Surah Al-Hasyr Ayat 6-7; Terjemahan dan Tafsir Al-Qur’an

Surah Al-Hasyr Ayat 6-7

Pecihitam.org – Kandungan Surah Al-Hasyr Ayat 6-7 ini, menerangkan hukum fai’, yaitu harta rampasan yang diperoleh dari musuh, tanpa peperangan. Hal ini terjadi karena musuh telah menyerah dan mengaku kalah, sebelum terjadinya pertempuran. Harta-harta yang ditinggalkan Bani Nadhir setelah mereka diusir dari kota Medinah dianggap sebagai fai’, karena Bani Nadhir menyerah kepada kaum Muslimin sebelum terjadi peperangan.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Harta fai’ yang berasal dari orang kafir, seperti harta-harta Bani Quraidhah, Bani Nadhir, penduduk Fadak dan Khaibar, kemudian diserahkan Allah kepada Rasul-Nya, dan digunakan untuk kepentingan umum, tidak dibagi-bagikan kepada tentara kaum Muslimin.

Terjemahan dan Tafsir Al-Qur’an Surah Al-Hasyr Ayat 6-7

Surah Al-Hasyr Ayat 6
وَمَآ أَفَآءَ ٱللَّهُ عَلَىٰ رَسُولِهِۦ مِنۡهُمۡ فَمَآ أَوۡجَفۡتُمۡ عَلَيۡهِ مِنۡ خَيۡلٍ وَلَا رِكَابٍ وَلَٰكِنَّ ٱللَّهَ يُسَلِّطُ رُسُلَهُۥ عَلَىٰ مَن يَشَآءُ وَٱللَّهُ عَلَىٰ كُلِّ شَىۡءٍ قَدِيرٌ

Terjemahan: Dan apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya (dari harta benda) mereka, maka untuk mendapatkan itu kamu tidak mengerahkan seekor kudapun dan (tidak pula) seekor untapun, tetapi Allah yang memberikan kekuasaan kepada Rasul-Nya terhadap apa saja yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.

Tafsir Jalalain: وَمَآ أَفَآءَ (Dan apa saja harta difaikan) harta yang diberikan ٱللَّهُ عَلَىٰ رَسُولِهِۦ مِنۡهُمۡ فَمَآ أَوۡجَفۡتُمۡ (oleh Allah kepada Rasul-Nya dari harta benda mereka, maka kalian tidak mengerahkan) tidak melarikan hai kaum muslimin عَلَيۡهِ (untuk mendapatkannya) huruf min di sini adalah huruf zaidah مِنۡ خَيۡلٍ وَلَا رِكَابٍ (seekor kuda pun dan tidak pula seekor unta pun) yang dimaksud dengan lafal rikabin adalah unta kendaraan. Makna yang dimaksud ialah bahwa untuk mendapatkan harta fai itu kalian tidak susah payah lagi,

وَلَٰكِنَّ ٱللَّهَ يُسَلِّطُ رُسُلَهُۥ عَلَىٰ مَن يَشَآءُ وَٱللَّهُ عَلَىٰ كُلِّ شَىۡءٍ قَدِيرٌ (tetapi Allah yang memberikan kekuasaan kepada Rasul-Nya terhadap siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu) maka tidak ada hak lagi bagi kalian dalam harta fai itu; itu khusus hanya untuk Nabi saw. dan untuk orang-orang yang akan disebutkan pada ayat selanjutnya, yaitu terdiri dari empat golongan, sesuai dengan apa yang telah ditentukan oleh Allah dalam pembagiannya.

Maka bagi setiap golongan di antara mereka mendapatkan seperlimanya, dan bagi Nabi saw. sendiri adalah sisanya, artinya sama juga dengan seperlima. Nabi saw. boleh memberlakukan bagiannya itu sesuai dengan apa yang disukainya, untuk itu maka beliau memberikan sebagian daripadanya kepada orang-orang Muhajirin dan tiga orang dari kalangan sahabat Ansar karena mengingat kefakiran mereka.

Tafsir Ibnu Katsir: Firman Allah ini menjelaskan tentang makna fa’i, sifat dan hikmahnya. Fa’i adalah segala harta benda yang dirampas dari orang-orang kafir tanpa melalui peperangan dan tanpa mengerahkan kuda maupun unta.

Seperti harta benda Bani Nadhir ini, dimana kaum Muslimin memperolehnya tanpa menggunakan kuda maupun unta, artinya mereka dalam hal ini tidak berperang terhadap musuh dengan menyerang atau menyerbu mereka, tetapi para musuh itu dihinggapi rasa takut yang telah Allah timpakan ke dalam hati mereka karena wibawa Rasulullah saw.

Kemudian Allah memberikan harta benda yang telah mereka tinggalkan untuk Rasul-Nya. oleh karena itu beliau mengatur pembagian harta benda yang diperoleh dari Bani Nadhir sekehendak hati beliau, dengan mengembalikannya kepada kaum Muslimin untuk dibelanjakan dalam sisi kebaikan dan kemaslahatan yang telah disebutkan Allah dalam ayat-ayat ini.

Allah berfirman: وَمَآ أَفَآءَ ٱللَّهُ عَلَىٰ رَسُولِهِۦ مِنۡهُمۡ (“Dan apa saja harta rampasan [fa’i] yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya [dari harta benda] mereka.”) yakni bani an-Nadhir: فَمَآ أَوۡجَفۡتُمۡ عَلَيۡهِ مِنۡ خَيۡلٍ وَلَا رِكَابٍ وَلَٰكِنَّ ٱللَّهَ يُسَلِّطُ رُسُلَهُۥ عَلَىٰ مَن يَشَآءُ وَٱللَّهُ عَلَىٰ كُلِّ شَىۡءٍ قَدِيرٌ (“Maka untuk mendapatkan itu kamu tidak mengerahkan seekor kuda pun dan [tidak pula] seekor unta pun, tetapi Allah yang memberikan kekuasaan kepada Rasul-Nya terhadap siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Mahakuasa atas segala sesuatu.”) artinya, Dia Mahakuasa, tidak dapat dikalahkan dan dihalangi oleh siapapun, bahkan Dia-lah Yang Mahamengalahkan segala sesuatu.

Tafsir Kemenag: Ayat ini menerangkan hukum fai’, yaitu harta rampasan yang diperoleh dari musuh, tanpa peperangan. Hal ini terjadi karena musuh telah menyerah dan mengaku kalah, sebelum terjadinya pertempuran. Harta-harta yang ditinggalkan Bani Nadhir setelah mereka diusir dari kota Medinah dianggap sebagai fai’, karena Bani Nadhir menyerah kepada kaum Muslimin sebelum terjadi peperangan.

Baca Juga:  Surah Ar-Rum Ayat 17-19; Terjemahan dan Tafsir Al-Qur'an

Allah menerangkan bahwa harta-harta Bani Nadhir yang mereka tinggalkan karena diusir dari Medinah jatuh ke tangan Rasulullah saw dengan kehendak Allah, sehingga menjadi milik Allah dan rasul-Nya. Harta itu tidak dibagi-bagikan kepada tentara yang berperang, sebagaimana yang berlaku pada harta rampasan perang (ganimah). Karena harta itu diperoleh tanpa melalui peperangan, tanpa menggunakan tentara berkuda dan berunta, seakan-akan tidak ada usaha dari tentara kaum Muslimin dalam mendapatkan harta itu.

Orang-orang Yahudi Bani Nadhir yang memiliki harta itu telah menyatakan bahwa mereka mengaku kalah sebelum terjadinya peperangan, dan bersedia menerima syarat-syarat yang ditetapkan Allah dan rasul-Nya bagi mereka. Harta itu digunakan untuk menegakkan agama Allah dan kepentingan umum.

Menurut al-Qurthubi, bahwa harta fai’ yang diserahkan Allah kepada Rasul-Nya tidak diambil dan dipergunakan Rasul semuanya, tetapi Rasul hanya mengambil sekedar untuk kebutuhan keluarganya. Sedangkan sisa yang lain dipergunakan untuk kemaslahatan dan kesejahteraan kaum Muslimin.

Allah menerangkan bahwa sunah-Nya telah berlaku bagi semua makhluk ciptaan-Nya pada setiap keadaan, masa, dan tempat, yaitu mengalahkan dan menimbulkan rasa takut di dalam hati musuh-musuh rasul-Nya. Di antaranya adalah Allah telah menjadikan dalam hati Bani Nadhir rasa takut, sehingga mereka menyerah kepada Rasulullah saw. Karena mereka telah menyerah, maka Allah memberikan wewenang kepada rasul-Nya untuk menguasai harta Bani Nadhir. Oleh karenanya, tentara kaum Muslimin tidak berhak memperolehnya.

Pada akhir ayat ini, Allah mengingatkan kekuasaan-Nya atas semua makhluk ciptaan-Nya. Jika Allah menghendaki, Dia menanamkan rasa takut dan gentar musuh-musuh-Nya tanpa pertempuran, sebagaimana yang telah terjadi pada Bani Nadhir. Mereka menyerah kalah, walaupun berada dalam benteng-benteng yang kukuh.

Tafsir Quraish Shihab: Kalian juga tidak berdosa atas semua harta Banû Nadlîr yang Allah serahkan kepada Rasul-Nya sebagai fay’, sehingga kalian tidak perlu susah-susah mempercepat larinya kuda atau unta untuk berjalan menuju ke arah itu. Allah memberi kekuasaan kepada utusan-utusan-Nya atas hamba-hamba-Nya yang Dia kehendaki tanpa melalui perang. Allah Mahakuasa atas segala sesuatu.

Surah Al-Hasyr Ayat 7
مَّآ أَفَآءَ ٱللَّهُ عَلَىٰ رَسُولِهِۦ مِنۡ أَهۡلِ ٱلۡقُرَىٰ فَلِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ وَلِذِى ٱلۡقُرۡبَىٰ وَٱلۡيَتَٰمَىٰ وَٱلۡمَسَٰكِينِ وَٱبۡنِ ٱلسَّبِيلِ كَىۡ لَا يَكُونَ دُولَةًۢ بَيۡنَ ٱلۡأَغۡنِيَآءِ مِنكُمۡ وَمَآ ءَاتَىٰكُمُ ٱلرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَىٰكُمۡ عَنۡهُ فَٱنتَهُواْ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَ إِنَّ ٱللَّهَ شَدِيدُ ٱلۡعِقَابِ

Terjemahan: Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya (dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota maka adalah untuk Allah, untuk Rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya.

Tafsir Jalalain: مَّآ أَفَآءَ ٱللَّهُ عَلَىٰ رَسُولِهِۦ مِنۡ أَهۡلِ ٱلۡقُرَىٰ (Apa saja harta rampasan atau fai yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya yang berasal dari penduduk kota-kota) seperti tanah Shafra, lembah Al-Qura dan tanah Yanbu’ فَلِلَّهِ (maka adalah untuk Allah) Dia memerintahkannya sesuai dengan apa yang dikehendaki-Nya وَلِلرَّسُولِ وَلِذِى (untuk Rasul, orang-orang yang mempunyai) atau memiliki ٱلۡقُرۡبَىٰ (hubungan kekerabatan) yaitu kaum kerabat Nabi dari kalangan Bani Hasyim dan Bani Mutthalib وَٱلۡيَتَٰمَىٰ (anak-anak yatim) yaitu anak-anak kaum muslimin yang bapak-bapak mereka telah meninggal dunia sedangkan mereka dalam keadaan fakir وَٱلۡمَسَٰكِينِ (orang-orang miskin) yaitu orang-orang muslim yang serba kekurangan وَٱبۡنِ ٱلسَّبِيلِ (dan orang-orang yang dalam perjalanan) yakni orang-orang muslim yang mengadakan perjalanan lalu terhenti di tengah jalan karena kehabisan bekal. Yakni harta fai itu adalah hak Nabi saw. beserta empat golongan orang-orang tadi, sesuai dengan apa yang telah ditentukan oleh Allah swt. dalam pembagiannya, yaitu bagi masing-masing golongan yang empat tadi seperlimanya dan sisanya untuk Nabi saw.

كَىۡ لَا (supaya janganlah) lafal kay di sini bermakna lam, dan sesudah kay diperkirakan adanya lafal an يَكُونَ (harta fai itu) yakni harta rampasan itu, dengan adanya pembagian ini دُولَةًۢ (hanya beredar) atau berpindah-pindah بَيۡنَ ٱلۡأَغۡنِيَآءِ مِنكُمۡ وَمَآ ءَاتَىٰكُمُ (di antara orang-orang kaya saja di antara kalian. Apa yang telah diberikan kepada kalian) yakni bagian yang telah diberikan kepada kalian ٱلرَّسُولُ (oleh Rasul) berupa bagian harta fa-i dan harta-harta lainnya فَخُذُوهُ وَمَا نَهَىٰكُمۡ عَنۡهُ فَٱنتَهُواْ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَ إِنَّ ٱللَّهَ شَدِيدُ ٱلۡعِقَابِ (maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagi kalian maka tinggalkanlah; dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya).

Baca Juga:  Surah Al-Mu'minun Ayat 17; Terjemahan dan Tafsir Al-Qur'an

Tafsir Ibnu Katsir: Kemudian Allah berfirman: مَّآ أَفَآءَ ٱللَّهُ عَلَىٰ رَسُولِهِۦ مِنۡ أَهۡلِ ٱلۡقُرَىٰ (“Apa saja harta rampasan [fa’i] yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya yang berasal dari penduduk kota-kota.”) yakni semua kota yang telah ditaklukkan secara demikian, maka hukumnya disamakan dengan hukum-hukum harta rampasan perang Bani an-Nadhir. Oleh karena itu, Allah Ta’ala berfirman:

فَلِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ وَلِذِى ٱلۡقُرۡبَىٰ وَٱلۡيَتَٰمَىٰ وَٱلۡمَسَٰكِينِ وَٱبۡنِ ٱلسَّبِيلِ (“Adalah untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang [sedang] dalam perjalanan.”) dan seterusnya dan ayat setelahnya. Demikianlah pihak-pihak yang berhak menerima harta fa’i.

Imam Ahmad meriwayatkan, Sufyan bin ‘Amr dan Ma’mar memberitahu kami dari az-Zuhri, dari Malik bin Aus bin al-Hadatsan, dari ‘Umar ra, ia berkata: “Harta bani an-Nadhir termasuk yang telah Allah berikan kepada Rasul-Nya, dengan tidak usah terlebih dahulu dari kaum Muslimin untuk mengerahkan kuda dan untanya.

Oleh karena itu, harta rampasan itu hanya khusus untuk Rasulullah, beliau nafkahkan untuk keluarganya sebagai nafkah untuk satu tahun. Dan sisanya beliau manfaatkan untuk kuda-kuda perang dan persenjataan di jalan-Nya.”

Demikian hadits yang diriwayatkan Ahmad di sini secara ringkas. Diriwayatkan juga oleh sekelompok ahli hadits di dalam kitab-kitab mereka kecuali Ibnu Majah dari hadits Sufyan, dari ‘Amr bin Dinar, dari az-Zuhri.

Dan pihak-pihak yang memperoleh bagian harta fa’i seperti yang disebutkan di dalam ayat di atas merupakan pihak-pihak yang disebutkan pada seperlima ghanimah. Dan semua sudah dijelaskan di dalam surah al-Anfaal.

Firman-Nya: كَىۡ لَا يَكُونَ دُولَةًۢ بَيۡنَ ٱلۡأَغۡنِيَآءِ مِنكُمۡ (“Supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu.”) yakni Kami jadikan pihak-pihak yang memperoleh bagian harta fa’i ini agar tidak hanya dimonopoli oleh orang-orang kaya saja, lalu mereka pergunakan sesuai kehendak dan hawa nafsu mereka, serta tidak mendermakan harta tersebut kepada fakir miskin sedikitpun.

Dan firman-Nya: وَمَآ ءَاتَىٰكُمُ ٱلرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَىٰكُمۡ عَنۡهُ فَٱنتَهُواْ (“Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah ia. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah.”) yakni apapun yang beliau perintahkan kepada kalian maka kerjakanlah, dan apa yang dilarangnya maka tinggalkanlah. Karena beliau hanyalah memerintahkan kepada kebaikan dan melarang keburukan.

Imam Ahmad meriwayatkan dari ‘Abdullah bin Mas’ud, ia berkata: “Allah melaknat kaum wanita yang membuat tato dan minta dibuatkan tato, yang mencabuti rambutnya, dan memperlihatkan kecantikannya, dan mereka yang merubah ciptaan Allah swt.” tatkala ucapan ini sampai kepada seorang wanita dari kalangan Bani Asad yang bernama Ummu Ya’qub, ia pun mendatanginya dan berkata:

“Telah sampai kepadaku berita bahwa engkau mengatakan begini dan begitu.” Maka ‘Abdullah berkata: “Bagaimana aku tidak melaknat orang yang dilaknat oleh Rasulullah saw. dan diperintahkan di dalam Kitabullah.” Ummu Ya’qub berkata:

“Sesungguhnya aku telah membaca isi al-Qur’an, namun aku tidak mendapati apa yang engkau maksudkan.” ‘Abdullah berkata: “Bukankah engkau telah membaca firman Allah: وَمَآ ءَاتَىٰكُمُ ٱلرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَىٰكُمۡ عَنۡهُ فَٱنتَهُواْ (“Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah ia. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah.”)?” Jawab Ummu Ya’qub: “Memang.” ‘Abdullah bin Mas’ud berkata:

“Rasulullah saw. telah melarang hal itu.” Ummu Ya’qub berkata: “Sesungguhnya aku kira keluargamu pun mengerjakannya.” Lebih lanjut Ibnu Mas’ud berkata: “Pergilah kamu dan lihatlah.” Maka Ummu Ya’qub pun pergi, tetapi ia tidak medapati sesuatu pun dari apa yang diperlukannya. Lalu ia berkata: “Aku sama sekali tidak mendapatkan sesuatu pun.” Ibnu Mas’ud berkata:

“Jika demikian, berarti engkau tidak pernah bergaul dengan kami.” Demikian hadits yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim dalam kitab ash-Shahihain, dari hadits Sufyan ats-Tsauri.

Dalam kitab ash-Shahihain juga telah ditegaskan hadits dari Abu Hurairah ra. bahwa Rasulullah saw. bersabda: “Jika aku perintahkan kepada kalian, maka kerjakanlah semampu kalian. Dan apa yang aku larang maka jauhilah.”

Imam an-Nasa-i meriwayatkan dari ‘Umar dan Ibnu ‘Abbas bahwa keduanya telah menyaksikan Rasulullah saw. melarang penggunaan dubba’ [sejenis labu], hantam [guci hijau], naqir [batang kurma yang dilubangi], dan muzaffat [tempurung yang dilumuri tir]. –dilarang penggunaan tempat-tempat itu untuk menyimpan minuman dari kurma maupun anggur, karena mempercepat proses fermentasi sehingga menjadi minuman keras. Ed—setelah itu Rasulullah membaca ayat:

Baca Juga:  Siapa yang Dimaksud Ulil Amri (Pemegang Kekuasaan) dalam QS. An-Nisa: 59?

وَمَآ ءَاتَىٰكُمُ ٱلرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَىٰكُمۡ عَنۡهُ فَٱنتَهُواْ (“Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah ia. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah.”) dan firman-Nya lebih lanjut: وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَ إِنَّ ٱللَّهَ شَدِيدُ ٱلۡعِقَابِ (“dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya.”) maksudnya bertakwalah kepada-Nya dalam menjalankan seluruh perintah-Nya dan meninggalkan seluruh larangan-Nya, karena sesungguhnya Dia mempunyai siksaan yang sangat pedih bagi orang yang menentang-Nya, melanggar perintahnya, serta mengerjakan larangan-Nya.

Tafsir Kemenag: Ayat ini menerangkan bahwa harta fai’ yang berasal dari orang kafir, seperti harta-harta Bani Quraidhah, Bani Nadhir, penduduk Fadak dan Khaibar, kemudian diserahkan Allah kepada Rasul-Nya, dan digunakan untuk kepentingan umum, tidak dibagi-bagikan kepada tentara kaum Muslimin.

Kemudian diterangkan pembagian harta fai itu untuk Allah, Rasulullah, kerabat-kerabat Rasulullah dari Bani Hasyim dan Bani Muththalib, anak-anak yatim yang fakir, orang-orang miskin yang memerlukan pertolongan, dan orang-orang yang kehabisan uang belanja dalam perjalanan.

Setelah Rasulullah saw wafat, maka bagian Rasul yang empat perlima dan yang seperlima dari seperlima itu digunakan untuk keperluan orang-orang yang melanjutkan tugas kerasulan, seperti para pejuang di jalan Allah, para dai, dan sebagainya. Sebagian pengikut Syafi’i berpendapat bahwa bagian Rasulullah itu diserahkan kepada badan-badan yang mengusahakan kemaslahatan kaum Muslimin dan untuk menegakkan agama Islam.

Ibnus-sabil yang dimaksud dalam ayat ini ialah orang-orang yang terlantar dalam perjalanan untuk tujuan baik, karena kehabisan ongkos dan orang-orang yang terlantar tidak mempunyai tempat tinggal. Kemudian diterangkan bahwa Allah menetapkan pembagian yang demikian bertujuan agar harta itu tidak jatuh ke bawah kekuasaan orang-orang kaya dan dibagi-bagi oleh mereka, sehingga harta itu hanya berputar di kalangan mereka saja seperti yang biasa dilakukan pada zaman Arab Jahiliah.

Allah memerintahkan kaum Muslimin agar mengikuti ketentuan-ketentuan yang telah diputuskan itu, baik mengenai harta fai’ maupun harta ganimah. Harta itu halal bagi kaum Muslimin dan segala sesuatu yang dilarang Allah hendaklah mereka jauhi dan tidak mengambilnya.

Ayat ini mengandung prinsip-prinsip umum agama Islam, yaitu agar menaati Rasulullah dengan melaksanakan segala perintahnya dan menjauhi larangannya, karena menaati Rasulullah saw pada hakikatnya menaati Allah juga. Segala sesuatu yang disampaikan Rasulullah berasal dari Allah, sebagaimana firman-Nya:

Dan tidaklah yang diucapkannya itu (Al-Qur’an) menurut keinginannya. Tidak lain (Al-Qur’an itu) adalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya). (an Najm/53: 3-4)

Rasulullah saw menyampaikan segala sesuatu kepada manusia dengan tujuan untuk menjelaskan agama Allah yang terdapat dalam Al-Qur’an. Allah berfirman:

(Mereka Kami utus) dengan membawa keterangan-keterangan (mukjizat) dan kitab-kitab. Dan Kami turunkan Adh-dzikr (Al-Qur’an) kepadamu, agar engkau menerangkan kepada manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan agar mereka memikirkan. (an-Nahl/16: 44)

Ayat 44 surah an-Nahl ini mengisyaratkan kepada kaum Muslimin agar melaksanakan hadis-hadis Rasulullah, sebagaimana melaksanakan pesan-pesan Al-Qur’an, karena keduanya merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan.

Pada akhir ayat 7 ini, Allah memerintahkan manusia bertakwa kepada-Nya dengan melaksanakan segala perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Tidak bertakwa kepada Allah berarti durhaka kepada-Nya. Setiap orang yang durhaka itu akan ditimpa azab yang pedih.

Tafsir Quraish Shihab: Harta penduduk kampung yang Allah serahkan kepada Rasul-Nya tanpa mencepatkan kuda atau unta adalah milik Allah, Rasul-Nya, kerabat Nabi, anak yatim, orang miskin, dan ibn sabîl (musafir di jalan Allah). Hal itu dimaksudkan agar harta tidak hanya berputar di kalangan orang kaya di antara kalian saja.

Hukum- hukum yang dibawa oleh Rasulullah itu harus kalian pegang, dan larangan yang ia sampaikan harus kalian tinggalkan. Hindarkanlah diri kalian dari murka Allah. Sesungguhnya Allah benar-benar kejam siksa-Nya.

Shadaqallahul ‘adzhim. Alhamdulillah, kita telah pelajari bersama kandungan Surah Al-Hasyr Ayat 6-7 berdasarkan Tafsir Jalalain, Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir Kemenag dan Tafsir Quraish Shihab. Semoga menambah khazanah ilmu Al-Qur’an kita.

M Resky S