Surah Al-Mumtahanah Ayat 12; Terjemahan dan Tafsir Al-Qur’an

Surah Al-Mumtahanah Ayat 12

Pecihitam.org – Kandungan Surah Al-Mumtahanah Ayat 12 ini, Allah menyatakan kepada Nabi Muhammad bahwa perempuan-perempuan yang menyatakan keimanan dan ketaatannya harus berjanji bahwa mereka tidak akan mempersekutukan Allah dengan sesuatu pun, tidak akan mencuri harta orang lain, tidak akan berzina, tidak akan menggugurkan anak dalam kandungannya, dan tidak akan mengerjakan yang dilarang, seperti meratapi orang mati dengan mengoyak-ngoyak pakaian, dan sebagainya. Bila mereka telah berjanji, maka pernyataan iman mereka harus diterima.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Terjemahan dan Tafsir Al-Qur’an Surah Al-Mumtahanah Ayat 10-11

يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّبِىُّ إِذَا جَآءَكَ ٱلۡمُؤۡمِنَٰتُ يُبَايِعۡنَكَ عَلَىٰٓ أَن لَّا يُشۡرِكۡنَ بِٱللَّهِ شَيۡـًٔا وَلَا يَسۡرِقۡنَ وَلَا يَزۡنِينَ وَلَا يَقۡتُلۡنَ أَوۡلَٰدَهُنَّ وَلَا يَأۡتِينَ بِبُهۡتَٰنٍ يَفۡتَرِينَهُۥ بَيۡنَ أَيۡدِيهِنَّ وَأَرۡجُلِهِنَّ وَلَا يَعۡصِينَكَ فِى مَعۡرُوفٍ فَبَايِعۡهُنَّ وَٱسۡتَغۡفِرۡ لَهُنَّ ٱللَّهَ إِنَّ ٱللَّهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ

Terjemahan: Hai Nabi, apabila datang kepadamu perempuan-perempuan yang beriman untuk mengadakan janji setia, bahwa mereka tiada akan menyekutukan Allah, tidak akan mencuri, tidak akan berzina, tidak akan membunuh anak-anaknya, tidak akan berbuat dusta yang mereka ada-adakan antara tangan dan kaki mereka dan tidak akan mendurhakaimu dalam urusan yang baik, maka terimalah janji setia mereka dan mohonkanlah ampunan kepada Allah untuk mereka. Sesungguhnya Allah maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Tafsir Jalalain: يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّبِىُّ إِذَا جَآءَكَ ٱلۡمُؤۡمِنَٰتُ يُبَايِعۡنَكَ عَلَىٰٓ أَن لَّا يُشۡرِكۡنَ بِٱللَّهِ شَيۡـًٔا وَلَا يَسۡرِقۡنَ وَلَا يَزۡنِينَ وَلَا يَقۡتُلۡنَ أَوۡلَٰدَهُنَّ (Hai nabi, apabila datang kepada kamu perempuan-perempuan yang beriman untuk mengadakan janji setia, bahwa mereka tidak akan mempersekutukan sesuatu pun dengan Allah, tidak akan mencuri tidak akan berzina, tidak akan membunuh anak-anaknya) sebagaimana yang biasa mereka lakukan di zaman jahiliah, yaitu mengubur hidup-hidup bayi perempuan mereka, karena takut tercela dan takut jatuh miskin.

وَلَا يَأۡتِينَ بِبُهۡتَٰنٍ يَفۡتَرِينَهُۥ بَيۡنَ أَيۡدِيهِنَّ وَأَرۡجُلِهِنَّ (dan tidak akan berbuat dusta yang mereka ada-adakan antara tangan dan kaki mereka) seumpamanya mereka memungut seorang anak, kemudian mereka mengaitkan anak itu sebagai hasil hubungannya dengan suami, lalu anak itu dipredikatkan sebagai anak kandungnya sendiri. Karena sesungguhnya seorang ibu itu apabila melahirkan anaknya, berarti anak itu adalah anak kandungnya sendiri yang keluar dari antara tangan dan kakinya, yakni dari perutnya.

وَلَا يَعۡصِينَكَ (dan tidak akan mendurhakaimu dalam) pekerjaan فِى مَعۡرُوفٍ (yang makruf) pekerjaan yang makruf artinya perbuatan yang sesuai dengan ketaatan kepada Allah, seperti meninggalkan niahah atau menjerit-jerit seraya menangis, menyobek-nyobek kerah baju, mengawut-awutkan rambut, dan mencakar-cakar muka, yang semuanya itu dilakukan di kala mereka ditinggal mati oleh suami atau keluarga mereka فَبَايِعۡهُنَّ (maka terimalah janji setia mereka) Nabi saw. melantik janji setia mereka hanya melalui ucapan saja tanpa bersalaman atau berjabatan tangan dengan seseorang pun di antara mereka وَٱسۡتَغۡفِرۡ لَهُنَّ ٱللَّهَ إِنَّ ٱللَّهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ (dan mohonkanlah ampunan kepada Allah untuk mereka. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang).

Tafsir Ibnu Katsir: Imam Al-Bukhari meriwayatkan, Ya’qub bin Ibrahim memberitahu kami, putera saudaraku, Ibnu Syihab memberitahu kami, dari pamannya, ia bercerita, ‘Urwah memberitahuku bahwa ‘Aisyah ra, istri Nabi saw. pernah memberitahukan kepadanya bahwa Rasulullah saw. telah menguji kaum wanita mukminah yang berhijrah dengan ayat ini:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّبِىُّ إِذَا جَآءَكَ ٱلۡمُؤۡمِنَٰتُ يُبَايِعۡنَكَ…..إِنَّ ٱللَّهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ (“Hai Nabi, apabila datang kepadamu perempuan-perempuan yang beriman untuk mengadakan perjanjian setia… sesungguhnya Allah Mahapengampun lagi Mahapenyayang.”) ‘Urwah bercerita bahwa ‘Aisyah berkata:

“Wanita mukminah yang mau menerima persyaratan ini, Rasulullah saw. akan berkata kepadanya: ‘Sesungguhnya aku telah membaiatmu.’ Beliau hanya mengucapkan kata-kata itu dan demi Allah, tangan beliau sama sekali tidak bersentuhan dengan seorang wanita pun dalam baiat tersebut. Rasulullah saw. tidak membaiat mereka melainkan hanya dengan mengatakan: ‘Sungguh aku telah membaiatmu atas hal itu.’” Demikianlah menurut lafadz al-Bukhari.

Imam Ahmad meriwayatkan dari Umaimah binti Ruqaiqah, ia bercerita: Aku pernah mendatangi Rasulullah saw. bersama beberapa wanita untuk berbaiat kepada beliau. Maka beliau membaiat kami dengan apa yang terdapat di dalam al-Qur’an, yaitu kami tidak boleh menyekutukan Allah dengan sesuatupun. Lalu beliau bersabda:

“Yakni berkenaan dengan yang kalian mampu dan sanggupi.” Maka kamipun berkata: “Allah dan Rasul-Nya yang lebih menyayangi kami dari diri kami sendiri.” Lebih lanjut, kami mengatakan: “Ya Rasulallah, tidakkah kita perlu bersalaman?” Beliau menjawab: “Sesungguhnya aku tidak menyalami wanita. Ucapanku kepada satu orang wanita sama dengan untuk seratus orang wanita.”

Sanad riwayat ini shahih, juga diriwayatkan oleh at-Tirmidzi, an-Nasa-i dan Ibnu Majah dari hadits Sufyan bin ‘Uyainah. Dan diriwayatkan oleh an-Nasa-i dari hadits ats-Tsauri dan Malik bin Anas. Semuanya bersumber dari Muhammad bin al-Munkadir. Imam at-Tirmidzi mengungkapkan: “Hadits ini hasan shahih, kami tidak mengetahuinya kecuali dari hadits Muhammad bin al-Munkadir.”

Baca Juga:  Surah Al-Mumtahanah Ayat 1-3; Terjemahan dan Tafsir Al-Qur'an

Imam Ahmad meriwayatkan, Ya’qub memberitahu kami, ayahku memberitahuku dari Ibnu Ishaq, Salith bin Ayyub bin al-Ahkam bin Salim telah memberitahuku dari ibunya, Salma binti Qais, ia termasuk salah seorang bibi Rasulullah saw. Ia sempat mengerjakan shalat bersama beliau dengan dua kiblat. Dan dia adalah salah seorang wanita Bani ‘Adi bin an-Najjar. Ia bercerita:

Aku pernah mendatangi Rasulullah saw. untuk berbaiat kepada beliau bersama wanita kaum Anshar. Setelah memberikan persyaratan kepada kami bahwa kami tidak boleh menyekutukan Allah dengan suatu apapun, tidak boleh mencuri, berzina, dan membunuh anak-anak kami, serta tidak boleh mengerjakan dosa besar antara kedua tangan dan kaki kami, dan tidak mendurhakai beliau dalam suatu kebaikan, beliau bersabda:

“Janganlah berbuat curang terhadap suami-suami kalian.” Kemudian Binti Qais berkata: Lalu kami berbaiat kepada beliau. Setelah itu kami kembali pulang, tetapi sempat kukatakan kepada salah seorang wanita dari mereka: “Kembalilah kepada Rasulullah saw. dan tanyakan kepada beliau, apa yang dimaksud berbuat curang kepada suami kami?” Maka wanita itu pergi dan menanyakanya, dan beliau pun menjawab:

“Engkau mengambil hartanya tetapi engkau mencintai laki-laki lain.” Ma’mar memberitahu kami dari Ummu ‘Athiyyah, ia bercerita: Kami pernah berbaiat kepada Rasulullah saw. lalu beliau membacakan kepada kami ayat:

لَّا يُشۡرِكۡنَ بِٱللَّهِ شَيۡـًٔا (“Dan janganlah kamu menyekutukan Allah dengan suatu apapun.”) dan beliaupun melarang kami meratapi mayat. Kemudian ada seorang wanita yang menggenggam tangannya dan berkata: “Fulanah telah membuatku bahagia dan aku ingin membalasnya.” Rasulullah saw. tidak memberikan jawaban sedikitpun. Lalu wanita itu pun pergi, kemudian kembali lagi dan berbaiat kepada beliau.” Diriwayatkan oleh Muslim.

Sedangkan menurut riwayat al-Bukhari dari Ummu ‘Athiyyah, ia bercerita: Rasulullah saw. pernah mengambil janji setia kepada kami ketika membaiat yang isinya: “Kami tidak boleh meratapi mayat.” Dan ternyata tidak ada yang sanggup melaksanakannya kecuali lima orang saja.”

Rasulullah saw. juga pernah mengambil janji setia dari kaum wanita dengan baiat tersebut pada hari raya, sebagaimana yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dari Ibnu ‘Abbas ra. ia bercerita: aku pernah mengerjakan shalat hari raya ‘Idul fitri bersama Rasulullah saw., Abu Bakar, ‘Umar, dan ‘Utsman. Mereka semua mengerjakan shalat sebelum berkhutbah.

Kemudian Nabi saw. berkhutbah, setelah itu beliau turun dari mimbar, seolah-olah aku melihat beliau menyuruh orang-orang duduk dengan mengisyaratkan tangan beliau. Kemudian menghadap mereka dan membelah barisan kaum laki-laki, dan itu berlangsung setelah beliau berada di belakang kaum laki-laki dengan disertai Bilal. Setibanya di tempat kaum wanita itu, beliau membacakan ayat [yang artinya]:

“Hai Nabi, apabila datang kepadamu perempuan-perempuan yang beriman untuk Mengadakan janji setia, bahwa mereka tiada akan menyekutukan Allah, tidak akan mencuri, tidak akan berzina, tidak akan membunuh anak-anaknya, tidak akan berbuat Dusta yang mereka ada-adakan antara tangan dan kaki mereka dan tidak akan mendurhakaimu dalam urusan yang baik,”)

sampai akhir ayat tersebut. Setelah membacanya beliau bersabda: “Kalian telah mengadakan baiat tersebut.” Kemudian salah seorang dari mereka menjawab seruan tersebut. Kemudian Rasulullah saw. bersabda lagi: “Maka bersedekahlah kalian.” Selanjutnya Bilal menggelar kainnya, lalu kaum wanita itu melemparkan cincin-cincin ukuran besar dan ukuran kecil ke kain yang digelar Bilal tersebut.

Imam Ahmad meriwayatkan dari ‘Ubaidah bin ash-Shamit, ia bercerita: Kami pernah bersama Rasulullah saw. dalam suatu majelis, lalu beliau bersabda: “Kalian telah berbaiat kepadaku untuk tidak menyekutukan Allah dengan suatu apa pun, tidak mencuri, tidak berzina, dan tidak membunuh anak-anak kalian.” Kemudian beliau membacakan ayat yang ditujukan kepada kaum wanita ini, yaitu:

إِذَا جَآءَكَ ٱلۡمُؤۡمِنَٰتُ (“Apabila datang kepadamu perempuan-perempuan yang beriman.”) barangsiapa yang memenuhi baiat tersebut, maka pahalanya diserahkan kepada Allah. Dan siapa yang melakukan salah satunya saja lalu ditegakkan hukuman kepadanya, maka hukuman itu menjadi kaffarat baginya.

Tetapi barangsiapa yang melakukan salah satunya kemudian perkaranya ditutupi oleh Allah, maka hal itu terserah Allah. Jika berkehendak, Dia akan memberikan ampunan, dan jika berkehendak Dia akan mengadzabnya.” (HR al-Bukhari dan Muslim dalam kitab Shahih keduanya).

Baca Juga:  Surah Ibrahim Ayat 5; Terjemahan dan Tafsir Al-Qur'an

Firman Allah: يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّبِىُّ إِذَا جَآءَكَ ٱلۡمُؤۡمِنَٰتُ يُبَايِعۡنَكَ (“Hai Nabi, apabila datang kepadamu perempuan-perempuan yang beriman untuk mengadakan janji setia.”) maksudnya, siapa saja di antara mereka yang datang kepadamu untuk berbaiat untuk memenuhi persyaratan ini, maka baiatlah dia untuk tidak menyekutukan Allah dan tidak mencuri harta orang lain yang tidak mempunyai hubungan apa-apa.

Adapun jika suami terlalu sedikit memberikan nafkah kepadanya, maka dia berhak memanfaatkan hartanya dengan cara yang baik, sesuai dengan nafkah yang biasa diterima oleh kaum wanita yang sesuai dengan keadaannya meskipun tanpa sepengetahuan suaminya.

Hal itu sekaligus dalam rangka mengamalkan hadits Hindun binti ‘Utbah, dimana dia berkata: “Ya Rasulallah, sesungguhnya Abu Sufyan adalah orang yang sangat kikir, tidak memberikan nafkah yang mencukupi diri dan anak-anakku. Maka berdosakah jika aku mengambil hartanya tanpa sepengetahuannya?” Beliau menjawab:

“Ambillah sebagian hartanya dengan cara yang baik sesuai dengan kebutuhanmu dan juga anak-anakmu.” (HR al-Bukhari dan Muslim dalam kitab Shahih keduanya).

Firman Allah: وَلَا يَزۡنِينَ (“tidak berzina”) penggalan ayat ini sama seperti firman-Nya yang lain: وَلَا تَقۡرَبُواْ ٱلزِّنَىٰٓ إِنَّهُۥ كَانَ فَٰحِشَةً وَسَآءَ سَبِيلًا (“Dan janganlah kamu mendekati perbuatan zina, karena ia adalah perbuatan yang keji dan jalan yang buruk.”)(al-Israa’: 32)

Firman-Nya lebih lanjut: وَلَا يَقۡتُلۡنَ أَوۡلَٰدَهُنَّ (“Tidak akan membunuh anak-anaknya”) penggalan ayat ini mencakup pembunuhan anak setelah lahir, sebagaimana yang pernah dilakukan orang-orang zaman jahiliyyah, dimana mereka membunuh anak-anak mereka karena takut miskin. Atau pembuhuhan ketika anak masih dalam wujud janin di dalam rahim ibunya.

Sebagaimana yang pernah dilakukan oleh wanita-wanita dungu, dimana mereka melakukan suatu hal agar mereka tidak jadi hamil, baik karena tujuan yang tidak benar maupun tujuan-tujuan lain yang serupa.

Firman Allah: وَلَا يَأۡتِينَ بِبُهۡتَٰنٍ يَفۡتَرِينَهُۥ بَيۡنَ أَيۡدِيهِنَّ وَأَرۡجُلِهِنَّ (“Tidak akan berbuat dusta yang mereka ada-adakan antara tangan dan kaki mereka.”) Ibnu ‘Abbas mengatakan: “Artinya, tidak menasabkan anak orang lain kepada suami mereka.” Demikian pula yang dikatakan oleh Muqatil bin Hayyan. Hal ini diperkuat dengan hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dari Abu Hurairah ra. dimana dia pernah mendengar Rasulullah saw. bersabda ketika turun ayat li’an:

“Wanita mana saja yang menasabkan seseorang kepada suatu kaum yang bukan dari keturunan mereka, maka lepaslah dia dari pertolongan Allah dan Dia tidak akan memasukkannya ke dalam surga. Dan laki-laki mana saja yang tidak mengakui anaknya padahal dia melihatnya sendiri, maka Allah akan menutup diri darinya dan akan mempermalukannya di hadapan orang-orang generasi pertama sampai terakhir.”

Firman Allah: وَلَا يَعۡصِينَكَ فِى مَعۡرُوفٍ (“Dan tidak akan mendurhakaimu dalam urusan yang baik.”) maksudnya dalam berbagai hal yang telah kalian perintahkan atau kalian larang kepada mereka.

Imam Al-Bukhari meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas mengenai firman-Nya: وَلَا يَعۡصِينَكَ فِى مَعۡرُوفٍ (“Dan tidak akan mendurhakaimu dalam urusan yang baik.”) ia mengatakan: “Hal itu merupakan syarat yang diberikan Allah Ta’ala kepada kaum wanita.”

Sedangkan Maimun bin Mihram mengatakan: “Allah tidak menjadikan [mewajibkan] suatu ketaatan pada Nabi-Nya kecuali dalam hal kebaikan, dan kebaikan itu sendiri sebelumnya adalah ketaatan.” Ibnu Zaid mengatkan: “Allah Ta’ala memerintahkan agar umat manusia mentaati Rasul-Nya, dan beliau adalah manusia pilihan dalam hal kebaikan di antara makhluk-Nya yang ada.”

Dan ulama lainnya juga menceritakan dari Ibnu ‘Abbas, Anas bin Malik, Salim bin Abil Ja’d, Abu Shalih dan beberapa ulama lainnya: “Pada hari itu mereka dilarang meratapi mayat.”

Sedangkan Ibnu Jarir menceritakan dari Qatadah mengenai ayat ini: Diceritakan kepada kami bahwa Nabi saw. pernah mengambil janji setia kepada kaum wanita, yakni agar mereka tidak meratapi mayat dan tidak berbicara dengan laki-laki kecuali mahramnya.”

‘Abdurrahman bin ‘Auf berkata: “Ya Rasulallah, sesungguhnya kami kedatangan beberapa orang tamu, dan kami sedang tidak bersama istri kami.” Maka Rasulullah saw. bersabda: “Bukan mereka yang aku maksud, bukan mereka yang aku maksud.”

Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari al-Hasan, ia mengatakan bahwa di antara janji setia yang diambil oleh Nabi saw. dari kaum wanita adalah: “Mereka tidak boleh berbicara dengan laki-laki kecuali dengan mahramnya. Karena sesungguhnya seorang laki-laki itu akan terus mengajak bicara wanita itu sehingga di antara kedua paha [kemaluan]nya mengeluarkan madzi.”

Sedangkan dalam kitab ash-Shahihain disebutkan dari ‘Abdullah bin Mas’ud, ia bercerita bahwa Rasulullah saw. bersabda: “Bukan dari golongan kami orang yang memukul-mukul pipi, merobek-robek saku baju dan berseru dengan seruah jahiliyah.” (HR al-Bukhari dan Muslim).

Baca Juga:  Surah An-Nahl Ayat 61-62; Terjemahan dan Tafsir Al-Qur'an

Al-Hafidz Abu Ya’la menceritakan, Hadbah bin Khalid memberitahu kami, Aban bin Yazid memberitahu kami, dari Yahya bin Abi Katsir, bahwa Zaid pernah memberitahunya dari Abu Salam, Abu Malik al-Asy’ari telah memberitahunya, bahwa Rasulullah saw. bersabda:

“Empat hal pada umatku yang tergolong kebiasaan jahiliyyah, mereka tidak akan meninggalkannya, yaitu berbangga-bangga dengan kedudukan, mencela keturunan, meminta hujan kepada bintang dan meratapi mayat. –Dan beliau bersabda:

-Dan wanita yang meratap. Jika ia tidak bertaubat sebelum meninggal dunia, maka dia akan dibangkitkan pada hari kiamat kelak sedang pada tubuhnya terdapat pakaian yang terbuat dari aspal panas , dan daster dari kudis.” Diriwayatkan oleh Muslim sendirian dalam Shahihnya, dari hadits Abban bin Yazid al-‘Athar.

Dan dari Abu Sa’id, bahwa Rasulullah saw. melaknat wanita yang meratap dan wanita yang ikut mendengar ratapan. (HR Abu Dawud).

Ibnu Jarir meriwayatkan dari Ummu Salamah, dari Rasulullah saw. mengenai firman Allah: وَلَا يَعۡصِينَكَ فِى مَعۡرُوفٍ (“Dan tidak akan mendurhakaimu dalam urusan yang baik.”) beliau mengatakan: “Yakni ratapan.” Demikian yang diriwayatkan oleh at-Tirmidzi dalam kitab at-Tafsiir, dari ‘Abd bin Hamid, dari Abu Na’im. Dan Ibnu Majah dari Abu Bakar bin Abi Syaibah, dari Waki’, keduanya dari Yazid bin ‘Abdullah asy-Syaibani maula ash-Shahba’. Imam at-Tirmidzi mengatakan: “Hadits tersebut hasan gharib.”

Tafsir Kemenag: Allah menyatakan kepada Nabi Muhammad bahwa perempuan-perempuan yang menyatakan keimanan dan ketaatannya harus berjanji bahwa mereka tidak akan mempersekutukan Allah dengan sesuatu pun, tidak akan mencuri harta orang lain, tidak akan berzina, tidak akan menggugurkan anak dalam kandungannya, dan tidak akan mengerjakan yang dilarang, seperti meratapi orang mati dengan mengoyak-ngoyak pakaian, dan sebagainya. Bila mereka telah berjanji, maka pernyataan iman mereka harus diterima.

Nabi juga diperintahkan untuk mengatakan kepada mereka bahwa mereka akan mendapat ampunan Allah dan pahala dari-Nya jika mereka konsekuen melaksanakan janji mereka itu. Nabi juga diminta untuk berdoa kepada Allah agar dosa-dosa mereka diampuni, karena sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Diriwayatkan oleh al-Bukhari dari ‘Urwah bin Zubair bahwa ‘Aisyah berkata, “Rasulullah saw menguji perempuan yang hijrah sesuai ayat: ya ayyuhan-nabiyy idha ja’akal-mu’minat?..innallaha gafurur-rahim. Barang siapa yang telah memenuhi syarat-syarat di atas, berarti perempuan itu telah mengikrarkan pernyataan bahwa dirinya beriman.”

Diriwayatkan pula oleh ‘Urwah bin Zubair dari ‘Aisyah, ia berkata, “Telah datang Fathimah binti ‘Utbah untuk menyatakan keimanannya kepada Rasulullah, maka beliau meminta ia berjanji tidak akan mempersekutukan Allah dengan sesuatu pun, tidak mencuri, tidak berzina, tidak menggugurkan kandungannya, maka Fathimah merasa malu menyebut janji itu sambil meletakkan tangan di atas kepalanya.”

Maka ‘Aisyah berkata, “Hendaklah engkau akui yang dikatakan Nabi itu. Demi Allah, kami tidak menyatakan keimanan kecuali dengan cara demikian.” Fathimah melaksanakan yang diminta ‘Aisyah itu, lalu Nabi menerima pengakuannya.

Menurut riwayat yang lain bahwa Nabi Muhammad banyak menerima pernyataan beriman dari para perempuan ketika penaklukan Mekah. Di antara yang menyatakan keimanannya itu terdapat Hindun binti ‘Utbah, istri Abu Sufyan, kepala suku Quraisy.

Tafsir Quraish Shihab: Wahai Nabi, apabila wanita-wanita Mukmin mendatangimu untuk mengadakan janji setia, bahwa mereka tidak akan mempersekutukan sesuatu apa pun dengan Allah, tidak akan mencuri, tidak akan berzina, tidak akan membunuh anak-anak mereka, tidak akan mengada-ada dan berdusta dengan melakukan pernyataan palsu (mengenai hubungan antara laki-laki dan perempuan) bahwa anak yang bukan milik mereka itu adalah anak suami mereka, tidak akan melanggar kebaikan yang kamu serukan kepada mereka, maka terimalah janji setia mereka untuk itu. Mintakanlah ampunan untuk mereka dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Pengasih.

Shadaqallahul ‘adzhim. Alhamdulillah, kita telah pelajari bersama kandungan Surah Al-Mumtahanah Ayat 12 berdasarkan Tafsir Jalalain, Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir Kemenag dan Tafsir Quraish Shihab. Semoga menambah khazanah ilmu Al-Qur’an kita.

M Resky S