Surah Al-Qashash Ayat 29-32; Terjemahan dan Tafsir Al-Qur’an

Surah Al-Qashash Ayat 29-32

Pecihitam.org – Kandungan Surah Al-Qashash Ayat 29-32 ini, menerangkan bahwa setelah Musa menunaikan tugasnya selama sepuluh tahun dengan sebaik-baiknya, dia pun pamit kepada mertuanya untuk kembali ke Mesir, yang merupakan kampung halamannya, bersama istrinya. Musa berjalan ke arah api yang dilihatnya itu. Tatkala dia sudah berada di dekat api itu, ia diseru oleh suatu suara di lembah sebelah kanannya. Ia mendengar seruan yang menyatakan kepadanya bahwasanya itu adalah seruan Allah.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Perintah ini pun dilaksanakan Musa dengan taat dan patuh. Ketika ia mengeluarkan tangannya dari leher bajunya, ia melihat tangannya berubah menjadi putih bercahaya dan bersinar bukan karena sakit sopak atau yang lainnya.

Terjemahan dan Tafsir Al-Qur’an Surah Al-Qashash Ayat 29-32

Surah Al-Qashash Ayat 29
فَلَمَّا قَضَى مُوسَى الْأَجَلَ وَسَارَ بِأَهْلِهِ آنَسَ مِن جَانِبِ الطُّورِ نَارًا قَالَ لِأَهْلِهِ امْكُثُوا إِنِّي آنَسْتُ نَارًا لَّعَلِّي آتِيكُم مِّنْهَا بِخَبَرٍ أَوْ جَذْوَةٍ مِّنَ النَّارِ لَعَلَّكُمْ تَصْطَلُونَ

Terjemahan: Maka tatkala Musa telah menyelesaikan waktu yang ditentukan dan dia berangkat dengan keluarganya, dilihatnyalah api di lereng gunung ia berkata kepada keluarganya: “Tunggulah (di sini), sesungguhnya aku melihat api, mudah-mudahan aku dapat membawa suatu berita kepadamu dari (tempat) api itu atau (membawa) sesuluh api, agar kamu dapat menghangatkan badan”.

Tafsir Jalalain: فَلَمَّا قَضَى مُوسَى الْأَجَلَ (Maka tatkala Musa telah menyelesaikan waktu yang ditentukan) yakni masa penggembalaan itu, yaitu delapan atau sepuluh tahun. Masa sepuluh tahun inilah yang diduga kuat dilakukan oleh Nabi Musa وَسَارَ بِأَهْلِهِ (dan dia berangkat dengan keluarganya) dengan istrinya menuju ke negeri Mesir dengan seizin bapaknya آنَسَ (dilihatnyalah) yakni, Nabi Musa melihat dari jarak jauh مِن جَانِبِ الطُّورِ (dari arah lereng gunung Thur) Thur adalah nama sebuah gunung نَارًا قَالَ لِأَهْلِهِ امْكُثُوا (api, Ia berkata kepada keluarganya, “Tunggulah) di sini

إِنِّي آنَسْتُ نَارًا لَّعَلِّي آتِيكُم مِّنْهَا بِخَبَرٍ (sesungguhnya aku melihat api, mudah-mudahan aku dapat membawa suatu berita kepadamu dari tempat api itu) tentang jalan yang sebenarnya, karena pada saat itu Nabi Musa tersesat أَوْ جَذْوَةٍ (atau membawa sesuluh) dapat dibaca Jadzwatin, Judzwatin, dan Jidzwatin, yakni sebuah obor مِّنَ النَّارِ لَعَلَّكُمْ تَصْطَلُونَ (api agar kamu dapat menghangatkan badan”) maksudnya, berdiang dengan api itu.

Huruf Tha yang ada pada lafal Tashthaluna merupakan pergantian dari huruf Ta wazan Ifti’al, karena berasal dari kata Shala bin nari atau Shaliya bin nari artinya berdiang dekat api untuk menghangatkan badan.

Tafsir Ibnu Katsir: وَسَارَ بِأَهْلِهِ (“Dan dia berangkat dengan keluarganya”) mereka berkata: “Musa amat rindu pada negeri dan keluarganya, lalu ia bercita-cita untuk mengunjungi mereka secara sembunyi-sembunyi dari Fir’aun dan kaumnya. Maka ia membawa keluarganya serta kambing-kambing yang dihibahkan oleh mertuanya. Kemudian ia berjalan bersama mereka di waktu malam yang hujan, gelap gulita dan udara dingin. Lalu ia singgah di suatu tempat, dimana setiap kali dia menyalakan kayu bakar tak satupun yang dapat menyala.

Di saat itu, آنَسَ مِن جَانِبِ الطُّورِ (“dilihatnyalah api di lereng gunung.”) ia berkata kepada keluarganya: ‘Tunggulah, sesungguhnya aku melihat api.’”) yaitu hingga aku pergi melihatnya. لَّعَلِّي آتِيكُم مِّنْهَا بِخَبَرٍ (“Mudah-mudahan aku dapat membawa sebuah berita.”) hal itu disebabkan dia tersesat, أَوْ جَذْوَةٍ مِّنَ النَّارِ (“atau membawa sesuluh api”) yaitu sebagian api tersebut. لَعَلَّكُمْ تَصْطَلُونَ (“agar kamu dapat menghangatkan badan.”) yaitu kalian dapat menghangatkan tubuh dengannya dari udara dingin.

Tafsir Kemenag: Ayat ini menerangkan bahwa setelah Musa menunaikan tugasnya selama sepuluh tahun dengan sebaik-baiknya, dia pun pamit kepada mertuanya untuk kembali ke Mesir, yang merupakan kampung halamannya, bersama istrinya. Tentu saja tidak ada alasan bagi mertuanya untuk menahannya karena semua ketentuan yang telah ditetapkan untuk mengawini anaknya sudah dipenuhi Musa.

Hanya saja sebagai orang tua, ia tidak akan sampai hati melepaskan anak menantunya begitu saja, tanpa memberikan sekadar bekal di jalan. Mertuanya membekali secukupnya dan memberikan kepadanya beberapa ekor kambing.

Musa lalu berangkat bersama istrinya menempuh jalan yang pernah ditempuhnya dahulu sewaktu dia lari dari Mesir. Di tengah jalan, dia berhenti di suatu tempat untuk melepaskan lelah. Karena malam telah tiba dan keadaan gelap gulita, maka ia mencoba menyalakan api dengan batu. Akan tetapi, rabuknya tidak mau menyala sehingga ia hampir putus asa karena ia tidak dapat mengerjakan sesuatu dalam gelap gulita itu. Udara pun sangat dingin sehingga dia dan keluarganya tidak akan dapat bertahan lama, tanpa ada api untuk berdiang.

Dalam keadaan demikian, dari jauh dia melihat nyala api di sebelah kanan Gunung Tur. Dia lalu berkata kepada istrinya untuk menunggu di tempatnya karena ia akan pergi ke tempat api itu. Semoga orang-orang di sana dapat memberikan petunjuk kepadanya tentang perjalanan ini atau ia dapat membawa sepotong kayu penyuluh supaya mereka dapat menghangatkan badan dari udara dingin yang tak tertahankan.

Baca Juga:  Surah Al-Ahzab ayat 7-8; Terjemahan dan Tafsir Al-Qur'an

Tafsir Quraish Shihab: Setelah menyelesaikan pekerjaan sesuai masa yang telah dijanjikan, dan secara sah menjadi suami putri Syu’ayb, Mûsâ membawa istrinya kembali ke negeri Mesir. Di tengah perjalanan, dari arah bukit Sinai Mûsâ melihat api.

Ia berkata kepada orang-orang yang mengikutinya, “Tetaplah kalian di sini. Aku melihat cahaya di tengah kegelapan. Aku akan mendatangi api itu agar aku mendapat keterangan mengenai jalan yang akan kita tempuh, atau membawa sebongkah apinya untuk menghangatkan badan kalian.”

Surah Al-Qashash Ayat 30
فَلَمَّا أَتَاهَا نُودِيَ مِن شَاطِئِ الْوَادِ الْأَيْمَنِ فِي الْبُقْعَةِ الْمُبَارَكَةِ مِنَ الشَّجَرَةِ أَن يَا مُوسَى إِنِّي أَنَا اللَّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ

Terjemahan: Maka tatkala Musa sampai ke (tempat) api itu, diserulah dia dari (arah) pinggir lembah yang sebelah kanan(nya) pada tempat yang diberkahi, dari sebatang pohon kayu, yaitu: “Ya Musa, sesungguhnya aku adalah Allah, Tuhan semesta alam.

Tafsir Jalalain: فَلَمَّا أَتَاهَا نُودِيَ مِن شَاطِئِ (Maka tatkala Musa sampai ke tempat api itu, dia diseru dari arah pinggir) yakni sebelah الْوَادِ الْأَيْمَنِ (lembah yang kanan) yang berada di sebelah kanan Nabi Musa فِي الْبُقْعَةِ الْمُبَارَكَةِ (pada tempat yang diberkahi) bagi Musa untuk mendengarkan Kalam Allah di tempat itu مِنَ الشَّجَرَةِ (dari sebatang pohon) lafal ayat ini menjadi Badal dari lafal Syathi’ berikut pengulangan huruf Jar-nya, disebabkan pohon itu tumbuh di pinggir lembah; pohon itu adalah pohon anggur, atau pohon ‘Ulaiq, atau pohon ‘Ausaj (yaitu) huruf An adalah An Mufassarah bukan An Mukhaffafah أَن يَا مُوسَى إِنِّي أَنَا اللَّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ (“Hai Musa! Sesungguhnya Aku adalah Allah, Rabb semesta alam).

Tafsir Ibnu Katsir: Allah berfirman: فَلَمَّا أَتَاهَا نُودِيَ مِن شَاطِئِ الْوَادِ الْأَيْمَنِ (“Maka tatkala Musa sampai ke tempat api itu, diserulah dia dari pinggir lembah yang diberkahi.”) yaitu dari arah lembah yang berada di sebelah arah barat gunung. Ini di antara petunjuk yang menjelaskan bahwa Musa menuju api tersebut ke arah kiblat. Sedang gunung tersebut berada di arah barat bagian kanan.

Dan api tersebut ditemukan berada di sebuah pohon hijau di lereng gunung bersebelahan dengan danau. Lalu ia berhenti terheran-heran menyaksikan perkara tersebut. Maka rabbnya memanggilnya: مِن شَاطِئِ الْوَادِ الْأَيْمَنِ فِي الْبُقْعَةِ الْمُبَارَكَةِ مِنَ الشَّجَرَةِ (“Dari [arah] pinggir lembah yang diberkahi dari sebatang pohon kayu.”)

Ibnu Jarir berkata, bahwa ‘Abdullah berkata: “Aku melihat pohon tempat diserunya Musa adalah abu-abu kehijauan bercahaya.” Isnadnya muqarib.

Firman Allah: أَن يَا مُوسَى إِنِّي أَنَا اللَّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ (“Yaitu: ‘Ya Musa, sesungguhnya Aku adalah Allah, Rabb semesta alam.’”) yakni yang mengajak berdialog dan berbicara kepadamu adalah Rabb semesta alam yang melakukan apa yang dikehendaki-Nya.

Tafsir Kemenag: Musa berjalan ke arah api yang dilihatnya itu. Tatkala dia sudah berada di dekat api itu, ia diseru oleh suatu suara di lembah sebelah kanannya. Ia mendengar seruan yang menyatakan kepadanya bahwasanya itu adalah seruan Allah, Tuhan sekalian alam. Musa mendengar seruan Tuhannya di malam yang sunyi senyap, di lembah dalam keadaan sendiri, dan tak seorang pun yang menemaninya.

Bagaimana Musa dapat mendengar Kalam Ilahi langsung dari Tuhannya? Karena hal itu adalah suatu hal yang gaib, tidak ada yang mengetahuinya kecuali Allah. Dia telah mengilhamkan kepada Musa keyakinan bahwa yang berbicara dengannya adalah Tuhan sekalian alam. Lembah di mana Musa berdiri dijadikan tempat yang penuh berkah karena di sanalah Musa mendengar firman Tuhannya dan diangkat menjadi rasul.

Tafsir Quraish Shihab: Sampai di depan api yang dilihatnya, tiba-tiba dari arah samping kanan pohon yang tumbuh di bumi yang diberkahi, di samping bukit Sinai, Mûsâ mendengar seruan dari langit, “Wahai Mûsâ, sesungguhnya Aku adalah Allah. Tidak ada yang patut disembah selain Aku. Akulah Pencipta, Pengawas dan Penjaga alam semesta.”

Surah Al-Qashash Ayat 31
وَأَنْ أَلْقِ عَصَاكَ فَلَمَّا رَآهَا تَهْتَزُّ كَأَنَّهَا جَانٌّ وَلَّى مُدْبِرًا وَلَمْ يُعَقِّبْ يَا مُوسَى أَقْبِلْ وَلَا تَخَفْ إِنَّكَ مِنَ الْآمِنِينَ

Terjemahan: dan lemparkanlah tongkatmu. Maka tatkala (tongkat itu menjadi ular dan) Musa melihatnya bergerak-gerak seolah-olah dia seekor ular yang gesit, larilah ia berbalik ke belakang tanpa menoleh. (Kemudian Musa diseru): “Hai Musa datanglah kepada-Ku dan janganlah kamu takut. Sesungguhnya kamu termasuk orang-orang yang aman.

Tafsir Jalalain: وَأَنْ أَلْقِ عَصَاكَ (Dan lemparkanlah tongkatmu!”) lalu Musa melemparkannya. فَلَمَّا رَآهَا تَهْتَزُّ (Tatkala Musa melihatnya bergerak-gerak) menjadi bergerak كَأَنَّهَا جَانٌّ (seolah-olah dia seekor ular yang gesit) gerakannya sekalipun besar tubuhnya, dikatakan Jan artinya ular kecil padahal ular itu besar sekali, maksudnya gerakannya diserupakan dengan ular yang kecil dalam hal kegesitannya وَلَّى مُدْبِرًا (larilah ia berbalik ke belakang) melarikan diri daripadanya وَلَمْ يُعَقِّبْ (tanpa menoleh) tanpa menengok ke belakang lagi, lalu diserulah ia,

Baca Juga:  Surah Al-Qashash Ayat 78; Terjemahan dan Tafsir Al-Qur'an

يَا مُوسَى أَقْبِلْ وَلَا تَخَفْ إِنَّكَ مِنَ الْآمِنِينَ (“Hai Musa! Datanglah kepada-Ku dan janganlah kamu takut. Sesungguhnya kamu termasuk orang-orang yang aman!).

Tafsir Ibnu Katsir: Firman-Nya: وَأَنْ أَلْقِ عَصَاكَ (“dan lemparkanlah tongkatmu”) yang ada di tanganmu sebagaimana diikrarkan hal itu; فَلَمَّا رَآهَا تَهْتَزُّ (“Maka tatkala Musa melihatnya tahtazzu”) bergerak-gerak, كَأَنَّهَا جَانٌّ وَلَّى مُدْبِرًا (“seolah-olah dia adalah ular yang gesit, larilah ia berbalik ke belakang”) yaitu dalam gerakan yang cepat, bentuknya yang besar, mulutnya yang begitu lebar dan taring-taringnya yang tajam, dimana tidak satu batupun yang dilaluinya melainkan akan dilahap dengan kunyahan mulutnya.

وَلَّى مُدْبِرًا وَلَمْ يُعَقِّبْ (“larilah ia berbalik ke belakang tanpa menoleh”) yaitu sama sekali tidak menoleh. Karena sudah menjadi tabiat manusia, lari darinya. Maka tatkala Allah berfirman kepadanya: يَا مُوسَى أَقْبِلْ وَلَا تَخَفْ إِنَّكَ مِنَ الْآمِنِينَ (“Hai Musa, datanglah kepada-Ku dan janganlah engkau takut. Sesungguhnya engkau termasuk orang-orang yang aman.”) ia kembali dan berdiri di tempatnya yang semula.

Tafsir Kemenag: Kemudian Allah memerintahkan kepada Musa supaya melemparkan tongkatnya. Musa dengan patuh melemparkan tongkatnya, tetapi tongkat itu berubah menjadi ular besar yang bergerak dengan cepat dan gesit. Musa sangat terkejut dan merasa ngeri serta takut melihat ular itu. Dengan serta merta, ia lari tanpa menoleh ke belakang. Tidak ada yang dipikirkannya kecuali menyelamatkan diri dari gigitan ular yang dahsyat itu.

Di waktu itu Tuhan berseru lagi agar Musa kembali ke tempat semula dan jangan takut kepada ular itu. Ular itu hanyalah tongkatnya yang berubah menjadi ular dan tidak akan mengganggunya. Tidak ada sesuatu pun yang dapat mengganggu ketenteramannya. Ini adalah mukjizat yang Allah berikan kepada Musa untuk menghadapi Fir’aun yang sombong dan takabur. Hati Musa merasa aman dan tenteram setelah mendengar bahwa keamanannya dijamin oleh Allah.

Tafsir Quraish Shihab: Mûsâ diperintah, “Lemparlah tongkatmu!” Ia pun melemparkannya. Allah kemudian mengubahnya menjadi seekor ular. Saat menyaksikan tongkat itu bergerak-gerak seolah-olah hidup, ia takut, terkejut, dan lari meninggalkan tempat itu dan tidak kembali lagi. Dikatakan kepadanya, “Wahai Mûsâ, sambutlah seruan ini! Kembali ke tempatmu semula dan jangan takut. Sungguh kamu termasuk golongan orang yang diselamatkan dari keburukan.

Surah Al-Qashash Ayat 32
اسْلُكْ يَدَكَ فِي جَيْبِكَ تَخْرُجْ بَيْضَاءَ مِنْ غَيْرِ سُوءٍ وَاضْمُمْ إِلَيْكَ جَنَاحَكَ مِنَ الرَّهْبِ فَذَانِكَ بُرْهَانَانِ مِن رَّبِّكَ إِلَى فِرْعَوْنَ وَمَلَئِهِ إِنَّهُمْ كَانُوا قَوْمًا فَاسِقِينَ

Terjemahan: Masukkanlah tanganmu ke leher bajumu, niscaya ia keluar putih tidak bercacat bukan karena penyakit, dan dekapkanlah kedua tanganmu (ke dada)mu bila ketakutan, maka yang demikian itu adalah dua mukjizat dari Tuhanmu (yang akan kamu hadapkan kepada Fir’aun dan pembesar-pembesarnya). Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang fasik”.

Tafsir Jalalain: اسْلُكْ (Masukkanlah) sisipkanlah يَدَكَ (tanganmu) yang sebelah kanan, yang dimaksud adalah telapak tangannya فِي جَيْبِكَ (ke leher bajumu) maksudnya, kerah baju gamismu, kemudian keluarkanlah kembali تَخْرُجْ (niscaya ia keluar) berbeda keadaannya dengan tangan yang biasanya بَيْضَاءَ مِنْ غَيْرِ سُوءٍ (putih tidak bercela) maksudnya bukan karena penyakit sopak. Nabi Musa memasukkan tangannya itu sesuai dengan perintah, kemudian ia mengeluarkannya kembali, tiba-tiba tampak bagaikan cahaya matahari yang menyilaukan pandangan mata,

وَاضْمُمْ إِلَيْكَ جَنَاحَكَ مِنَ الرَّهْبِ (dan dekapkanlah tanganmu itu ke dadamu bila ketakutan) dapat dibaca Ar Rahbi dan Ar Rahbu yang artinya takut disebabkan sinar tangan tadi. Maksudnya jika kamu merasa takut maka masukkan kembali tanganmu itu ke dalam bajumu, niscaya kembali kepada keadaan semula. Pengertian tangan diungkapkan dengan istilah Janah yang artinya sayap, karena kedua tangan bagi manusia fungsinya sama dengan dua sayap bagi burung.

فَذَانِكَ (maka yang demikian itu adalah dua) dapat dibaca Tasydid dan Takhfif, yakni Fadzanika dan Fadzannika, yang dimaksud adalah tongkat dan tangan itu; keduanya merupakan lafal Muannats dan Musyar ilaih dalam bentuk mudzakar karena khabarnya mudzakar بُرْهَانَانِ (mukjizat) yang diturunkan مِن رَّبِّكَ إِلَى فِرْعَوْنَ وَمَلَئِهِ إِنَّهُمْ كَانُوا قَوْمًا فَاسِقِينَ (dari Rabbmu yang akan kamu hadapkan kepada Firaun dan pembesar-pembesar kaumnya. Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang fasik”).

Tafsir Ibnu Katsir: Kemudian Allah berfirman: اسْلُكْ يَدَكَ فِي جَيْبِكَ تَخْرُجْ بَيْضَاءَ مِنْ غَيْرِ سُوءٍ (“Masukkanlah tanganmu ke leher bajumu, niscaya ia keluar putih tidak bercacat yang bukan karena penyakit.”) yaitu jika engkau masukkan tanganmu ke dalam bajumu kemudian engkau keluarkan, maka dia akan keluar bercahaya, seakan-akan sepotong bulan dalam cahaya kilat. Untuk itu dia berfirman: min ghairi suu-in (“bukan karena penyakit”) yaitu bukan karena penyakit kusta.

Baca Juga:  Surah Al-Qashash Ayat 68-70; Terjemahan dan Tafsir Al-Qur'an

Firman Allah: وَاضْمُمْ إِلَيْكَ جَنَاحَكَ مِنَ الرَّهْبِ (“dan dekapkanlah kedua tanganmu [ke dadamu] bila ketakutan.”) Mujahid berkata: “Akibat kaget.” Qatadah berkata: “Akibat takut.” Yang jelas bahwa yang dimaksud adalah Dia memerintahkan Musa as. jika ia merasa takut terhadap sesuatu, agar mendekapkan kedua tangannya ke dadanya. Jika melakukan hal demikian niscaya hilanglah rasa takut pada dirinya.

Terkadang jika seseorang menggunakan hal tersebut sebagai upaya meneladani, ia meletakkan tangannya di atas dadanya [jantungnya], maka akan hilanglah apa yang dirasa dan ditakutinya, jika Allah Ta’ala menghendaki dan hanya kepada-Nyalah keyakinan [ditujukan].

Ibnu Abi Hatim berkata: “Musa as, hatinya dipenuhi oleh rasa takut kepada Fir’aun. Lalu jika ia melihatnya ia berdoa: AllaaHumma innii adra-ubika fii nahriHii wa a’uudzubika min syarriHi (‘Ya Allah, sesungguhnya aku menolak dengan-Mu pembunuhan dan aku berlindung kepada-Mu dari kejahatannya.’) Maka Allah mencabut perasaan yang ada di dalam hati Musa as. dan menanamkan perasaan takut ke dalam hati Fir’aun.”

Allah berfirman: فَذَانِكَ بُرْهَانَانِ مِن رَّبِّكَ (“Demikian itu adalah dua mukjizat dari Rabbmu.”) yaitu melemparkan tongkat dan menjadikannya seekor ular yang hidup, serta memasukkan tangannya ke dalam baju, lalu keluar putih tidak bercacat yang bukan karena penyakit, adalah dua dalil yang qath’i dan tegas tetang kemampuan Musa yang dipilih oleh Allah serta kebenaran kenabiannya dengan terlaksananya mukjizat itu atas tangannya.

Untuk itu Allah Ta’ala berfirman: إِلَى فِرْعَوْنَ وَمَلَئِهِ (“Kepada Fir’aun dan pembesar-pembesarnya”) yaitu kaumnya yang terdiri dari para pemimpin, para pembesar dan para pendukung, إِنَّهُمْ كَانُوا قَوْمًا فَاسِقِينَ (“Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang fasik”) yaitu orang-orang yang keluar dari ketaatan kepada Allah serta menyelisihi perintah dan agama-Nya.

Tafsir Kemenag: Kemudian Allah memerintahkan Musa supaya memasukkan tangannya ke baju. Perintah ini pun dilaksanakan Musa dengan taat dan patuh. Ketika ia mengeluarkan tangannya dari leher bajunya, ia melihat tangannya berubah menjadi putih bercahaya dan bersinar bukan karena sakit sopak atau yang lainnya. Musa kaget, terkejut, dan merasa takut. Akan tetapi, segera sesudah itu turun pula perintah Tuhan untuk menghilangkan rasa terkejut dan takut yang telah menguasai dirinya supaya dia mendekapkan kedua tangannya ke dada.

Kemudian Allah menegaskan kepada Musa bahwa dua mukjizat yang diberikan kepadanya adalah untuk menunjukkan kekuasaan-Nya. Musa diperintahkan untuk memperlihatkan kedua mukjizat itu kepada Fir’aun yang sombong dan fasik ketika Musa menyerunya agar dia beriman kepada Allah dan meninggalkan kesesatan yang dianutnya. Ketika itu, Musa mengerti bahwa di atas pundaknya telah dibebankan risalah yang harus disampaikan kepada Fir’aun dan kaumnya, serta kepada Bani Israil sendiri. Ini berarti bahwa dia telah menjadi rasul.

Dengan demikian, apa yang dijanjikan Allah kepada ibu Musa bahwa putranya akan dikembalikan ke haribaannya telah terlaksana di waktu Musa masih kecil. Sekarang terlaksana pula janji Allah yang kedua bahwa Dia mengangkat Musa menjadi rasul.

Sebelum ini, yang mendorong Musa meninggalkan Madyan menuju Mesir adalah perasaan rindu kepada kampung halaman dan sanak keluarganya. Ia berani melakukan hal itu karena dia berharap orang Mesir telah lupa akan peristiwa pembunuhan yang dilakukannya di masa lampau sehingga ia dapat memasuki Mesir secara diam-diam. Akan tetapi, ia sekarang harus kembali ke sana secara terang-terangan dan menentang kekuasaan Fir’aun yang perkasa.

Dengan begitu, Fir’aun dan kaumnya pasti akan membunuhnya. Dia mulai merasa khawatir terhadap dirinya kalau dia pergi sendirian. Hal yang lebih dikhawatirkannya adalah kalau ia terbunuh oleh Fir’aun, tentu risalah Tuhannya tidak akan sampai kepada kaumnya (Bani Israil).

Tafsir Quraish Shihab: Masukkan tanganmu ke dalam kantong bajumu! Tangan itu akan bercahaya putih tanpa cacat. Lalu dekapkanlah kedua tanganmu ke dadamu, agar hilang rasa takut. Jangan panik ketika kamu menyaksikan tongkat itu berubah menjadi ular atau saat tanganmu berubah putih berkilau.

Kedua hal itu adalah mukjizat yang datang dari Allah. Hadapilah Fir’aun dan pengikutnya dengan kedua mukjizat itu, ketika mereka menyambut kerasulanmu dengan pendustaan dan keluar dari jalan Allah.”

Shadaqallahul ‘adzhim. Alhamdulillah, kita telah pelajari bersama kandungan Surah Al-Qashash Ayat 29-32 berdasarkan Tafsir Jalalain, Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir Kemenag dan Tafsir Quraish Shihab. Semoga menambah khazanah ilmu Al-Qur’an kita.

M Resky S