Surah An-Nur Ayat 43-44; Terjemahan dan Tafsir Al-Qur’an

Surah An-Nur Ayat 43-44

Pecihitam.org – Kandungan Surah An-Nur Ayat 43-44 ini, menjelaskan di antara hal-hal yang menunjukkan kekuasaan Allah ialah beralihnya siang menjadi malam dan malam menjadi siang. Para ahli falak, hanya dapat menganalisa sebab terjadinya malam di suatu daerah demikian pula siang. Hal ini berpangkal dari perjalanan matahari dan perputaran bumi. Tetapi mereka tidak mampu sama sekali untuk mengubah ketentuan dan ketetapan Allah.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Terjemahan dan Tafsir Al-Qur’an Surah An-Nur Ayat 43-44

Surah An-Nur Ayat 43
أَلَمْ تَرَ أَنَّ اللَّهَ يُزْجِي سَحَابًا ثُمَّ يُؤَلِّفُ بَيْنَهُ ثُمَّ يَجْعَلُهُ رُكَامًا فَتَرَى الْوَدْقَ يَخْرُجُ مِنْ خِلَالِهِ وَيُنَزِّلُ مِنَ السَّمَاءِ مِن جِبَالٍ فِيهَا مِن بَرَدٍ فَيُصِيبُ بِهِ مَن يَشَاءُ وَيَصْرِفُهُ عَن مَّن يَشَاءُ يَكَادُ سَنَا بَرْقِهِ يَذْهَبُ بِالْأَبْصَارِ

Terjemahan: Tidaklah kamu melihat bahwa Allah mengarak awan, kemudian mengumpulkan antara (bagian-bagian)nya, kemudian menjadikannya bertindih-tindih, maka kelihatanlah olehmu hujan keluar dari celah-celahnya dan Allah (juga) menurunkan (butiran-butiran) es dari langit, (yaitu) dari (gumpalan-gumpalan awan seperti) gunung-gunung, maka ditimpakan-Nya (butiran-butiran) es itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya dan dipalingkan-Nya dari siapa yang dikehendaki-Nya. Kilauan kilat awan itu hampir-hampir menghilangkan penglihatan.

Tafsir Jalalain: أَلَمْ تَرَ أَنَّ اللَّهَ يُزْجِي سَحَابًا (Tidaklah kamu melihat bahwa Allah mengarak awan) menggiringnya secara lembut ثُمَّ يُؤَلِّفُ بَيْنَهُ (kemudian mengumpulkan antara bagian-bagiannya) dengan menghimpun sebagiannya dengan sebagian yang lain, sehingga yang tadinya tersebar kini menjadi satu kumpulan ثُمَّ يَجْعَلُهُ رُكَامًا (kemudian menjadikannya bertindih-tindih) yakni sebagiannya di atas sebagian yang lain,

فَتَرَى الْوَدْقَ (maka kelihatanlah olehmu air) hujan يَخْرُجُ مِنْ خِلَالِهِ (keluar dari celah-celahnya) yakni melalui celah-celahnya وَيُنَزِّلُ مِنَ السَّمَاءِ (dan Allah juga menurunkan dari langit). Huruf Min yang kedua ini berfungsi menjadi Shilah atau kata penghubung مِن جِبَالٍ فِيهَا (yakni dari gunung-gunung yang menjulang padanya) menjulang ke langit; Min Jibaalin menjadi Badal daripada lafal Minas Samaa-i dengan mengulangi huruf Jarrnya مِن بَرَدٍ (berupa es) sebagiannya terdiri dari es,

فَيُصِيبُ بِهِ مَن يَشَاءُ وَيَصْرِفُهُ عَن مَّن يَشَاءُ يَكَادُ (maka ditimpakannya es tersebut kepada siapa yang dikehendaki-Nya dan dipalingkan-Nya dari siapa yang dikehendaki-Nya. Hampir-hampir) hampir saja سَنَا بَرْقِهِ (kilauan kilat awan itu) yakni cahayanya yang berkilauan يَذْهَبُ بِالْأَبْصَارِ (menghilangkan penglihatan) mata yang memandangnya, karena silau olehnya.

Tafsir Ibnu Katsir: Allah menyebutkan bahwa Dia mengarak awan dengan kekuasaan-Nya. Pada awal penciptaannya dalam kondisi lemah, itulah yang disebut “izjaa’”. Firman Allah: ثُمَّ يُؤَلِّفُ بَيْنَهُ (“Kemudian mengumpulkan antara [bagian-bagian]nya.”) yakni Dia mengumpulkan setelah berserakan di sana-sini. Firman Allah:

ثُمَّ يَجْعَلُهُ رُكَامًا (“kemudian menjadikannya bertindih-tindih”) yakni saling tumpang-tindih, yang satu di atas yang lain. Firman Allah: فَتَرَى الْوَدْقَ (“Maka kelihatanlah olehmu hujan keluar dari celah-celahnya.”) al-wadqu artinya hujan. يَخْرُجُ مِنْ خِلَالِهِ (“Keluar dari celah-celahnya”) ‘Abdullah bin ‘Abbas dan adh-Dhahhak membacanya “خِلَالِهِ”.

Firman Allah: وَيُنَزِّلُ مِنَ السَّمَاءِ مِن جِبَالٍ فِيهَا مِن بَرَدٍ (“Dan Allah juga menurunkan [butiran-butiran] es dari langit, [yaitu] dari [gumpalan-gumpalan awan seperti] gunung-gunung.”) sebagian ahli nahwu mengatakan kata “min” yang pertama untuk menunjukkan permulaan, sedang “min” yang kedua untuk menunjukkan bagian, sementara “min” yang ketiga untuk menunjukkan jenis. Pendapat ini berdasarkan kepada perkataan sebagian ahli tafsir bahwa firman Allah:

مِن جِبَالٍ فِيهَا مِن barada; maknanya, di atas langit terdapat gunung-gunung es, di situlah Allah menurunkan butiran-butiran es. Adapun bagi yang mengartikannya sebagai kinayah [arti kiasan] dari gumpalan awan, maka “min”yang kedua untuk menunjukkan permulaan, kedudukannya adalah badal bagi “min” yang pertama. wallaaHu a’lam.

Baca Juga:  Surah An-Nur Ayat 47-52; Terjemahan dan Tafsir Al-Qur'an

Firman Allah: فَيُصِيبُ بِهِ مَن يَشَاءُ وَيَصْرِفُهُ عَن مَّن يَشَاءُ (“Maka, ditimpakan-Nya [butiran-butiran] es itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya dan dipalingkan-Nya dari siapa yang dikehendaki-Nya.”) kemungkinan maksud dari firman Allah, فَيُصِيبُ بِهِ: “Maka ditimpakan-Nya” yaitu dengan menurunkan dua jenis hujan dari langit, hujan biasa dan hujan es. Berarti firman Allah: فَيُصِيبُ بِهِ مَن يَشَاءُ (“Maka ditimpakan-Nya [butiran-burtiran] es itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya.”) sebabagai rahmat dari-Nya.

Dan firman Allah: وَيَصْرِفُهُ عَن مَّن يَشَاءُ (“Dipalingkan-Nya dari siapa yang dikehendaki-Nya”) yaitu turunnya hujan ditunda untuk mereka. dan kemungkinan juga firmannya fa yushiibu biHii: “Maka ditimpakan-Nya” yaitu butiran-butiran es tersebut sebagai balasan dari-Nya terhadap siapa saja yang dikehendaki-Nya. Karena hujan es dapat merusak buah-buah mereka dan menghancurkan tanaman-tanaman dari pepohonan mereka. dan Allah memalingkannya dari siapa ayng dikehendaki-Nya sebagai bentuk rahmat dari-Nya untuk mereka.

Firman Allah: يَكَادُ سَنَا بَرْقِهِ يَذْهَبُ بِالْأَبْصَارِ (“kilauan kilat awan itu hampir-hampir menghilangkan penglihatan”) yakni kilauan sinar kilatnya hampir-hampir saja menghilangkan penglihatan mereka jika dipandangi dan dilihat.

Tafsir Kemenag: Pada Ayat ini Allah mengarahkan pula perhatian Nabi saw dan manusia agar memperhatikan dan merenungkan bagaimana Dia menghalau awan dengan kekuasaan-Nya dari satu tempat ke tempat lain kemudian mengumpulkan awan-awan yang berarak itu pada suatu daerah, sehingga terjadilah tumpukan awan yang berat berwarna hitam, seakan-akan awan itu gunung-gunung besar yang berjalan di angkasa.

Dari awan ini turunlah hujan lebat di daerah itu dan kadang-kadang hujan itu bercampur dengan es. Bagi yang berada di bumi ini jarang sekali melihat awan tebal yang berarak seperti gunung, tetapi bila kita berada dalam pesawat akan terlihat di bawah pesawat yang kita tumpangi awan-awan yang bergerak perlahan itu memang seperti gunung-gunung yang menjulang di sana sini dan bila awan itu menurunkan hujan nampak dengan jelas bagaimana air itu turun ke bumi.

Hujan yang lebat itu memberi rahmat dan keuntungan yang besar bagi manusia, karena sawah dan ladang yang sudah kering akibat musim kemarau, menjadi subur kembali dan berbagai macam tanaman tumbuh dengan subur sehingga manusia dapat memetik hasilnya dengan senang dan gembira.

Tetapi ada pula hujan yang lebat dan terus-menerus turun sehingga menyebabkan terjadinya banjir di mana-mana. Sawah ladang terendam bahkan kampung seluruhnya terendam, maka hujan lebat itu menjadi malapetaka bagi manusia dan bukan sebagai rahmat yang menguntungkan.

Semua itu terjadi adalah menurut iradah dan kehendak-Nya. Sampai sekarang belum ada satu ilmu pun yang dapat mengatur perputaran angin dan perjalanan awan sehingga bisa mencegah banjir dan malapetaka itu. Di mana-mana terjadi topan dan hujan lebat yang membahayakan tetapi para ahli ilmu pengetahuan tidak dapat mengatasinya.

Semua ini menunjukkan kekuasaan Allah, melimpahkan rahmat dan nikmat kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan menimpakan musibah dan malapetaka kepada siapa yang dikehendaki-Nya pula.

Menurut para ilmuwan sains dan teknologi, persyaratan bagaimana hujan dapat turun, dimulai dari adanya awan yang membawa uap air. Awan ini disebut dengan awan cumulus. Gumpalan-gumpalan awan cumulus yang semula letaknya terpencar-pencar, akan “dikumpulkan” oleh angin.

Baca Juga:  Surah Al-Hajj Ayat 3-4; Terjemahan dan Tafsir Al-Qur'an

Pada saat awan sudah menyatu, akan terjadi gerakan angin yang mengarah ke atas dan membawa kumpulan awan ini, yang sekarang disebut awan cumulus nimbus, ke atas. Gerakan ke atas ini sampai dengan ketinggian (dan suhu) yang ideal, di mana uap air akan berubah menjadi kristal-kristal es. Pada saat kristal es turun ke bumi, dan suhu berubah menjadi lebih tinggi, mereka akan berubah menjadi butiran air hujan.

Di antara keanehan alam yang dapat dilihat manusia ialah terjadinya kilat yang sambung menyambung pada waktu langit mendung dan sebelum hujan turun. Meskipun ahli ilmu pengetahuan dapat menganalisa sebab musabab kejadian itu, tetapi mereka tidak dapat menguasai dan mengendalikannya. Bukankah ini suatu bukti bagi kekuasaan Allah di alam semesta ini?.

Tafsir Quraish Shihab: Tidakkah kamu lihat, wahai Muhammad, bahwa Allah menggiring awan melalui angin. Kemudian dikumpulkan antara satu dengan lainnya, sehingga menjadi bertumpuk. Lalu kamu lihat hujan turun melalui celah-celah awan.

Dari kumpulan awan tebal yang menyerupai gunung,[1] Allah menurunkan embun. Embun itu turun seperti batu-batuan kecil yang turun kepada suatu kaum, yang manfaat dan bahayanya mereka rasakan sesuai dengan aturan dan kehendak Allah. Bisa saja embun itu tidak turun kepada kaum lain sesuai dengan kehendak Allah.

Allah subhanahu wa ta’ala Maha Berdaya lagi Mahabebas menentukan pilihan. Kilauan kilat yang terjadi karena gesekan di atas awan hampir-hampir menghilangkan penglihatan karena teramat kerasnya. Segala fenomena alam tersebut adalah bukti kekuasaan Allah yang membuat manusia harus beriman kepada-Nya[2].

[1] Kemiripan antara awan dan gunung tidak dapat dilihat kecuali jika seseorang berada di atas awan. Orang yang mengendarai pesawat yang terbang tinggi di atas awan, dapat melihat awan bagaikan gunung dan bukit. Jika pesawat terbang belum ditemukan pada zaman Rasulullah ﷺ., Ayat ini berarti menunjukkan bahwa Alquran benar-benar firman Allah subhanahu wa ta’ala Dialah yang Mahatahu segala sesuatu yang tinggi dan yang rendah.

[2] Ayat ini telah mendahalui penemuan ilmiah modern tentang fase-fase pembentukan awan kumulus dan ciri-cirinya dan yang berkaitan dengan hal tersebut. Disebutkan bahwa awan yang menurunkan hujan dimulai dari atas awan yang berbentuk onggokan yang disebut kumulus, yaitu awan yang timbulnya ke atas.

Puncak kumulus bisa mencapai 15 sampai 20 kilometer, hingga tampak seperti gunung yang tinggi. Dalam penemuan ilmu pengetahuan modern, kumulus yang menghasilkan hujan mengalami tiga fase: a. Fase kohorensi dan pertumbuhan, b. Fase penurunan hujan, dan c. Fase penghabisan. Di samping itu, awan kumulus inilah satu-satunya awan yang menghasilkan dingin dan mengandung aliran listrik.

Kilat kadang-kadang dapat terjadi secara berturut-turut dan hampir berkesinambungan. Sekitar 40 pengosongan aliran listrik dalam satu menit–yang, karena cahayanya yang amat terang–dapat mengakibatkan kebutaan bagi orang yang melihatnya.

Kasus ini sering terjadi pada pelaut dan penerbang yang menembus angin yang berguruh di lokasi-lokasi yang panas. Hal ini dapat membahayakan bagi perjalanan dan aktivitas penerbangan di tengah-tengah angin yang berguruh.

Surah An-Nur Ayat 44
يُقَلِّبُ اللَّهُ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ إِنَّ فِي ذَلِكَ لَعِبْرَةً لِّأُولِي الْأَبْصَارِ

Terjemahan: Allah mempergantikan malam dan siang. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat pelajaran yang besar bagi orang-orang yang mempunyai penglihatan.

Tafsir Jalalain: يُقَلِّبُ اللَّهُ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ (Allah mempergantikan malam dan siang) mendatangkan masing-masingnya sebagai pengganti dari yang lain. إِنَّ فِي ذَلِكَ (sesungguhnya pada yang demikian itu) yakni pergantian ini لَعِبْرَةً (terdapat pelajaran) yang menunjukkan kebesaran-Nya لِّأُولِي الْأَبْصَارِ (bagi orang-orang yang mempunyai penglihatan) bagi mereka yang memiliki penglihatan memandang kekuasaan Allah swt.

Baca Juga:  Surah Al-An'am Ayat 100; Seri Tadabbur Al Qur'an

Tafsir Ibnu Katsir: Firman Allah: يُقَلِّبُ اللَّهُ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ (“Allah mempergantikan malam dan siang”) yaitu Allah mengatur pergantian keduanya. Allah swt. yang memanjangkan siang dan memendekkan malam, memendekkan siang dan memanjangkan malam sehingga keduanya menjadi seimbang.

Dialah yang memanjangkan siang yang sebelumnya pendek dan memendekkan malam yang sebelumnya panjang. Dialah yang mengatur panjang pendeknya siang dan malam dengan perintah, kekuasaan, keagungan dan ilmu-Nya.

Firman Allah: إِنَّ فِي ذَلِكَ لَعِبْرَةً لِّأُولِي الْأَبْصَارِ (“Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat pelajaran yang besar bagi orang-orang yang mempunyai penglihatan”) yakni menjadi tanda-tandan kebesaran dan keagungan Allah swt.

Tafsir Kemenag: Di antara hal-hal yang menunjukkan kekuasaan Allah ialah beralihnya siang menjadi malam dan malam menjadi siang. Para ahli falak, hanya dapat menganalisa sebab terjadinya malam di suatu daerah demikian pula siang.

Hal ini berpangkal dari perjalanan matahari dan perputaran bumi. Tetapi mereka tidak mampu sama sekali untuk mengubah ketentuan dan ketetapan Allah. Mereka tidak dapat memperpanjang atau memperpendek siang atau malam di suatu daerah karena perputaran malam dan siang itu suatu ketentuan dari yang Mahakuasa.

Semua ini seharusnya menjadi perhatian dan pelajaran bagi orang-orang yang berpikir bahwa manusia sebagai makhluk Allah, dengan ilmunya yang sedikit hanya dapat menganalisa kejadian-kejadian dalam alam ini tetapi mereka tidak dapat menguasainya karena kekuasaan yang sebenarnya ada di tangan Allah.

Menurut saintis, penggantian siang ke malam secara optis (penglihatan) adalah pergeseran dari warna dari cahaya yang dilenturkan (diffracted) dari mula-mula cahaya kuning, ke jingga ke merah (menjelang waktu salat Isya) sampai ke infra merah pada waktu salat Isya. Setelah itu semakin larut malam, maka bumi dihujani oleh gelombang yang lebih pendek yang bisa membahayakan manusia.

Efek dari berbagai gelombang dari sinar matahari dengan panjang gelombang yang makin pendek belum diketahui secara mendalam. Tetapi yang jelas bahwa gelombang yang sangat pendek, kearah gelombang X atau gelombang rontgen cukup berbahaya bagi tubuh manusia apalagi jika dayanya tinggi. Oleh karena itu dianjurkan manusia untuk tinggal di rumah dan beristirahat sesuai dengan tuntunan Al-Qur’an.

Tafsir Quraish Shihab: Panjang, pendek, permulaan dan penghabisan yang terjadi pada siang dan malam, diubah silih berganti oleh Allah berdasarkan perputaran orbit. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat pelajaran bagi orang-orang yang berakal sehat dan jernih. Melalui itu semua mereka beriman kepada Allah.

Shadaqallahul ‘adzhim. Alhamdulillah, kita telah pelajari bersama kandungan Surah An-Nur Ayat 43-44 berdasarkan Tafsir Jalalain, Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir Kemenag dan Tafsir Quraish Shihab. Semoga menambah khazanah ilmu Al-Qur’an kita.

M Resky S