Surah Al-Mujadalah Ayat 8-10; Terjemahan dan Tafsir Al-Qur’an

Surah Al-Mujadalah Ayat 8-10

Pecihitam.org – Kandungan Surah Al-Mujadalah Ayat 8-10 ini, menerangkan perbuatan yang dilakukan orang Yahudi yang melakukan tindakan yang memancing perselisihan dan permusuhan antara mereka dan kaum Muslimin, padahal telah diadakan perjanjian damai antara mereka dan kaum Muslimin.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Rasulullah saw memperingatkan sikap mereka itu, tetapi mereka tidak mengindahkannya. Pembicaraan mereka dengan berbisik-bisik itu sebenarnya dapat memperbesar dosa mereka kepada Allah. Dosa itu karena mereka telah melanggar perjanjian damai yang mereka adakan dengan Rasulullah, bahwa mereka dengan kaum Muslimin akan memelihara ketenteraman dan berusaha menciptakan suasana damai di kota Medinah.

Terjemahan dan Tafsir Al-Qur’an Surah Al-Mujadalah Ayat 8-10

Surah Al-Mujadalah Ayat 8
أَلَمۡ تَرَ إِلَى ٱلَّذِينَ نُهُواْ عَنِ ٱلنَّجۡوَىٰ ثُمَّ يَعُودُونَ لِمَا نُهُواْ عَنۡهُ وَيَتَنَٰجَوۡنَ بِٱلۡإِثۡمِ وَٱلۡعُدۡوَٰنِ وَمَعۡصِيَتِ ٱلرَّسُولِ وَإِذَا جَآءُوكَ حَيَّوۡكَ بِمَا لَمۡ يُحَيِّكَ بِهِ ٱللَّهُ وَيَقُولُونَ فِىٓ أَنفُسِهِمۡ لَوۡلَا يُعَذِّبُنَا ٱللَّهُ بِمَا نَقُولُ حَسۡبُهُمۡ جَهَنَّمُ يَصۡلَوۡنَهَا فَبِئۡسَ ٱلۡمَصِيرُ

Terjemahan: “Apakah tidak kamu perhatikan orang-orang yang telah dilarang mengadakan pembicaraan rahasia, kemudian mereka kembali (mengerjakan) larangan itu dan mereka mengadakan pembicaraan rahasia untuk berbuat dosa, permusuhan dan durhaka kepada Rasul. Dan apabila mereka datang kepadamu, mereka mengucapkan salam kepadamu dengan memberi salam yang bukan sebagai yang ditentukan Allah untukmu. Dan mereka mengatakan kepada diri mereka sendiri:

“Mengapa Allah tidak menyiksa kita disebabkan apa yang kita katakan itu?” Cukuplah bagi mereka Jahannam yang akan mereka masuki. Dan neraka itu adalah seburuk-buruk tempat kembali.

Tafsir Jalalain: أَلَمۡ تَرَ (Apakah tidak kamu perhatikan) apakah tidak kamu lihat إِلَى ٱلَّذِينَ نُهُواْ عَنِ ٱلنَّجۡوَىٰ ثُمَّ يَعُودُونَ لِمَا نُهُواْ عَنۡهُ وَيَتَنَٰجَوۡنَ بِٱلۡإِثۡمِ وَٱلۡعُدۡوَٰنِ وَمَعۡصِيَتِ ٱلرَّسُولِ (orang-orang yang telah dilarang mengadakan pembicaraan rahasia, kemudian mereka kembali mengerjakan larangan itu dan mereka mengadakan pembicaraan rahasia untuk berbuat dosa, permusuhan dan durhaka kepada rasul) mereka adalah orang-orang Yahudi; Nabi saw. telah melarang mereka dari pembicaraan rahasia yang dahulu sering mereka lakukan.

Pembicaraan rahasia mereka itu dalam rangka merencanakan tindakan sabotase terhadap kaum mukminin, dimaksud supaya mereka dapat menanamkan keraguan dalam hati kaum mukminin. وَإِذَا جَآءُوكَ حَيَّوۡكَ (Dan apabila mereka datang kepadamu, mereka mengucapkan salam kepadamu) hai nabi بِمَا لَمۡ يُحَيِّكَ بِهِ ٱللَّهُ (dengan memberi salam yang bukan sebagai yang ditentukan Allah untukmu) yaitu perkataan mereka, “As-Sammu ‘alaika,” yakni kematian atasmu.

وَيَقُولُونَ فِىٓ أَنفُسِهِمۡ لَوۡلَا (Dan mereka mengatakan pada diri mereka sendiri, “Mengapa tidak) kenapa tidak يُعَذِّبُنَا ٱللَّهُ بِمَا نَقُولُ (diturunkan azab atas kami oleh Allah disebabkan apa yang kita katakan itu?”) Yakni salam penghinaan yang kami katakan itu, kalau begitu dia bukanlah seorang nabi, sekalipun dia adalah nabi.

حَسۡبُهُمۡ جَهَنَّمُ يَصۡلَوۡنَهَا فَبِئۡسَ ٱلۡمَصِيرُ (Cukuplah bagi mereka neraka Jahanam yang akan mereka masuki Dan seburuk-buruk tempat kembali itu) adalah neraka Jahanam.

Tafsir Ibnu Katsir: Ibnu Najih menceritakan dari Mujahid: أَلَمۡ تَرَ إِلَى ٱلَّذِينَ نُهُواْ عَنِ ٱلنَّجۡوَىٰ ثُمَّ يَعُودُونَ لِمَا نُهُواْ عَنۡهُ (“Apakah kamu tidak perhatikan orang-orang yang telah dilarang mengadakan pembicaraan rahasia, kemudian mereka kembali [megerjakan] larangan itu.”) ia mengatakan:

“Yakni orang-orang Yahudi.” Demikian pula yang dikatakan oleh Muqatil bin Hayyan, dan ia menambahkan: “Bahwasannya telah terjadi sebuah perjanjian antara Rasulullah saw. dengan orang-orang Yahudi. Jika salah seorang shahabat Nabi lewat di hadapan mereka, mereka segera duduk dan saling berbisik di antara mereka, sehingga orang mukmin yang lewat mengira bahwa mereka tengah merencanakan untuk membunuhnya atau melakukan perbuatan yang tidak disukainya.

Bila seorang mukmin melihat hal tersebut, dia menjadi takut terhadap mereka dan tidak melewati jalan itu lagi. Maka Nabi saw. melarang mereka berbisik-bisik, namun mereka tidak juga mau berhenti dan melanjutkan perbuatan mereka itu.”

Kemudian Allah berfirman: أَلَمۡ تَرَ إِلَى ٱلَّذِينَ نُهُواْ عَنِ ٱلنَّجۡوَىٰ ثُمَّ يَعُودُونَ لِمَا نُهُواْ عَنۡهُ (“Apakah kamu tidak perhatikan orang-orang yang telah dilarang mengadakan pembicaraan rahasia, kemudian mereka kembali [megerjakan] larangan itu.”)

Dan firman Allah Ta’ala: وَيَتَنَٰجَوۡنَ بِٱلۡإِثۡمِ وَٱلۡعُدۡوَٰنِ وَمَعۡصِيَتِ ٱلرَّسُولِ (“Dan mereka mengagakan pembicaraan rahasia untuk berbuat dosa, permusuhan dan durhaka kepada Rasul,”) maksudnya mereka saling membicarakan masalah dosa yang terjadi di antara mereka, dan itu berkaitan dengan mereka.

وَٱلۡعُدۡوَٰنِ (“dan permusuhan”) yakni yang berkaitan dengan orang-orang selain mereka. Di antaranya adalah berbuat durhaka kepada Rasulullah saw. dan menyelisihinya. Mereka terus menerus melakukan hal tersebut dan saling berwasiat dengannya.

Firman-Nya lebih lanjut: وَإِذَا جَآءُوكَ حَيَّوۡكَ بِمَا لَمۡ يُحَيِّكَ بِهِ ٱللَّهُ (“Dan apabila mereka datang kepadamu, mereka mengucapkan salam kepadamu dengan memberi salam yang bukan sebagaimana ditentukan Allah untukmu.”) Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari ‘Aisyah, ia berkata:

“Rasulullah saw. pernah didatangi oleh orang-orang Yahudi, lalu mereka berkata: ‘Assamu ‘alaika yaa Abal Qasim [wahai Abu Qasim, mudah-mudahan kamu binasa.”) maka ‘Aisyah berkata: ‘Wa ‘alaikumussaam [mudah-mudahan kebinasaan juga menimpa kalian].’” Lebih lanjut ‘Aisyah menceritakan: Maka Rasulullah saw. bersabda:

“Wahai ‘Aisyah, sesungguhnya Allah tidak menyukai perbuatan dan ucapan keji.” ‘Aisyah berujar: “Tidakkah engkau mendengar mereka mengatakan kepadamu: ‘Assaamu ‘alaika?’” Beliau menjawab: “Tidakkah engkau mendengar aku mengatakan kepada mereka: ‘Wa ‘alaikum.’ [mudah-mudahan kalian juga demikian]?’” kemudian Allah menurunkan ayat:

وَإِذَا جَآءُوكَ حَيَّوۡكَ بِمَا لَمۡ يُحَيِّكَ بِهِ ٱللَّ (“Dan apabila mereka datang kepadamu, mereka mengucapkan salam kepadamu dengan memberi salam yang bukan sebagaimana ditentukan Allah untukmu.”)

Dalam sebuah riwayat dalam kitab shahih, bahwasannya ‘Aisyah ra. berkata kepada mereka: “Wa’alaikumussaam, wadz-dzaam, sal-la’nah [mudah-mudahan kebinasaan, kehinaan dan laknat menimpa kalian].” Dan Rasulullah saw. juga bersabda: “Sesungguhnya yang dikabulkan adalah doa kita terhadap mereka dan doa mereka kepada kita tidak akan dikabulkan.”

Ibnu Jarir menceritakan dari Anas bin Malik, bahwa ketika Rasulullah saw. duduk bersama shahabatnya, tiba-tiba datang kepada mereka seorang Yahudi dan mengucapkan salam kepada mereka, lalu mereka menjawab salam Yahudi itu. Maka Nabi saw. bersabda:

Baca Juga:  Surah Al-Mujadalah Ayat 5-7; Terjemahan dan Tafsir Al-Qur'an

“Apakah kalian mengetahui apa yang dia katakan?” Merekapun menjawab: “Dia memberi salam, ya Rasulallah.” Beliau bersabda: “Bukan, tetapi dia mengucapkan: ‘Assaamu ‘alaikum.’ Maksudnya menghinakan agama kalian.” Kemudian Rasulullah bersabda: “Jawablah salamnya.” Maka merekapun memberikan jawaban kepadanya. Lalu Nabi saw. bertanya:

“Apakah kalian menjawab: ‘Saamun ‘alaikum?’” “Ya.” Jawab mereka. Maka Rasulullah saw. bersabda: “Jika salah seorang dari ahlul kitab yang memberikan salam kepada kalian, maka katakan kepada mereka: “’Alaika.’” Artinya apa yang kamu ucapkan akan menimpa dirimu.

Dan asal hadits Anas itu diriwayatkan dalam kitab Shahih. Dan ada juga hadits yang serupa dengan hadits ini yang terdapat dalam kitab Shahih dari ‘Aisyah ra.

Dan firman Allah: وَيَقُولُونَ فِىٓ أَنفُسِهِمۡ لَوۡلَا يُعَذِّبُنَا ٱللَّهُ بِمَا نَقُولُ (“Dan mereka mengatakan kepada diri mereka sendiri: ‘Mengapa Allah tidak menyiksa kita disebabkan apa yang kita katakan itu?’”) maksudnya mereka mengerjakan hal itu dengan mengucapkan perkataan menyimpang dan pembelokan salam. Karena hal itu di dalamnya merupakan celaan. Meskipun begitu, mereka mengatakan dalam hati mereka:

“Andai saja ia seorang Nabi, pasti Allah akan mengadzab kita semua atas ucapan kita terhadapnya yang tersembunyi itu, karena Allah mengetahui apa yang kita sembunyikan. Seandainya dia seorang nabi yang sebenarnya, niscaya Allah akan menyegerakan hukuman-Nya kepada kita di dunia.” Maka Allah Ta’ala berfirman:

حَسۡبُهُمۡ جَهَنَّمُ (“Cukuplah bagi mereka neraka jahanam.”) artinya neraka jahanam cukup baginya sebagai hukuman mereka di alam akhirat. يَصۡلَوۡنَهَا فَبِئۡسَ ٱلۡمَصِيرُ (“Yang akan mereka masuki. Dan neraka itu adalah seburuk-buruk tempat kembali.”

Tafsir Kemenag: Ayat ini mencela perbuatan yang dilakukan orang Yahudi yang melakukan tindakan yang memancing perselisihan dan permusuhan antara mereka dan kaum Muslimin, padahal telah diadakan perjanjian damai antara mereka dan kaum Muslimin.

Rasulullah saw memperingatkan sikap mereka itu, tetapi mereka tidak mengindahkannya. Pembicaraan mereka dengan berbisik-bisik itu sebenarnya dapat memperbesar dosa mereka kepada Allah. Dosa itu karena mereka telah melanggar perjanjian damai yang mereka adakan dengan Rasulullah, bahwa mereka dengan kaum Muslimin akan memelihara ketenteraman dan berusaha menciptakan suasana damai di kota Medinah.

Mereka bersalah karena setiap saat mencari-cari kesempatan untuk menghancurkan kaum Muslimin dan menggagalkan dakwah Nabi Muhammad. Orang-orang Yahudi itu jika mereka bertemu atau datang kepada Rasulullah saw mereka mengucapkan salam, tetapi isinya menghina Rasulullah saw. ‘Aisyah menjawab dengan jawaban yang lebih kasar, karena sikap dan tindakan orang-orang Yahudi itu melampaui batas, baik ditinjau dari segi rasa kesopanan dalam pergaulan maupun ditinjau dari segi adat kebiasaan yang berlaku waktu itu.

Ditinjau dari segi agama Islam, maka tindakan orang-orang Yahudi itu benar-benar telah melampaui batas, karena Muhammad saw adalah seorang nabi dan rasul Allah, di mana setiap kaum Muslimin mendoakan keselamatan dan kebaikan untuknya. Allah swt berfirman:

Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bersalawat untuk Nabi. Wahai orang-orang yang beriman! Bersalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam dengan penuh penghormatan kepadanya. (al-Ahzab/33: 56)

Dari ayat di atas dan sebab-sebab turunnya dapat diambil pengertian bahwa hendaklah kita berlaku sabar terhadap ucapan-ucapan keji yang dilontarkan kepada kita. Jangan langsung membalas seperti yang mereka lakukan, karena di sanalah letak perbedaan antara orang Muslim dan orang kafir. Dengan bersabar mereka akan sadar dan insaf bahwa mereka telah melakukan kesalahan.

Setelah orang-orang Yahudi itu mengucapkan salam penghinaan kepada Rasulullah sebagaimana tersebut di atas, mereka berkata kepada sesamanya, “Kenapa Allah tidak menimpakan azab kepada kita sebagai akibat jawaban Muhammad. Seandainya Muhammad benar-benar seorang nabi dan rasul yang diutus Allah, tentulah kita telah ditimpa azab.”

Sangkaan mereka yang demikian terhadap Allah, yaitu Allah akan langsung mengazab setiap orang yang durhaka kepada-Nya, adalah sangkaan yang salah. Benar Dia akan mengazab setiap orang yang durhaka kepada-Nya, tetapi kapan datangnya azab itu, adalah urusan-Nya. Dia akan menimpakan azab itu bila dikehendaki-Nya. Tetapi jika azab itu telah datang, maka tidak seorang pun yang dapat menghindarkan diri daripadanya.

Dalam hal menjawab salam terhadap non muslim, para ulama berbeda pendapat. Ibnu ‘Abbas, asy-Sya’bi, dan Qatadah menyatakan bahwa menjawab salam terhadap non muslim hukumnya wajib, sama halnya dengan menjawab salam terhadap sesama muslim. Sedangkan Imam Malik dan Syafi’i menyatakan bahwa hal tersebut tidak wajib, dalam arti hanya boleh saja. Bila mereka mengucapkan salam, maka bagi kita cukup menjawabnya dengan “‘alaika.”

Pada akhir ayat ini, Allah membantah anggapan mereka dengan tegas bahwa mereka pasti akan dimasukkan ke dalam neraka Jahanam. Mereka akan terbakar hangus di dalamnya. Jahanam itu adalah seburuk-buruknya tempat kembali yang disediakan bagi orang-orang kafir.

Tafsir Quraish Shihab: Apakah kamu, wahai Rasulullah, tidak mengetahui orang-orang yang dilarang mengadakan pembicaraan rahasia di antara mereka mengenai hal-hal yang menimbulkan keragu-raguan di dalam hati orang-orang Mukmin, lalu kembali melakukan hal-hal yang dilarang, melakukan pembicaraan tentang dosa yang akan mereka lakukan secara rahasia, permusuhan yang mereka inginkan dan mendurhakai utusan Allah? Bila datang kepadamu, mereka mengucapkan salam dengan kata yang “dipelesetkan” yang tidak digunakan oleh Allah dalam menyambutmu.

Di dalam hati mereka mengatakan, “Mengapa Allah tidak menyiksa kita jika ia benar-benar seorang rasul?” Cukuplah bagi mereka neraka jahanam yang akan mereka masuki. Mereka akan terbakar. Tempat kembali yang paling buruk adalah tempat kembali mereka. (1) (1) Suatu ketika, antara kaum Muslimin dan kaum Yahudi di Madinah terjadi perjanjian damai.

Baca Juga:  Surah Al-Mujadalah Ayat 20-22; Terjemahan dan Tafsir Al-Qur'an

Salah satu kebiasaan orang-orang Yahudi adalah bahwa jika ada seorang Muslim yang akan lewat di hadapan mereka, mereka saling berbisik satu sama lain sehingga orang Muslim itu menyangka bahwa mereka berencana hendak membunuh atau menyakitinya. Akhirnya orang Muslim itu membatalkan rencananya berjalan melewati tempat itu.

Kebiasaan orang-orang Yahudi itu kemudian dilarang oleh Rasulullah saw., tetapi mereka tidak mengindahkan larangan itu. Mereka bahkan mengucapkan doa buruk (umpatan dan sebagainya) ketika berjumpa Rasulullah yang dikemas dalam bentuk salam. Dengan latar belakang itu turunlah ayat ini.

Surah Al-Mujadalah Ayat 9
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ إِذَا تَنَٰجَيۡتُمۡ فَلَا تَتَنَٰجَوۡاْ بِٱلۡإِثۡمِ وَٱلۡعُدۡوَٰنِ وَمَعۡصِيَتِ ٱلرَّسُولِ وَتَنَٰجَوۡاْ بِٱلۡبِرِّ وَٱلتَّقۡوَىٰ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَ ٱلَّذِىٓ إِلَيۡهِ تُحۡشَرُونَ

Terjemahan: “Hai orang-orang beriman, apabila kamu mengadakan pembicaraan rahasia, janganlah kamu membicarakan tentang membuat dosa, permusuhan dan berbuat durhaka kepada Rasul. Dan bicarakanlah tentang membuat kebajikan dan takwa. Dan bertakwalah kepada Allah yang kepada-Nya kamu akan dikembalikan.

Tafsir Jalalain: يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ إِذَا تَنَٰجَيۡتُمۡ فَلَا تَتَنَٰجَوۡاْ بِٱلۡإِثۡمِ وَٱلۡعُدۡوَٰنِ وَمَعۡصِيَتِ ٱلرَّسُولِ وَتَنَٰجَوۡاْ بِٱلۡبِرِّ وَٱلتَّقۡوَىٰ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَ ٱلَّذِىٓ إِلَيۡهِ تُحۡشَرُونَ (Hai orang-orang yang beriman, apabila kalian mengadakan pembicaraan rahasia, janganlah kalian membicarakan tentang berbuat dosa, permusuhan dan durhaka kepada rasul. Dan bicarakanlah tentang berbuat kebaikan dan takwa. Dan bertakwalah kepada Allah yang kepada-Nya kalian akan dikembalikan).

Tafsir Ibnu Katsir: Lalu Allah berfirman seraya menggembleng hamba-hamba-Nya yang beriman untuk tidak seperti orang-orang kafir dan orang-orang munafik: يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ إِذَا تَنَٰجَيۡتُمۡ فَلَا تَتَنَٰجَوۡاْ بِٱلۡإِثۡمِ وَٱلۡعُدۡوَٰنِ وَمَعۡصِيَتِ ٱلرَّسُولِ (“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu mengadakan pembicaraan rahasia, janganlah kamu membicarakan tentang membuat dosa, permusuhan dan durhaka kepada Rasul.”) maksudnya sebagaimana yang dibisikkan oleh orang-orang bodoh dari orang-orang kafir kalangan Ahlul Kitab dan orang-orang munafik yang memberikan dorongan terhadap kesesatan mereka.

وَتَنَٰجَوۡاْ بِٱلۡبِرِّ وَٱلتَّقۡوَىٰ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَ ٱلَّذِىٓ إِلَيۡهِ تُحۡشَرُونَ (“Dan berbicaralah tentang membuat kebajikan dan takwa. Dan bertakwalah kepada Allah yang kepada-Nya kamu akan dikembalikan.”) maksudnya Dia akan memberitahukan kepada kalian semua tentang perbuatan dan ucapan kalian yang telah Dia rinci satu persatu kepada diri kalian. Dan kelak Dia akan memberikan balasan kepada kalian.

Imam Ahmad meriwayatkan dari Shafwan bin Mihraz, dia berkata: Aku pernah memegang tangan Ibnu ‘Umar ketika dihadang oleh seorang laki-laki, lalu dia bertanya: “Bagaimana engkau mendengar Rasulullah saw. tentang pembicaraan rahasia pada hari kiamat kelak?” Ibnu ‘Umar menjawab: “Aku pernah mendengar Rasulullah saw. bersabda:

‘Sesungguhnya mendekatkan orang yang beriman, lalu menempatkannya di bawah naungan-Nya dan menutupinya dari orang lain serta memaksanya supaya mengakui dosanya. Dan Allah akan mengatakan kepadanya: ‘Tahukah kamu dosa ini? Tahukah kamu dosa ini? Tahukah kamu dosa ini?’ Sehingga ketika orang itu telah mengakui dosa-dosanya dan dia beranggapan bahwa dia akan celaka, maka Allah pun berkata:

‘Aku telah menutupi semua dosa itu untukmu di dunia dan Aku akan mengampuninya untukmu pada hari ini.’ Kemudian diberikan catatan-catatan amal baiknya. Adapun orang-orang kafir dan munafik, maka para saksi akan mengatakan:

‘Mereka itulah orang-orang yang telah berdusta terhadap Rabb mereka. Ketahuilah, sesungguhnya laknat Allah itu akan ditimpakan kepada orang-orang yang dhalim.’” Demikianlah hadits yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dan Muslim dalam ash-Shahihain, dari hadits Qatadah.

Tafsir Kemenag: Kemudian Allah menghadapkan perintahnya kepada orang-orang yang beriman agar jangan sekali-kali mengadakan perundingan rahasia di antara mereka dengan tujuan berbuat dosa, mengadakan permusuhan, dan mendurhakai Allah dan rasul. Jika mereka mengadakan perundingan rahasia juga, hal itu diperbolehkan, tetapi yang dibicarakan di dalam perundingan itu hanyalah kebajikan, membahas cara-cara yang baik, mengerjakan perbuatan-perbuatan takwa, dan menghindarkan diri dari perbuatan mungkar.

Perlu diketahui bahwa Allah mengetahui segala sesuatu, tidak ada sesuatu pun yang luput dari pengetahuan-Nya. Oleh karena itu, betapa pun rahasianya perundingan yang dilakukan, pasti diketahui-Nya. Dan barang siapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya dan melanggar batas-batas hukum-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam api neraka, dia kekal di dalamnya dan dia akan mendapat azab yang menghinakan. (an-Nisa’/4: 14)

Dalam satu hadis diterangkan sebagai berikut: Apabila kamu bertiga, maka janganlah dua orang di antara kamu itu berbisik-bisik tanpa mengajak yang ketiga sehingga kamu bergabung dengan orang lain, karena sikap itu menyedihkan perasaannya. (Riwayat al-Bukhari dan Muslim).

Tafsir Quraish Shihab: Wahai orang-orang yang mempercayai Allah dan Rasul-Nya, apabila kalian mengadakan pembicaraan rahasia, janganlah kalian lakukan itu demi berbuat dosa, menyakiti orang lain atau melanggar perintah Rasul! Sebaliknya, lakukanlah pembicaraan rahasia itu dalam hal saling berpesan untuk berbuat baik dan menghindari perbuatan dosa! Kemudian takutlah kepada Allah yang hanya kepada-Nya kalian akan digiring setelah dibangkitkan dari kematian!

Surah Al-Mujadalah Ayat 10
أَلَمۡ تَرَ أَنَّ ٱللَّهَ يَعۡلَمُ مَا فِى ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَمَا فِى ٱلۡأَرۡضِ مَا يَكُونُ مِن نَّجۡوَىٰ ثَلَٰثَةٍ إِلَّا هُوَ رَابِعُهُمۡ وَلَا خَمۡسَةٍ إِلَّا هُوَ سَادِسُهُمۡ وَلَآ أَدۡنَىٰ مِن ذَٰلِكَ وَلَآ أَكۡثَرَ إِلَّا هُوَ مَعَهُمۡ أَيۡنَ مَا كَانُواْ ثُمَّ يُنَبِّئُهُم بِمَا عَمِلُواْ يَوۡمَ ٱلۡقِيَٰمَةِ إِنَّ ٱللَّهَ بِكُلِّ شَىۡءٍ عَلِيمٌ

Terjemahan: “Tidakkah kamu perhatikan, bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa yang ada di langit dan di bumi? Tiada pembicaraan rahasia antara tiga orang, melainkan Dialah keempatnya. Dan tiada (pembicaraan antara) lima orang, melainkan Dialah keenamnya. Dan tiada (pula) pembicaraan antara jumlah yang kurang dari itu atau lebih banyak, melainkan Dia berada bersama mereka di manapun mereka berada. Kemudian Dia akan memberitahukan kepada mereka pada hari kiamat apa yang telah mereka kerjakan. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala sesuatu.

Baca Juga:  Surah An-Naba Ayat 37-40; Terjemahan dan Tafsir Al-Qur'an

Tafsir Jalalain: أَلَمۡ تَرَ (Tidakkah kamu perhatikan) tidakkah kamu ketahui أَنَّ ٱللَّهَ يَعۡلَمُ مَا فِى ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَمَا فِى ٱلۡأَرۡضِ مَا يَكُونُ مِن نَّجۡوَىٰ ثَلَٰثَةٍ إِلَّا هُوَ رَابِعُهُمۡ (bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi? Tiada pembicaraan rahasia antara tiga orang, melainkan Dialah yang keempatnya) yakni melalui ilmu-Nya.

وَلَا خَمۡسَةٍ إِلَّا هُوَ سَادِسُهُمۡ وَلَآ أَدۡنَىٰ مِن ذَٰلِكَ وَلَآ أَكۡثَرَ إِلَّا هُوَ مَعَهُمۡ أَيۡنَ مَا كَانُواْ ثُمَّ يُنَبِّئُهُم بِمَا عَمِلُواْ يَوۡمَ ٱلۡقِيَٰمَةِ إِنَّ ٱللَّهَ بِكُلِّ شَىۡءٍ عَلِيمٌ (Dan tiada pembicaraan antara lima orang, melainkan Dialah yang keenamnya. Dan tiada pula pembicaraan antara jumlah yang kurang dari itu atau lebih banyak, melainkan Dia ada bersama mereka di mana pun mereka berada. Kemudian Dia akan memberitakan kepada mereka pada hari kiamat apa yang telah mereka kerjakan. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu).

Tafsir Ibnu Katsir: Selanjutnya dengan memberitahukan tentang ilmu-Nya yang meliputi seluruh makhluk-Nya dan pengawasan-Nya terhadap mereka, pendengaran-Nya akan ucapan-ucapan mereka, dan penglihatan-Nya terhadap tempat dimana dan bagaimana mereka, Dia berfirman:

أَلَمۡ تَرَ أَنَّ ٱللَّهَ يَعۡلَمُ مَا فِى ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَمَا فِى ٱلۡأَرۡضِ مَا يَكُونُ مِن نَّجۡوَىٰ ثَلَٰثَةٍ (“Tidakkah kamu perhatikan, bahwa sesungguhnya Allah mengentahui apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi? Tidak ada pembicaraan rahasia antara tiga orang.”) yakni rahasia yang ada antara tiga orang.

إِلَّا هُوَ رَابِعُهُمۡ وَلَا خَمۡسَةٍ إِلَّا هُوَ سَادِسُهُمۡ وَلَآ أَدۡنَىٰ مِن ذَٰلِكَ وَلَآ أَكۡثَرَ إِلَّا هُوَ مَعَهُمۡ أَيۡنَ مَا كَانُواْ (“Melainkan Dialah yang keempatnya. Dan tidak ada [pembicaraan antara] lima orang, melainkan Dialah yang keenamnya. Dan tidak [pula] pembicaaan antara [jumlah] yang kurang dari itu atau lebih banyak, melainkan Dia bersama mereka dimanapun mereka berada.”) maksudnya Allah senantiasa mengawasi mereka, mendengar ucapan, rahasia, dan perbincangan mereka. Dan para utusan-Nya bersama ilmu-Nya mencatat apa yang telah mereka bisikkan itu, meskipun Allah sendiri mengetahui dan mendengarnya.

Oleh karena itu, banyak riwayat yang menceritakan ijma’ yang menyepakati bahwa yang dimaksud ayat ini adalah kebersamaan ilmu-Nya. maksudnya seperti itu tidak diragukan lagikebenarannya. Tetapi pendengaran-Nya juga bersama ilmu-Nya meliputi mereka dan pandangan-Nya meliputi mereka dan pandangan-Nya menembus mereka. Dengan demikian, Allah senantiasa mengawasi semua makhluk-Nya, tidak ada sedikitpun dari urusan mereka yang tersembunyi dari-Nya.

Kemudian Dia berfirman: ثُمَّ يُنَبِّئُهُم بِمَا عَمِلُواْ يَوۡمَ ٱلۡقِيَٰمَةِ إِنَّ ٱللَّهَ بِكُلِّ شَىۡءٍ عَلِيمٌ (“Kemudian Dia akan memberitahukan kepada mereka pada hari kiamat apa yang telah mereka kerjakan. Sesungguhnya Allah Mahamengetahui segala sesuatu.”) imam Ahmad mengatakan: “Ayat ini diawali dengan ilmu dan ditutup dengan ilmu.”

Tafsir Kemenag: Ayat ini menerangkan bagaimana luas, dalam, dan lengkapnya pengetahuan Allah tentang makhluk yang diciptakan-Nya, sejak dari yang kecil sampai kepada yang sebesar-besarnya. Diterangkan bahwa ilmu Allah mencakup segala yang ada di langit dan di bumi, betapa pun kecil dan halusnya.

Jika ada tiga orang di langit dan di bumi berbisik-bisik, maka Allah yang keempatnya. Jika yang berbisik dan mengadakan perundingan rahasia itu empat orang, maka Allah yang kelimanya, dan jika yang berbisik dan mengadakan perundingan rahasia itu lima orang maka Allah yang keenamnya. Bahkan berapa orang saja berbisik dan mengadakan perundingan rahasia dan di mana saja mereka melakukannya, pasti Allah mengetahuinya.

Penyebutan bilangan tiga, empat, dan lima orang dalam ayat hanyalah untuk menyatakan bahwa biasanya perundingan itu dilakukan oleh beberapa orang seperti tiga, empat, lima, dan seterusnya, dan tiap-tiap perundingan itu pasti Allah menyaksikannya. Allah berfirman:

Tidakkah mereka mengetahui bahwa Allah mengetahui rahasia dan bisikan mereka, dan bahwa Allah mengetahui segala yang gaib? (at-Taubah/9: 78) Dan berfirman: Ataukah mereka mengira, bahwa Kami tidak mendengar rahasia dan bisikan-bisikan mereka? Sebenarnya (Kami mendengar), dan utusan-utusan Kami (malaikat) selalu mencatat di sisi mereka. (az-Zukhruf/43: 80)

Pada akhir ayat ini, Allah menegaskan bahwa kebenaran tentang Allah Maha Mengetahui segala sesuatu itu, barulah mereka ketahui di hari Kiamat nanti, yaitu ketika dikemukakan catatan amal mereka yang di dalamnya tercatat seluruh perbuatan yang pernah mereka kerjakan selama hidup di dunia, yaitu berupa perbuatan baik maupun perbuatan buruk, tidak ada satu pun yang dilupakan untuk dicatat. Pada saat itu, orang-orang kafir barulah menyesali perbuatan mereka, tetapi penyesalan di kemudian hari itu tidak ada gunanya sedikit pun. .

Tafsir Quraish Shihab: Apakah kamu tidak mengetahui bahwa Allah mengetahui segala sesuatu yang ada di langit dan di bumi? Bila saja ada tiga orang yang mengadakan pembicaraan rahasia, maka–karena Dia selalu mengetahuinya–Dia adalah yang keempatnya. Jika ada lima orang yang berbuat demikian, maka Dia adalah yang keenamnya. Atau jika orang yang mengadakan pembicaran rahasia itu berjumlah lebih kecil atau lebih besar dari itu, Dia selalu menyertai mereka.

Dia mengetahui segala sesuatu yang mereka bisikkan di mana saja mereka berada. Pada hari kiamat, Allah akan memberitahukan mereka segala sesuatu yang pernah mereka perbuat. Allah benar-benar mengetahui segala sesuatu.

Shadaqallahul ‘adzhim. Alhamdulillah, kita telah pelajari bersama kandungan Surah Al-Mujadalah Ayat 8-10 berdasarkan Tafsir Jalalain, Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir Kemenag dan Tafsir Quraish Shihab. Semoga menambah khazanah ilmu Al-Qur’an kita.

M Resky S