Surah Al-Hujurat Ayat 11; Terjemahan dan Tafsir Al-Qur’an

Surah Al-Hujurat Ayat 11

Pecihitam.org – Kandungan Surah Al-Hujurat Ayat 11 ini, Allah mengingatkan kaum Mukminin supaya jangan ada suatu kaum mengolok-olokkan kaum yang lain karena boleh jadi, mereka yang diolok-olokkan itu pada sisi Allah jauh lebih mulia dan terhormat dari mereka yang mengolok-olokkan. Demikian pula di kalangan wanita.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Allah melarang kaum mukminin mencela kaum mereka sendiri karena kaum Mukminin semuanya harus dipandang satu tubuh yang diikat dengan kesatuan dan persatuan. Allah melarang pula memanggil dengan panggilan yang buruk seperti panggilan kepada seseorang yang sudah beriman dengan kata-kata: hai fasik, hai kafir, dan sebagainya.

Terjemahan dan Tafsir Al-Qur’an Surah Al-Hujurat Ayat 11

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لَا يَسۡخَرۡ قَوۡمٌ مِّن قَوۡمٍ عَسَىٰٓ أَن يَكُونُواْ خَيۡرًا مِّنۡهُمۡ وَلَا نِسَآءٌ مِّن نِّسَآءٍ عَسَىٰٓ أَن يَكُنَّ خَيۡرًا مِّنۡهُنَّ وَلَا تَلۡمِزُوٓاْ أَنفُسَكُمۡ وَلَا تَنَابَزُواْ بِٱلۡأَلۡقَٰبِ بِئۡسَ ٱلِٱسۡمُ ٱلۡفُسُوقُ بَعۡدَ ٱلۡإِيمَٰنِ وَمَن لَّمۡ يَتُبۡ فَأُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلظَّٰلِمُون

Terjemahan: Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik.

Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.

Tafsir Jalalain: يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لَا يَسۡخَرۡ (Hai orang-orang yang beriman, janganlah berolok-olokan) dan seterusnya, ayat ini diturunkan berkenaan dengan delegasi dari Bani Tamim sewaktu mereka mengejek orang-orang muslim yang miskin, seperti Ammar bin Yasir dan Shuhaib Ar-Rumi. As-Sukhriyah artinya merendahkan dan menghina قَوۡمٌ (suatu kaum) yakni sebagian di antara kalian مِّن قَوۡمٍ عَسَىٰٓ أَن يَكُونُواْ خَيۡرًا مِّنۡهُمۡ (kepada kaum yang lain karena boleh jadi mereka yang diolok-olokkan lebih baik dari mereka yang mengolok-olokkan) di sisi Allah.

وَلَا نِسَآءٌ (dan jangan pula wanita-wanita) di antara kalian mengolok-olokkan مِّن نِّسَآءٍ عَسَىٰٓ أَن يَكُنَّ خَيۡرًا مِّنۡهُنَّ وَلَا تَلۡمِزُوٓاْ أَنفُسَكُمۡ (wanita-wanita lain karena boleh jadi wanita-wanita yang diperolok-olokkan lebih baik dari wanita-wanita yang mengolok-olokkan dan janganlah kalian mencela diri kalian sendiri) artinya, janganlah kalian mencela, maka karenanya kalian akan dicela; makna yang dimaksud ialah, janganlah sebagian dari kalian mencela sebagian yang lain.

وَلَا تَنَابَزُواْ بِٱلۡأَلۡقَٰبِ (dan janganlah kalian panggil-memanggil dengan gelar-gelar yang buruk) yaitu janganlah sebagian di antara kalian memanggil sebagian yang lain dengan nama julukan yang tidak disukainya, antara lain seperti, hai orang fasik, atau hai orang kafir.

بِئۡسَ ٱلِٱسۡمُ (Seburuk-buruk nama) panggilan yang telah disebutkan di atas, yaitu memperolok-olokkan orang lain mencela dan memanggil dengan nama julukan yang buruk ٱلۡفُسُوقُ بَعۡدَ ٱلۡإِيمَٰنِ (ialah nama yang buruk sesudah iman) lafal Al-Fusuuq merupakan Badal dari lafal Al-Ismu, karena nama panggilan yang dimaksud memberikan pengertian fasik dan juga karena nama panggilan itu biasanya diulang-ulang وَمَن لَّمۡ يَتُبۡ (dan barang siapa yang tidak bertobat) dari perbuatan tersebut فَأُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلظَّٰلِمُونَ (maka mereka itulah orang-orang yang lalim.).

Baca Juga:  Surah Al-Hijr Ayat 85-86; Terjemahan dan Tafsir Al-Qur'an

Tafsir Ibnu Katsir: Allah melarang dari mengolok-olok orang lain, yakni mencela dan menghinakan mereka. Sebagaimana yang ditegaskan dalam hadits shahih, dari Rasulullah saw. beliau bersabda: “Kesombongan itu adalah menolak kebenaran dan merendahkan manusia.” Dalam riwayat lain disebutkan: “Dan meremehkan orang lain.”

Yang dimaksud dengan hal tersebut adalah menghinakan dan merendahkan mereka. Hal itu sudah jelas haram. Karena terkadang orang yang dihina itu lebih terhormat di sisi Allah dan bahkan lebih dicintai-Nya daripada orang yang menghinakan.

Oleh karena itu, Allah berfirman yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki mengolok-olok kumpulan yang lain, boleh Jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh Jadi yang direndahkan itu lebih baik.” Dengan demikian, ayat di atas memberikan larangan terhadap kaum laki-laki yang kemudian disusul dengan larangan terhadap kaum wanita.

Dan firman Allah Ta’ala: وَلَا تَلۡمِزُوٓاْ أَنفُسَكُمۡ (“Dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri.”) artinya, dan janganlah kalian mencela orang lain. Orang yang mengolok dan mencela orang lain, baik laki-laki maupun perempuan, maka mereka itu sangat tercela dan terlaknat, sebagaimana yang difirmankan oleh Allah Ta’ala: وَيۡلٌ لِّكُلِّ هُمَزَةٍ لُّمَزَةٍ (“Kecelakaan bagi setiap pengumpat lagi pencela.”)(al-Humazah: 1).

Kata al-hamz berarti celaan dalam bentuk perbuatan, sedangkan kata al-lamz berarti celaan dalam bentuk ucapan. Sebagaimana yang difirmankan Allah: هَمَّازٍ مَّشَّآءٍۭ بِنَمِيمٍ (“Yang banyak mencela, yang kian kemari menghambur fitnah.”)(al-Qalam: 11). Artinya mencela orang-orang dan menghinakan mereka dengan sewenang-wenang dan berjalan kesana kemari untuk namimah [mengadu domba], dan adu domba itu berarti celaan dalam bentuk ucapan.

Oleh karena itu, disini Allah berfirman: وَلَا تَلۡمِزُوٓاْ أَنفُسَكُمۡ (“Dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri.”) sebagaimana firman Allah: wa laa taqtuluu angfusakum (“Dan janganlah kamu membunuh dirimu sendiri.”)(an-Nisaa’: 29) maksudnya janganlah sebagian kalian membunuh sebagian yang lainnya.

Firman Allah: وَلَا تَلۡمِزُوٓاْ أَنفُسَكُمۡ (“Dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri.”) Ibnu ‘Abbas, Mujahid, Sa’id bin Jubair, Qatadah, dan Muqatil bin Hayyan mengemukakan: “Artinya, janganlah sebagian kalian menikam sebagian yang lainnya.”

Firman Allah: وَلَا تَنَابَزُواْ بِٱلۡأَلۡقَٰبِ (“Dan janganlah kamu panggil-memanggil dengan gelar-gelar yang buruk.”) maksudnya janganlah kalian memanggil dengan menggunakan gelar-gelar buruk yang tidak enak didengar.

Imam Ahmad meriwayatkan dari asy-Sya’bi, ia bercerita bahwa Abu Jubairah bin adl-Dlahhak memberitahunya, ia bercerita: “Ayat ini: وَلَا تَنَابَزُواْ بِٱلۡأَلۡقَٰبِ (“Dan janganlah kamu panggil-memanggil dengan gelar-gelar yang buruk.”) turun berkenaan dengan Bani Salamah.” Ia mengatakan:

Baca Juga:  Surah Al-Hujurat Ayat 13; Terjemahan dan Tafsir Al-Qur'an

“Rasulullah saw. pernah tiba di Madinah dan kami tidak seorangpun melainkan mempunyai dua atau tiga nama. Dan jika beliau memanggil salah seorang di antara mereka dengan nama-nama tersebut, maka mereka berkata: ‘Ya Rasulallah, sesungguhnya ia marah dengan panggilan nama tersebut.’ Maka turunlah ayat:

وَلَا تَنَابَزُواْ بِٱلۡأَلۡقَٰبِ (“Dan janganlah kamu panggil-memanggil dengan gelar-gelar yang buruk.”). hadits tersebut juga diriwayatkan oleh Abu Dawud dari Musa bin Ismail, dari Wahb, dari Dawud.

Firman Allah: بِئۡسَ ٱلِٱسۡمُ ٱلۡفُسُوقُ بَعۡدَ ٱلۡإِيمَٰنِ (“Seburuk-buruk panggilan ialah [panggilan] yang buruk sesudah iman.”) maksudnya, seburuk-buruk sebutan dan nama panggilan adalah pemberian gelar dengan gelar-gelar yang buruk. Sebagaimana orang-orang jahiliyah dulu pernah bertengkar setelah kalian masuk Islam dan kalian memahami keburukan itu.

وَمَن لَّمۡ يَتُبۡ (“Dan barangsiapa yang tidak bertaubat”) dari perbuatan tersebut. فَأُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلظَّٰلِمُونَ (“Maka mereka itulah orang-orang yang dzalim”).

Tafsir Kemenag: Dalam ayat ini, Allah mengingatkan kaum Mukminin supaya jangan ada suatu kaum mengolok-olokkan kaum yang lain karena boleh jadi, mereka yang diolok-olokkan itu pada sisi Allah jauh lebih mulia dan terhormat dari mereka yang mengolok-olokkan.

Demikian pula di kalangan wanita, jangan ada segolongan wanita yang mengolok-olokkan wanita yang lain karena boleh jadi, mereka yang diolok-olokkan itu pada sisi Allah lebih baik dan lebih terhormat dari wanita-wanita yang mengolok-olokkan.

Allah melarang kaum mukminin mencela kaum mereka sendiri karena kaum Mukminin semuanya harus dipandang satu tubuh yang diikat dengan kesatuan dan persatuan. Allah melarang pula memanggil dengan panggilan yang buruk seperti panggilan kepada seseorang yang sudah beriman dengan kata-kata: hai fasik, hai kafir, dan sebagainya.

Tersebut dalam sebuah hadis riwayat al-Bukhari dan Muslim dari an-Nu’man bin Basyir: Perumpamaan orang-orang mukmin dalam kasih mengasihi dan sayang-menyayangi antara mereka seperti tubuh yang satu; bila salah satu anggota badannya sakit demam, maka badan yang lain merasa demam dan terganggu pula. (Riwayat Muslim dan Ahmad dari an-Nu’man bin Basyir)

Sesungguhnya Allah tidak memandang kepada rupamu dan harta kekayaanmu, akan tetapi Ia memandang kepada hatimu dan perbuatanmu. (Riwayat Muslim dari Abu Hurairah)

Hadis ini mengandung isyarat bahwa seorang hamba Allah jangan memastikan kebaikan atau keburukan seseorang semata-mata karena melihat kepada amal perbuatannya saja, sebab ada kemungkinan seseorang tampak mengerjakan amal kebajikan, padahal Allah melihat di dalam hatinya ada sifat yang tercela.

Sebaliknya pula mungkin ada orang yang kelihatan melakukan suatu yang tampak buruk, akan tetapi Allah melihat dalam hatinya ada rasa penyesalan yang besar yang mendorongnya bertobat dari dosanya. Maka amal perbuatan yang tampak di luar itu, hanya merupakan tanda-tanda saja yang menimbulkan sangkaan yang kuat, tetapi belum sampai ke tingkat meyakinkan.

Baca Juga:  Surah Al-An'am Ayat 140; Seri Tadabbur Al Qur'an

Allah melarang kaum Mukminin memanggil orang dengan panggilan-panggilan yang buruk setelah mereka beriman. Ibnu Jarir meriwayatkan bahwa Ibnu ‘Abbas dalam menafsirkan ayat ini, menerangkan bahwa ada seorang laki-laki yang pernah di masa mudanya mengerjakan suatu perbuatan yang buruk, lalu ia bertobat dari dosanya,

maka Allah melarang siapa saja yang menyebut-nyebut lagi keburukannya di masa yang lalu, karena hal itu dapat membangkitkan perasaan yang tidak baik. Itu sebabnya Allah melarang memanggil dengan panggilan dan gelar yang buruk.

Adapun panggilan yang mengandung penghormatan tidak dilarang, seperti sebutan kepada Abu Bakar dengan as-shiddiq, kepada ‘Umar dengan al-Faruq, kepada ‘Utsman dengan sebutan dzu an-Nurain, kepada ‘Ali dengan Abu Turab, dan kepada Khalid bin al-Walid dengan sebutan Saifullah (pedang Allah).

Panggilan yang buruk dilarang untuk diucapkan setelah orangnya beriman karena gelar-gelar untuk itu mengingatkan kepada kedurhakaan yang sudah lewat, dan sudah tidak pantas lagi dilontarkan. Barang siapa tidak bertobat, bahkan terus pula memanggil-manggil dengan gelar-gelar yang buruk itu, maka mereka dicap oleh Allah sebagai orang-orang yang zalim terhadap diri sendiri dan pasti akan menerima konsekuensinya berupa azab dari Allah pada hari Kiamat.

Tafsir Quraish Shihab: Wahai orang-orang yang beriman, janganlah laki-laki di antara kalian mengolok-olok laki-laki yang lain. Sebab, boleh jadi mereka yang diolok-olok itu lebih baik di sisi Allah daripada mereka yang mengolok-olok.

Dan jangan pula wanita-wanita Mukmin mengolok-olok wanita-wanita Mukmin yang lain. Karena, boleh jadi mereka yang diolok-olok lebih baik di sisi Allah dari mereka yang mengolok-olok. Janganlah kalian saling mencela yang lain, dan jangan pula seseorang memanggil saudaranya dengan panggilan yang tidak disukainya.

Seburuk-buruk panggilan bagi orang Mukmin adalah apabila mereka dipanggil dengan kata-kata fasik setelah mereka beriman. Barangsiapa tidak bertobat dari hal-hal yang dilarang itu, maka mereka adalah orang-orang yang menzalimi dirinya sendiri dan orang lain.

Shadaqallahul ‘adzhim. Alhamdulillah, kita telah pelajari bersama kandungan Surah Al-Hujurat Ayat 11 berdasarkan Tafsir Jalalain, Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir Kemenag dan Tafsir Quraish Shihab. Semoga menambah khazanah ilmu Al-Qur’an kita.

M Resky S