasul yang mulia,

Baca Juga:  Surah Fussilat Ayat 13-18; Terjemahan dan Tafsir Al-Qur'an

Tafsir Jalalain: إِنَّهُۥ (Sesungguhnya dia) yakni Alquran itu لَقَوۡلُ رَسُولٍ كَرِيمٍ (adalah benar-benar perkataan utusan yang mulia) yang disampaikan oleh malaikat Jibril dari Allah swt.

Tafsir Ibnu Katsir: إِنَّهُۥ لَقَوۡلُ رَسُولٍ كَرِيمٍ (Sesungguhnya Al Quran itu adalah benar-benar wahyu (Allah yang diturunkan kepada) Rasul yang mulia,) yakni, Muhammad saw. dinisbatkan kepada beliau bermakna tabligh [penyampaian], karena Rasulullah saw. bertugas menyampaikan dari Rabb yang mengutus. Oleh karena itu, Dia menyandarkannya dalam surah at-Takwiir kepada Rasul dari kalangan malaikat.

إِنَّهُۥ لَقَوۡلُ رَسُولٍ كَرِيمٍ (“Sesungguhnya al-Qur’an itu adalah benar-benar wahyu [Allah yang diturunkan kepada] Rasul yang mulia.”) dan ini adalah Jibril as.

Tafsir Kemenag: Menurut Muqatil bahwa ayat-ayat ini diturunkan berhubungan dengan sikap para pemuka Quraisy ketika mendengar bacaan ayat-ayat Al-Qur’an, seperti perkataan al-Walid bin al-Mugirah bahwa sesungguhnya Muhammad seorang pesihir, perkataan Abu Jahal bahwa Muhammad seorang penyair, dan perkataan ‘Uqbah bahwa Muhammad seorang tukang tenung. Ayat ini membantah perkataan-perkataan itu.

Allah menegaskan kepada orang musyrik Mekah dengan bersumpah dengan makhluk-Nya, baik yang dapat dilihat, diketahui, dan dirasakan dengan pancaindra maupun tidak, bahwa Al-Qur’an yang diturunkan kepada Muhammad itu benar-benar wahyu dari-Nya. Al-Qur’an bukan perkataan Muhammad atau perkataan yang diada-adakan Muhammad kemudian dikatakan sebagai firman Allah.

Dari perkataan bima tubsirun (segala yang dapat kamu lihat) dapat dipahami bahwa sebenarnya orang musyrik Mekah seharusnya dapat meyakinkan bahwa Al-Qur’an itu berasal dari Allah, bukan buatan Muhammad.

Hal ini berdasarkan pada pengetahuan yang ada pada mereka, seperti pengetahuan tentang Muhammad, pengetahuan tentang gaya bahasa dan keindahan bahasa Arab yang terdapat dalam Al-Qur’an, dan isi Al-Qur’an itu sendiri.

Kemudian dari perkataan “wama la tubsirun” (dan apa yang tidak kamu lihat) dipahami bahwa banyak hal yang tidak diketahui oleh orang musyrik Mekah. Jika mereka mengetahui yang demikian itu, tentu akan dapat menambah keyakinan dan kepercayaan mereka kepada Muhammad.

Tafsir Quraish Shihab: Aku bersumpah dengan apa-apa yang kalian lihat dan tidak kalian lihat berupa alam gaib, sesungguhnya al-Qur’ân itu benar-benar (wahyu) dari Allah yang disampaikan melalui seorang rasul yang mempunyai kedudukan tinggi.

Surah Al-Haqqah Ayat 41
وَمَا هُوَ بِقَوۡلِ شَاعِرٍ قَلِيلًا مَّا تُؤۡمِنُونَ

Terjemahan: dan Al Quran itu bukanlah perkataan seorang penyair. Sedikit sekali kamu beriman kepadanya.

Tafsir Jalalain: وَمَا هُوَ بِقَوۡلِ شَاعِرٍ قَلِيلًا مَّا تُؤۡمِنُونَ (Dan Alquran itu bukanlah perkataan seorang penyair. Sedikit sekali kalian beriman kepadanya.).

Tafsir Ibnu Katsir: وَمَا هُوَ بِقَوۡلِ شَاعِرٍ قَلِيلًا مَّا تُؤۡمِنُونَ (dan Al Quran itu bukanlah perkataan seorang penyair. Sedikit sekali kamu beriman kepadanya.)

Tafsir Kemenag: Al-Qur’an bukan syair seperti yang biasa diucapkan penyair-penyair mereka, karena Al-Qur’an di samping indah susunan gaya bahasanya juga mempunyai isi yang dalam. Syair-syair yang diucapkan para penyair mereka tidak memiliki susunan gaya bahasa seindah susunan dan gaya bahasa Al-Qur’an dan tidak mempunyai arti yang tinggi. Banyak terdapat ayat Al-Qur’an yang menantang orang musyrik agar membuat yang serupa atau sebanding dengan Al-Qur’an, tetapi mereka tidak sanggup melakukannya.

Dan jika kamu meragukan (Al-Qur’an) yang Kami turunkan kepada hamba Kami (Muhammad), maka buatlah satu surah semisal dengannya dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar. Jika kamu tidak mampu membuatnya, dan (pasti) tidak akan mampu, maka takutlah kamu akan api neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu, yang disediakan bagi orang-orang kafir. (al-Baqarah/2: 23-24)

Ditegaskan pula bahwa Al-Qur’an itu juga bukan berasal dari perkataan tukang tenung. Biasanya tukang tenung teman setan karena mereka menenung itu semata-mata mencari-cari bisikan setan. Padahal Al-Qur’an mencela perbuatan setan, sehingga dengan demikian, ia bukan bisikan setan dan bukan pula hasil tukang tenung.

Sehubungan dengan itu, ayat ini menyanggah orang-orang musyrik agar tidak buru-buru berkesimpulan bahwa Al-Qur’an itu adalah tenung hanya karena belum atau tidak mengetahui isi Al-Qur’an. Sangat sedikit di antara mereka yang mau beriman kepada Al-Qur’an ketika itu, dan mau mengambil pelajaran dari isinya. Mukjizat Qur’an terletak pada isi. Makin tinggi ilmu pengetahuan seseorang, akan makin mudah mencerna maksudnya, di samping nilai bahasanya.

Umat Islam Indonesia pada umumnya kesulitan membuktikan dan mengetahui letak kemukjizatan Al-Qur’an dari segi bahasa, karena untuk mengetahui ketinggian susunan kata-kata haruslah dapat merasakan keindahan gaya dan bahasa itu sendiri.

Oleh karena itu, untuk mengetahui ketinggian Al-Qur’an, cukup dengan mengetahui pendapat dan sikap para sastrawan Arab penantang Islam terhadap Al-Qur’an itu. Di antaranya adalah Abu al-Walid, yaitu seorang pemimpin dan sastrawan Arab yang terkenal pada masa itu. Ia pernah diutus kaumnya kepada Nabi saw untuk meminta beliau menghentikan dakwahnya.

Mendengar permintaan Abu al-Walid itu, Nabi saw membaca Surah Fussilat/41 dari ayat pertama hingga akhir ayat 14. Abu al-Walid terpesona mendengar ayat-ayat itu, sehingga ia termenung memikirkan keindahan gaya bahasanya. Lalu ia langsung kembali kepada kaumnya. Ketika ditanya tentang hasil pertemuan itu, ia mengatakan kepada kaumnya, “Aku belum pernah mendengar kata-kata yang seindah itu. Apa yang dibaca itu bukanlah syair, sihir, atau kata-kata ahli tenung.

Baca Juga:  Surah Al-An'am Ayat 93-94; Seri Tadabbur Al Qur'an

Mendengar jawaban Abu al-Walid, mereka menuduh bahwa ia telah terkena sihir oleh Muhammad dan berkhianat kepada agama nenek moyang mereka. Di antara pemuka dan sesepuh Quraisy adalah al-Walid bin al-Mugirah. Orang ini pernah mendengar ayat-ayat Al-Qur’an yang dibacakan Nabi.

Maka ia berkata kepada kaumnya (Bani Makhzum), “Baru-baru ini aku mendengar dari Muhammad suatu ucapan yang menurutku bukanlah perkataan manusia atau jin. Ucapan itu enak didengar, bagus disimak, laksana sebatang pohon, yang atasnya berbuah, dan bawahnya terhunjam ke tanah. Dia benar-benar unggul dan tidak akan dapat diungguli. Di samping dua orang tersebut, banyak juga sastrawan Arab pada waktu itu yang mencoba membuat yang serupa ayat-ayat Al-Qur’an , tetapi tidak seorang pun yang sanggup melakukannya.

Dari kedua ayat ini dapat dipahami bahwa sangat sedikit di antara kaum musyrik Mekah yang mengakui bahwa Al-Qur’an adalah kitab yang diturunkan Allah kepada Muhammad, begitu juga yang mengambil pelajaran dari isinya. Yang demikian itu adalah karena:

  1. Mereka takut dikucilkan oleh kaumnya dengan mempelajari Al-Qur’an, walaupun hati dan pikiran mereka telah mengakuinya, seperti halnya pada Abu al-Walid dan al-Walid bin al-Mugirah.
  2. Sebahagian mereka tidak mengetahui isinya karena tidak mau mempelajarinya dengan sungguh-sungguh. Mereka lebih dahulu mendustakannya.

Tafsir Quraish Shihab: Al-Qur’ân bukanlah perkatan seorang penyair seperti yang kalian kira. Hanya sedikit sekali keyakinan kalian bahwa al-Qur’ân itu dari Allah.

Surah Al-Haqqah Ayat 42
وَلَا بِقَوۡلِ كَاهِنٍ قَلِيلًا مَّا تَذَكَّرُونَ

Terjemahan: Dan bukan pula perkataan tukang tenung. Sedikit sekali kamu mengambil pelajaran daripadanya.

Tafsir Jalalain: وَلَا بِقَوۡلِ كَاهِنٍ قَلِيلًا مَّا تَذَكَّرُونَ (Dan bukan pula perkataan tukang tenung. Sedikit sekali kalian mengambil pelajaran darinya) lafal tu’minuuna pada ayat di atas dan lafal tadzakkaruuna, kedua-duanya dapat pula dibaca yu’minuuna dan yadzakkaruuna. Huruf maa-nya merupakan huruf zaidah yang berfungsi mengukuhkan makna.

Makna ayat, bahwasanya mereka itu hanya beriman kepada hal-hal yang sedikit sekali, dan mereka pun hanya ingat sedikit tentang hal-hal yang didatangkan oleh Nabi saw. yaitu berupa kebaikan, silaturahmi, dan memelihara kehormatan. Maka hal-hal tersebut tiada memberi manfaat kepada mereka barang sedikit pun.

Tafsir Ibnu Katsir: وَلَا بِقَوۡلِ كَاهِنٍ قَلِيلًا مَّا تَذَكَّرُونَ (Dan bukan pula perkataan tukang tenung. Sedikit sekali kamu mengambil pelajaran daripadanya.)
dengan demikian, terkadang Allah menyandarkannya pada ucapan Rasul dari kalangan malaikat, terkadang Allah menyandarkannya pada ucapan Rasul dari kalangan manusia, karena masing-masing dari keduanya merupakan penyampai pesan dari Allah yang telah Dia amanahkan, berupa wahyu dan firman-Nya.

Tafsir Kemenag: Al-Qur’an bukan syair seperti yang biasa diucapkan penyair-penyair mereka, karena Al-Qur’an di samping indah susunan gaya bahasanya juga mempunyai isi yang dalam. Syair-syair yang diucapkan para penyair mereka tidak memiliki susunan gaya bahasa seindah susunan dan gaya bahasa Al-Qur’an dan tidak mempunyai arti yang tinggi. Banyak terdapat ayat Al-Qur’an yang menantang orang musyrik agar membuat yang serupa atau sebanding dengan Al-Qur’an, tetapi mereka tidak sanggup melakukannya.

Dan jika kamu meragukan (Al-Qur’an) yang Kami turunkan kepada hamba Kami (Muhammad), maka buatlah satu surah semisal dengannya dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar. Jika kamu tidak mampu membuatnya, dan (pasti) tidak akan mampu, maka takutlah kamu akan api neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu, yang disediakan bagi orang-orang kafir. (al-Baqarah/2: 23-24)

Ditegaskan pula bahwa Al-Qur’an itu juga bukan berasal dari perkataan tukang tenung. Biasanya tukang tenung teman setan karena mereka menenung itu semata-mata mencari-cari bisikan setan. Padahal Al-Qur’an mencela perbuatan setan, sehingga dengan demikian, ia bukan bisikan setan dan bukan pula hasil tukang tenung.

Sehubungan dengan itu, ayat ini menyanggah orang-orang musyrik agar tidak buru-buru berkesimpulan bahwa Al-Qur’an itu adalah tenung hanya karena belum atau tidak mengetahui isi Al-Qur’an. Sangat sedikit di antara mereka yang mau beriman kepada Al-Qur’an ketika itu, dan mau mengambil pelajaran dari isinya. Mukjizat Qur’an terletak pada isi. Makin tinggi ilmu pengetahuan seseorang, akan makin mudah mencerna maksudnya, di samping nilai bahasanya.

Umat Islam Indonesia pada umumnya kesulitan membuktikan dan mengetahui letak kemukjizatan Al-Qur’an dari segi bahasa, karena untuk mengetahui ketinggian susunan kata-kata haruslah dapat merasakan keindahan gaya dan bahasa itu sendiri.

Oleh karena itu, untuk mengetahui ketinggian Al-Qur’an, cukup dengan mengetahui pendapat dan sikap para sastrawan Arab penantang Islam terhadap Al-Qur’an itu. Di antaranya adalah Abu al-Walid, yaitu seorang pemimpin dan sastrawan Arab yang terkenal pada masa itu. Ia pernah diutus kaumnya kepada Nabi saw untuk meminta beliau menghentikan dakwahnya.

Baca Juga:  Surah An-Nahl Ayat 90; Terjemahan dan Tafsir Al-Qur'an

Mendengar permintaan Abu al-Walid itu, Nabi saw membaca Surah Fussilat/41 dari ayat pertama hingga akhir ayat 14. Abu al-Walid terpesona mendengar ayat-ayat itu, sehingga ia termenung memikirkan keindahan gaya bahasanya. Lalu ia langsung kembali kepada kaumnya. Ketika ditanya tentang hasil pertemuan itu, ia mengatakan kepada kaumnya, “Aku belum pernah mendengar kata-kata yang seindah itu. Apa yang dibaca itu bukanlah syair, sihir, atau kata-kata ahli tenung.

Mendengar jawaban Abu al-Walid, mereka menuduh bahwa ia telah terkena sihir oleh Muhammad dan berkhianat kepada agama nenek moyang mereka. Di antara pemuka dan sesepuh Quraisy adalah al-Walid bin al-Mugirah. Orang ini pernah mendengar ayat-ayat Al-Qur’an yang dibacakan Nabi.

Maka ia berkata kepada kaumnya (Bani Makhzum), “Baru-baru ini aku mendengar dari Muhammad suatu ucapan yang menurutku bukanlah perkataan manusia atau jin. Ucapan itu enak didengar, bagus disimak, laksana sebatang pohon, yang atasnya berbuah, dan bawahnya terhunjam ke tanah. Dia benar-benar unggul dan tidak akan dapat diungguli. Di samping dua orang tersebut, banyak juga sastrawan Arab pada waktu itu yang mencoba membuat yang serupa ayat-ayat Al-Qur’an , tetapi tidak seorang pun yang sanggup melakukannya.

Dari kedua ayat ini dapat dipahami bahwa sangat sedikit di antara kaum musyrik Mekah yang mengakui bahwa Al-Qur’an adalah kitab yang diturunkan Allah kepada Muhammad, begitu juga yang mengambil pelajaran dari isinya. Yang demikian itu adalah karena:

  1. Mereka takut dikucilkan oleh kaumnya dengan mempelajari Al-Qur’an, walaupun hati dan pikiran mereka telah mengakuinya, seperti halnya pada Abu al-Walid dan al-Walid bin al-Mugirah.
  2. Sebahagian mereka tidak mengetahui isinya karena tidak mau mempelajarinya dengan sungguh-sungguh. Mereka lebih dahulu mendustakannya.

Tafsir Quraish Shihab: Dan al-Qur’ân bukanlah mantra seperti mantranya para tukang tenung sebagaimana anggapan kalian. Hanya sedikit sekali sikap perenungan kalian untuk memahami perbedaan antara keduanya.

Surah Al-Haqqah Ayat 43
تَنزِيلٌ مِّن رَّبِّ ٱلۡعَٰلَمِينَ

Terjemahan: Ia adalah wahyu yang diturunkan dari Tuhan semesta alam.

Tafsir Jalalain: Bahkan Alquran itu تَنزِيلٌ مِّن رَّبِّ ٱلۡعَٰلَمِينَ (diturunkan dari Rabb semesta alam.).

Tafsir Ibnu Katsir: oleh karena itu Allah berfirman: تَنزِيلٌ مِّن رَّبِّ ٱلۡعَٰلَمِينَ (“Ia adalah wahyu yang diturunkan dari Rabb semesta alam.”) Imam Ahmad meriwayatkan ‘Umar bin al-Khaththab berkata: “Aku pernah keluar untuk menghalangi Rasulullah saw. sebelum aku masuk Islam, lalu aku mendapatkan nya telah lebih mendahuluiku datang ke masjid.

Kemudian aku berdiri di belakang beliau, lalu beliau membuka dengan membaca surah al-Haaqqah sehingga aku benar-benar kagum dengan susunan kalimat al-Qur’an.” Ia berkata: “Kemudian aku mengatkan, ‘Demi Allah, dia benar-benar seorang penyair, sebagaimana yang dikatakan oleh kaum Quraisy.” Lebih lanjut, beliau membaca ayat:

(“Sesungguhnya al-Qur’an itu adalah benar-benar wahyu [Allah yang diturunkan kepada] Rasul yang mulia. Dan Al-Qur’an itu bukanlah perkataan penyair. Sedikit sekali kamui beriman kepadanya.”) dia berkata: “Aku katakan: ‘Seorang dukun.’” Lebih lanjut dia berkata:

“Kemudian beliau membaca: (“Dan bukan pula perkataan tukang tenung. Sedikit sekali kamu mengambil pelajaran daripadanya. Ia adalah wahyu yang diturunkan dari Rabb semesta alam. Seandainya dia [Muhammad] mengadakan sebagian perkataan atas [nama] Kami, niscaya benar-benar Kami pegang dia pada tangan kanannya.

Kemudian benar-benar Kami potong urat tali jantungnya. Maka sekali-sekali tidak ada seorang pun darimu yang dapat menghalangi [Kami] dari pemotongan urat nadi itu.”) sampai akhir surah. Selanjutnya ‘Umar berkata:

“Maka tertanamlah Islam secara mantap di dalam kalbuku.” Dan ini sebagian dari beberapa sebab yang Allah Ta’ala jadikan sebagai pengaruh dalam memberikan petunjuk hidayah ‘Umar bin al-Khaththab, sebagaimana kami telah menceritakan proses masuknya ‘Umar ke dalam Islam di dalam sirahnya secara khusus. Segala puji dan sanjungan hanya milik Allah.

Tafsir Kemenag: Al-Qur’an benar-benar berasal dari Tuhan Maha Pencipta, Maha Pengatur, Maha Penjaga dan Maha Menguasai seluruh alam.

Tafsir Quraish Shihab: Al-Qur’ân adalah wahyu yang diturunkan oleh Zat yang menciptakan dan memelihara alam semesta ini.

Shadaqallahul ‘adzhim. Alhamdulillah, kita telah pelajari bersama kandungan Surah Al-Haqqah Ayat 38-43 berdasarkan Tafsir Jalalain, Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir Kemenag dan Tafsir Quraish Shihab. Semoga menambah khazanah ilmu Al-Qur’an kita.

M Resky S