Surah At-Takwir Ayat 15-29; Terjemahan dan Tafsir Al-Qur’an

Surah At-Takwir Ayat 15-29

Pecihitam.org – Kandungan Surah At-Takwir Ayat 15-29 ini, Allah bersumpah demi bintang-bintang yang beredar dan terbenam. Bintang-bintang itu semuanya tidak tampak oleh penglihatan pada siang hari, namun akan kelihatan bersinar pada malam hari.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Allah bersumpah dengan bintang-bintang itu karena dalam keadaannya yang silih berganti, tidak tampak ketika siang dan bersinar pada malam hari, merupakan tanda atas kekuasaan Allah yang mengatur perjalanannya.

Allah bersumpah demi bintang-bintang yang beredar dan terbenam. Bintang-bintang itu semuanya tidak tampak oleh penglihatan pada siang hari, namun akan kelihatan bersinar pada malam hari. Allah bersumpah dengan bintang-bintang itu karena dalam keadaannya yang silih berganti, tidak tampak ketika siang dan bersinar pada malam hari, merupakan tanda atas kekuasaan Allah yang mengatur perjalanannya.

Terjemahan dan Tafsir Al-Qur’an Surah At-Takwir Ayat 15-29

Surah At-Takwir Ayat 15
فَلَآ أُقۡسِمُ بِٱلۡخُنَّسِ

Terjemahan: Sungguh, Aku bersumpah dengan bintang-bintang,

Tafsir Jalalain: فَلَآ أُقۡسِمُ (Sungguh, Aku bersumpah) huruf Laa di sini adalah huruf Zaidah بِٱلۡخُنَّسِ (dengan bintang-bintang).

Tafsir Ibnu Katsir: Muslim di dalam kitab shahihnya dan an-Nasa-i meriwayatkan dalam penafsirannya mengenai ayat ini, dari ‘Amr bin Harits dia berkata: Aku pernah mengerjakan shalat shubuh di belakang Nabi saw. lalu aku mendengar beliau membaca:

فَلَآ أُقۡسِمُ بِٱلۡخُنَّسِ ٱلۡجَوَارِ ٱلۡكُنَّسِ وَٱلَّيۡلِ إِذَا عَسۡعَسَ وَٱلصُّبۡحِ إِذَا تَنَفَّسَ (“Sungguh, Aku bersumpah dengan bintang-bintang yang beredar dan terbenam. Demi malam apabila telah hampir meninggalkan gelapnya, dan demi shubuh apabila fajarnya mulai menyingsing.”) Ibnu Abi Hatim dan Ibnu Jarir meriwayatkan dari ‘Ali:

فَلَآ أُقۡسِمُ بِٱلۡخُنَّسِ ٱلۡجَوَارِ ٱلۡكُنَّسِ (“Sungguh Aku bersumpah dengan bintang-bintang, yang beredar dan terbenam.”) dia mengatakan: “Yaitu bintang-bintang yang terbenam pada siang hari dan muncul pada malam hari.” Dan Ibnu Jarir tawaqquf (tidak memberikan pendapatnya) pada maksud firman-Nya:

بِٱلۡخُنَّسِ ٱلۡجَوَارِ ٱلۡكُنَّسِ (“Dengan bintang-bintang yang beredar dan terbenam.”) apakah ia bintang-bintang atau kijang dan sapi liar. Dia mengatakan: “Ada kemungkinan semua itu yang dimaksudkan.”

Tafsir Kemenag: Dalam ayat-ayat ini, Allah bersumpah demi bintang-bintang yang beredar dan terbenam. Bintang-bintang itu semuanya tidak tampak oleh penglihatan pada siang hari, namun akan kelihatan bersinar pada malam hari.

Allah bersumpah dengan bintang-bintang itu karena dalam keadaannya yang silih berganti, tidak tampak ketika siang dan bersinar pada malam hari, merupakan tanda atas kekuasaan Allah yang mengatur perjalanannya.

Tafsir Quraish Shihab: Aku bersumpah dengan setegasnya, demi bintang yang mulai menampakkan diri saat terbit, dengan cahayanya yang redup.

Surah At-Takwir Ayat 16
ٱلۡجَوَارِ ٱلۡكُنَّسِ

Terjemahan: yang beredar dan terbenam,

Tafsir Jalalain: ٱلۡجَوَارِ ٱلۡكُنَّسِ (yang beredar dan yang terbenam) yang dimaksud adalah bintang-bintang yang lima, yaitu: Uranus, Yupiter, Mars, Venus dan Pluto. Takhnusu artinya kembali beredar pada garis edarnya ke belakang, terlihat bintang-bintang itu berada di akhir garis edarnya, lalu kembali ke belakang yaitu tempat semula. Lafal Taknisu artinya yang masuk ke dalam kandangnya; maksudnya bintang-bintang tersebut terbenam ke tempat biasa terbenamnya.

Tafsir Ibnu Katsir: ٱلۡجَوَارِ ٱلۡكُنَّسِ (yang beredar dan terbenam,)

Tafsir Kemenag: Dalam ayat-ayat ini, Allah bersumpah demi bintang-bintang yang beredar dan terbenam. Bintang-bintang itu semuanya tidak tampak oleh penglihatan pada siang hari, namun akan kelihatan bersinar pada malam hari.

Allah bersumpah dengan bintang-bintang itu karena dalam keadaannya yang silih berganti, tidak tampak ketika siang dan bersinar pada malam hari, merupakan tanda atas kekuasaan Allah yang mengatur perjalanannya.

Tafsir Quraish Shihab: Yang beredar dan yang berlindung saat terbenam bak kijang yang berlindung di persembunyiannya.

Surah At-Takwir Ayat 17
وَٱلَّيۡلِ إِذَا عَسۡعَسَ

Terjemahan: demi malam apabila telah hampir meninggalkan gelapnya,

Tafsir Jalalain: وَٱلَّيۡلِ إِذَا عَسۡعَسَ (Dan demi malam apabila hampir meninggalkan gelapnya) maksudnya, hampir berpisah dengan kegelapannya, atau pergi meninggalkan kegelapannya.

Tafsir Ibnu Katsir: Dan firman Allah: وَٱلَّيۡلِ إِذَا عَسۡعَسَ (“Demi malam apabila telah hamper meninggalkan gelapnya.”) mengenai hal ini terdapat dua pendapat. Pertama, menuju kepada kegelapannya. Mujahid mengatakan:

“Yakni menjadi gelap.” Sedangkan ‘Ali bin Abi Thalhah dan al-‘Aufi meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas, إِذَا عَسۡعَسَ, apabila telah hampir meninggalkan gelapnya; yakni jika malam telah meninggalkan gelapnya.

Demikian pula yang dikemukakan oleh Muhahid, Qatadah dan adl-Dlahhak. Dan juga menjadi pilihan Ibnu Jarir bahwa yang dimaksud dengan firman-Nya: إِذَا عَسۡعَسَ (“Apabila telah hampir meninggalkan gelapnya.”) yakni jika malam telah pergi meninggalkan.

Tafsir Kemenag: Dalam ayat ini, Allah bersumpah demi malam apabila telah hampir meninggalkan gelapnya.

Tafsir Quraish Shihab: Demi malam yang semakin menipis kepekatannya menjelang pagi,

Surah At-Takwir Ayat 18
وَٱلصُّبۡحِ إِذَا تَنَفَّسَ

Terjemahan: dan demi subuh apabila fajarnya mulai menyingsing,

Tafsir Jalalain: وَٱلصُّبۡحِ إِذَا تَنَفَّسَ (Dan demi subuh apabila fajarnya mulai menyingsing) yakni mulai menampakkan sinarnya hingga menjadi terang-benderang siang hari.

Tafsir Ibnu Katsir: Hal itu didasarkan pada firman-Nya: وَٱلصُّبۡحِ إِذَا تَنَفَّسَ (“Dan demi shubuh apabila fajarnya mulai menyingsing.”) yakni bersinar. Hal itu didasarkan pada ungkapan seorang penyair: “Sehingga apabila waktu shubuh sudah mempunyai sinar, sementara malamnya telah meninggalkan gelapnya.” Yakni telah pergi. Menurut Ibnu Katsir, yang dimaksud dengan firman Allah:

إِذَا عَسۡعَسَ adalah jika malam telah tiba, meskipun penggunaannya bisa juga untuk pengertian meninggalkan, tetapi pengertian tiba di sini lebih cocok, seakan-akan Allah bersumpah dengan malam dan kegelapannya jika tiba dan dengan waktu pagi dan cahayanya jika terbit. Sebagaimana Dia telah berfirman: (“Demi malam menutupi [cahaya siang], dan siang apabila terang benderang.”)(al-Lail: 1-2)

Firman Allah: وَٱلصُّبۡحِ إِذَا تَنَفَّسَ (“Dan demi shubuh apabila fajarnya mulai menyingsing.”) yakni jika telah terbit.

Tafsir Kemenag: Kemudian dalam ayat ini Allah bersumpah demi subuh apabila fajar mulai menyingsing dan bersinar. Waktu subuh digunakan Allah dalam bersumpah karena waktu ini menimbulkan harapan yang menggembirakan bagi setiap manusia yang bangun pagi karena menghadapi hari yang baru. Saat itu mereka dapat menemukan hajat keperluan hidupnya mengganti yang hilang dan bersiap-siap untuk yang akan datang.

Baca Juga:  Surah An-Nisa Ayat 123-126; Seri Tadabbur Al Qur'an

Kemudian Allah menerangkan apa yang dijadikan objek sumpahnya itu, dengan firman-Nya pada ayat berikut ini.

Tafsir Quraish Shihab: Demi pagi ketika cahayanya mulai tampak dan anginnya mulai bertiup.

Surah At-Takwir Ayat 19
إِنَّهُۥ لَقَوۡلُ رَسُولٍ كَرِيمٍ

Terjemahan: sesungguhnya Al Quran itu benar-benar firman (Allah yang dibawa oleh) utusan yang mulia (Jibril),

Tafsir Jalalain: إِنَّهُۥ (Sesungguhnya ia) yakni Alquran itu لَقَوۡلُ رَسُولٍ كَرِيمٍ (benar-benar firman Allah yang dibawa oleh utusan yang mulia) yakni, dimuliakan oleh Allah, dia adalah malaikat Jibril. Lafal Al-Qaul dimudhafkan kepada lafal Rasuulin karena Al-Qaul atau firman itu dibawa turun olehnya.

Tafsir Ibnu Katsir: Dan firman-Nya: إِنَّهُۥ لَقَوۡلُ رَسُولٍ كَرِيمٍ (“Sesungguhnya al-Qur’an itu benar-benar firman [Allah yang dibawa oleh] utusan yang mulia [Jibril],”) yakni sesungguhnya al-Qur’an ini adalah yang disampaikan oleh utusan yang mulia, yaitu malaikat yang sangat mulia, mempunyai bentuk yang baik dan indah dipandang. Dia adalah Jibril a.s. Demikian yang dikatakan oleh Ibnu ‘Abbas, asy-Sya’bi, Maimun bin Mihran, al-Hasan, Qatadah, ar-Rabi’ bin Anas, adl-Dlahhak, dan lain-lain.

Tafsir Kemenag: Dalam ayat-ayat ini, Allah menjelaskan objek sumpah yang disebutkan dalam ayat 15-18 di atas, yaitu sesungguhnya apa yang diberitahukan oleh Muhammad saw tentang peristiwa-peristiwa hari Kiamat bukanlah kata-kata seorang dukun atau isapan jempol. Akan tetapi, benar-benar wahyu yang dibawa oleh Malaikat Jibril dari Tuhannya. Allah telah menyifati utusan yang membawa Al-Qur’an tersebut, yaitu Malaikat Jibril, dengan lima macam sifat yang mengandung keutamaan:

  1. Yang mulia pada sisi Tuhannya karena Allah memberikan padanya sesuatu yang paling berharga yaitu hidayah, dan memerintahkannya untuk menyampaikan hidayah itu kepada para nabi-Nya diteruskan kepada para hamba-Nya.
  2. Yang mempunyai kekuatan dalam memelihara Al-Qur’an jauh dari sifat pelupa atau keliru.
  3. Yang mempunyai kedudukan tinggi di sisi Allah yang mempunyai ‘Arasy.
  4. Yang ditaati di kalangan malaikat karena kewenangannya.
  5. Yang dipercaya untuk menyampaikan wahyu karena terpelihara dari sifat-sifat khianat dan penyelewengan.

Tafsir Quraish Shihab: Al-Qur’ân itu benar-benar ucapan utusan Allah yang mulia.

Surah At-Takwir Ayat 20
ذِى قُوَّةٍ عِندَ ذِى ٱلۡعَرۡشِ مَكِينٍ

Terjemahan: yang mempunyai kekuatan, yang mempunyai kedudukan tinggi di sisi Allah yang mempunyai ‘Arsy,

Tafsir Jalalain: ذِى قُوَّةٍ (Yang mempunyai kekuatan) yang sangat kuat عِندَ ذِى ٱلۡعَرۡشِ (di sisi Yang mempunyai ‘Arasy) yakni Allah swt. مَكِينٍ (dia mempunyai kedudukan yang tinggi) lafal ‘Inda Dzil ‘Arsyi berta’alluq kepada lafal ayat ini. Jelasnya, dia mempunyai kedudukan tinggi di sisi Allah Yang mempunyai Arasy.

Tafsir Ibnu Katsir: ذِى قُوَّةٍ (“Yang mempunyai kekuatan”) yakni seperti firman-Nya: عَلَّمَهُۥ شَدِيدُ ٱلۡقُوَىٰ (“Yang diajarkan kepadanya oleh [Jibril] yang sangat kuat, yang mempunyai akal yang cerdas.”)(an-Najm: 5-6). Yakni, mempunyai tubuh yang kuat dan kekuatan serta perbuatan yang sangat dahsyat.

عِندَ ذِى ٱلۡعَرۡشِ مَكِينٍ (“Yang mempunyai kedudukan tinggi di sisi Allah yang mempunyai ‘Arsy.”) yakni dia mempunyai kedudukan dan derajat yang tinggi di sisi Allah.

Tafsir Kemenag: Dalam ayat-ayat ini, Allah menjelaskan objek sumpah yang disebutkan dalam ayat 15-18 di atas, yaitu sesungguhnya apa yang diberitahukan oleh Muhammad saw tentang peristiwa-peristiwa hari Kiamat bukanlah kata-kata seorang dukun atau isapan jempol. Akan tetapi, benar-benar wahyu yang dibawa oleh Malaikat Jibril dari Tuhannya. Allah telah menyifati utusan yang membawa Al-Qur’an tersebut, yaitu Malaikat Jibril, dengan lima macam sifat yang mengandung keutamaan:

  1. Yang mulia pada sisi Tuhannya karena Allah memberikan padanya sesuatu yang paling berharga yaitu hidayah, dan memerintahkannya untuk menyampaikan hidayah itu kepada para nabi-Nya diteruskan kepada para hamba-Nya.
  2. Yang mempunyai kekuatan dalam memelihara Al-Qur’an jauh dari sifat pelupa atau keliru.
  3. Yang mempunyai kedudukan tinggi di sisi Allah yang mempunyai ‘Arasy.
  4. Yang ditaati di kalangan malaikat karena kewenangannya.
  5. Yang dipercaya untuk menyampaikan wahyu karena terpelihara dari sifat-sifat khianat dan penyelewengan.

Tafsir Quraish Shihab: Yang diberi kekuatan dalam menjalankan setiap tugas, yang berkedudukan tinggi di sisi Allah, Sang Pemilik Arasy.

Surah At-Takwir Ayat 21
مُّطَاعٍ ثَمَّ أَمِينٍ

Terjemahan: yang ditaati di sana (di alam malaikat) lagi dipercaya.

Tafsir Jalalain: مُّطَاعٍ ثَمَّ (Yang ditaati di sana) yakni dia ditaati oleh semua malaikat yang di langit أَمِينٍ (lagi dipercaya) untuk menurunkan wahyu.

Tafsir Ibnu Katsir: مُّطَاعٍ ثَمَّ (“Yang ditaati di sana”) yakni dia mempunyai kewibawaan, ucapannya didengar dan ditaati di Mala-ul A’laa. Mengenai firman-Nya: مُّطَاعٍ ثَمَّ (“Yang ditaati di sana”) Qatadah mengatakan: “Yaitu di langit.” Artinya, dia bukan termasuk kelompok malaikat biasa, tetapi dia termasuk kelompok malaikat yang terhormat lagi mulia yang mendapat perhatian dan dipilih untuk menyampaikan risalah yang sangat agung ini. Firman-Nya: أَمِينٍ (“Lagi dipercaya”). Sifat Jibril yang amanah [dapat dipercaya]. Dan demikian ini merupakan suatu hal yang sangat agung sekali. Di mana Rabb telah menyucikan hamba dan utusan-Nya, sebagai sosok malaikat, yaitu Jibril, yaitu Muhammad saw.

Tafsir Kemenag: Dalam ayat-ayat ini, Allah menjelaskan objek sumpah yang disebutkan dalam ayat 15-18 di atas, yaitu sesungguhnya apa yang diberitahukan oleh Muhammad saw tentang peristiwa-peristiwa hari Kiamat bukanlah kata-kata seorang dukun atau isapan jempol. Akan tetapi, benar-benar wahyu yang dibawa oleh Malaikat Jibril dari Tuhannya. Allah telah menyifati utusan yang membawa Al-Qur’an tersebut, yaitu Malaikat Jibril, dengan lima macam sifat yang mengandung keutamaan:

  1. Yang mulia pada sisi Tuhannya karena Allah memberikan padanya sesuatu yang paling berharga yaitu hidayah, dan memerintahkannya untuk menyampaikan hidayah itu kepada para nabi-Nya diteruskan kepada para hamba-Nya.
  2. Yang mempunyai kekuatan dalam memelihara Al-Qur’an jauh dari sifat pelupa atau keliru.
  3. Yang mempunyai kedudukan tinggi di sisi Allah yang mempunyai ‘Arasy.
  4. Yang ditaati di kalangan malaikat karena kewenangannya.
  5. Yang dipercaya untuk menyampaikan wahyu karena terpelihara dari sifat-sifat khianat dan penyelewengan.
Baca Juga:  Surah Al-Isra' ayat 85; Terjemahan dan Tafsir Al-Qur'an

Tafsir Quraish Shihab: Yang ditaati di alam malaikat, yang jujur dalam menyampaikan wahyu.

Surah At-Takwir Ayat 22
وَمَا صَاحِبُكُم بِمَجۡنُونٍ

Terjemahan: Dan temanmu (Muhammad) itu bukanlah sekali-kali orang yang gila.

Tafsir Jalalain: وَمَا صَاحِبُكُم (Dan teman kalian itu sekali-kali bukanlah) yakni Nabi Muhammad saw. Di’athafkan kepada lafal Innahuu hingga seterusnya بِمَجۡنُونٍ (orang yang gila) sebagaimana yang kalian tuduhkan kepadanya.

Tafsir Ibnu Katsir: melalui firman-Nya: وَمَا صَاحِبُكُم بِمَجۡنُونٍ (“Dan temanmu [Muhammad] itu bukanlah sekali-sekali orang yang gila.”) Asy-Syay’bi, Maimun bin Mihran dan Abul Shalih yang telah disebutkan sebelumnya mengatakan bahwa firman-Nya ini, yakni Muhammad saw.

Tafsir Kemenag: Dalam ayat ini, Allah menyifati Nabi Muhammad dengan mengatakan bahwa Muhammad itu bukanlah orang gila, sebagaimana yang dituduhkan oleh orang-orang kafir Mekah.

Kalimat “temanmu” dalam ayat ini merupakan alasan untuk menerangkan kedustaan mereka. Sebab, setiap orang akan mengenal tabiat temannya yang sehari-hari bergaul dengannya. Orang-orang Quraisy itu selalu bergaul dengan Nabi Muhammad semenjak beliau masih kecil dan mengetahui kejujuran beliau. Oleh karena itu, mereka memberikan julukan kehormatan kepadanya dengan kata-kata “al-Amin” sebelum beliau menjadi nabi.

Beliau tidak pernah berdusta, menyalahi janji, atau berkhianat, sehingga apa-apa yang dituduhkan kepada Nabi Muhammad itu tentang sifat gila, tukang sihir, atau pendusta adalah bohong semata.

Tafsir Quraish Shihab: Muhammad, yang kalian kenal dan kalian ketahui kecerdasan akalnya, bukanlah orang gila.

Surah At-Takwir Ayat 23
وَلَقَدۡ رَءَاهُ بِٱلۡأُفُقِ ٱلۡمُبِينِ

Terjemahan: Dan sesungguhnya Muhammad itu melihat Jibril di ufuk yang terang.

Tafsir Jalalain: وَلَقَدۡ رَءَاهُ (Dan sesungguhnya dia telah melihatnya) yakni, Nabi Muhammad saw. telah melihat malaikat Jibril dalam bentuk aslinya بِٱلۡأُفُقِ ٱلۡمُبِينِ (di ufuk yang terang) yang jelas yaitu, di ketinggian ufuk sebelah timur.

Tafsir Ibnu Katsir: Dan firman Allah: وَلَقَدۡ رَءَاهُ بِٱلۡأُفُقِ ٱلۡمُبِينِ (“Dan sesungguhnya Muhammad itu melihat Jibril di ufuk yang terang.”) Muhammad betul-betul telah melihat Jibril yang mendatanginya membawa risalah dari Allah dengan penampilan aslinya, yang diciptakan Allah, mempunyai 600 sayap. بِٱلۡأُفُقِ ٱلۡمُبِينِ (“Di ufuk yang terang.”) yakni benar-benar nyata, sebagai penglihatan pertama.

Tafsir Kemenag: Nabi Muhammad pernah melihat Jibril dalam bentuk yang asli dua kali dalam hidupnya. Pertama, ketika beliau berada di Gua Hira sebelum turunnya Surah al-Muddatstsir, dan kedua, ketika beliau mi’raj ke langit ketujuh. Firman Allah

Dan sungguh, dia (Muhammad) telah melihatnya (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain, (yaitu) di Sidratul Muntaha. (an-Najm/53: 13-14).

Tafsir Quraish Shihab: Aku bersumpah, bahwa Muhammad telah melihat sendiri Jibril di sebuah ufuk yang menampakkan segala yang mungkin terlihat.

Surah At-Takwir Ayat 24
وَمَا هُوَ عَلَى ٱلۡغَيۡبِ بِضَنِينٍ

Terjemahan: Dan dia (Muhammad) bukanlah orang yang bakhil untuk menerangkan yang ghaib.

Tafsir Jalalain: وَمَا هُوَ (Dan bukanlah dia) Nabi Muhammad saw. عَلَى ٱلۡغَيۡبِ (terhadap perkara yang gaib) hal-hal yang gaib berupa wahyu dan berita dari langit بِضَنِينٍ (sebagai seseorang yang dituduh) membuat-buatnya, ini berdasarkan qiraat yang membacanya Zhaniin dengan memakai huruf Zha. Menurut suatu qiraat dibaca Dhaniin dengan memakai huruf Dhadh; artinya seorang yang bakhil untuk menerangkannya, lalu karenanya ia mengurangi sesuatu daripada wahyu dan berita dari langit tersebut.

Tafsir Ibnu Katsir: وَمَا هُوَ عَلَى ٱلۡغَيۡبِ بِضَنِينٍ (“Dan dia [Muhammad] bukanlah seorang yang bakhil untuk menerangkan yang ghaib.”) maksudnya Muhammad itu tidaklah pantad dituduh bakhil terhadap apa yang telah diturunkan kepadanya. Di antara mereka ada yang membaca dengan menggunakan huruf “dladl” yang berarti orang yang kikir. Tetapi justru beliau saw. selalu menerangkan kepada setiap orang.

Sufyan bin ‘Uyainah mengatakan bahwa kata dhaniin dan dlaniin adalah sama, artinya tidaklah dia itu sebagai pendusta atau seorang jahat. Kata adh-dhaniin berarti orang yang dituduh, sedangkan adl-dlaniin berarti orang yang kikir. Qatadah mengemukakan:

“Sebelumnya al-Qur’an itu merupakan sesuatu yang ghaib, lalu Allah menurunkannya kepada Muhammad, dan beliau tidak kikir untuk menjelaskannya kepada manusia, tetapi beliau justru menyebarkan, menyampaikan, dan menjelaskannya kepada setiap orang yang menghendakinya.”

Demikian pula yang dikemukakan oleh ‘Ikrimah, Ibnu Zaid, dan beberapa ulama lainnya. Dan Ibnu Jarir memilih bacaan kata dlaniin dengan huruf dladl. Ibnu Katsir mengatakan bahwa keduanya mutawatir dan maknanya shahih.

Tafsir Kemenag: Dalam ayat-ayat ini, Allah mengingatkan Nabi Muhammad, “Dan adapun orang seperti ‘Abdullah bin Ummi Maktum yang datang kepadamu dengan bersegera untuk mendapat petunjuk dan rahmat dari Tuhannya, sedang ia takut kepada Allah jika ia jatuh ke dalam lembah kesesatan, maka kamu bersikap acuh tak acuh dan tidak memperhatikan permintaannya.”.

Tafsir Quraish Shihab: Muhammad bukan orang yang kikir dalam menyampaikan wahyu, yang ceroboh dalam menyampaikan dan mengajarkan wahyu

Surah At-Takwir Ayat 25
وَمَا هُوَ بِقَوۡلِ شَيۡطَٰنٍ رَّجِيمٍ

Terjemahan: Dan Al Quran itu bukanlah perkataan syaitan yang terkutuk,

Tafsir Jalalain: وَمَا هُوَ (Dan dia itu bukanlah) yakni, Alquran itu بِقَوۡلِ شَيۡطَٰنٍ (perkataan setan) artinya hasil curiannya رَّجِيمٍ (yang terkutuk) yang dirajam.

Tafsir Ibnu Katsir: Firman Allah: وَمَا هُوَ بِقَوۡلِ شَيۡطَٰنٍ رَّجِيمٍ (“Dan al-Qur’an itu bukanlah perkataan syaitan yang terkutuk.”) maksudnya, al-Qur’an itu bukan merupakan ucapan syaitan yang terkutuk. Artinya, syaitan itu tidak akan mampu mengembannya dan tidak juga menghendakinya, serta tidak pantas baginya untuk mendapatkannya. Sebagaimana firman Allah yang artinya:

“dan Al Quran itu bukanlah dibawa turun oleh syaitan- syaitan. dan tidaklah patut mereka membawa turun Al Quran itu, dan merekapun tidak akan Kuasa. Sesungguhnya mereka benar-benar dijauhkan daripada mendengar Al Quran itu.” (asy-Syu’araa: 210-212)

Baca Juga:  Surah Al-Isra ayat 100; Terjemahan dan Tafsir Al-Qur'an

Tafsir Kemenag: Dalam ayat ini, Allah menerangkan bahwa Al-Qur’an bukanlah perkataan setan yang terkutuk, dan bukanlah perkataan yang diletakkan oleh setan di atas lidah Muhammad ketika mengganggu akalnya seperti yang dituduhkan oleh orang Quraisy. Muhammad sudah terkenal sejak kecilnya dengan pikiran yang sehat dan tidak pernah berbuat khianat. Oleh karena itu, apa yang diterangkan oleh Muhammad tentang berita akhirat, surga, dan neraka bukanlah perkataan setan.

Tafsir Quraish Shihab: Wahyu yang turun kepadanya bukanlah perkataan setan yang terlaknat, yang dijauhkan dari rahmat Allah Swt.

Surah At-Takwir Ayat 26
فَأَيۡنَ تَذۡهَبُونَۥ

Terjemahan: maka ke manakah kamu akan pergi?

Tafsir Jalalain: فَأَيۡنَ تَذۡهَبُونَۥ (Maka ke manakah kalian akan pergi?) maksudnya jalan apakah yang kalian tempuh untuk ingkar kepada Alquran dan berpaling daripadanya?.

Tafsir Ibnu Katsir: Firman Allah: فَأَيۡنَ تَذۡهَبُونَۥ (“Maka kemanakah kamu akan pergi?”) maksudnya, kemana akal kalian pergi ketika kalian mendustakan al-Qur’an ini, padahal kemunculannya sudah sangat nyata dan isinya pun sudah benar-benar jelas serta keberadaannya pun tidak diragukan berasal dari Allah swt. Mengenai firman-Nya: فَأَيۡنَ تَذۡهَبُونَۥ (“Maka kemanakah kamu akan pergi?”) Qatadah mengatakan: “Yakni dari kitab Allah dan ketaatan kepada-Nya.”

Tafsir Kemenag: Kemudian Allah menerangkan bahwa orang-orang Quraisy itu telah sesat, jauh dari jalan kebenaran, dan tidak mengetahui jalan kebijaksanaan, sehingga Allah bertanya kepada mereka, “Maka ke manakah kamu akan pergi?” Maksudnya ialah sesudah diterangkan bahwa Al-Qur’an itu benar-benar datang dari Allah dan di dalamnya terdapat pelajaran dan petunjuk yang membimbing manusia ke jalan yang lurus, ditanyakan kepada orang-orang kafir itu, “Jalan manakah yang akan kamu tempuh lagi?”.

Tafsir Quraish Shihab: Adakah jalan lain yang lebih lurus dari jalan yang tengah kalian lalui?

Surah At-Takwir Ayat 27
إِنۡ هُوَ إِلَّا ذِكۡرٌ لِّلۡعَٰلَمِينَ

Terjemahan: Al Quran itu tiada lain hanyalah peringatan bagi semesta alam,

Tafsir Jalalain: إِنۡ (Tiada lain) tidak lain هُوَ إِلَّا ذِكۡرٌ (Alquran itu hanyalah peringatan) atau pelajaran لِّلۡعَٰلَمِينَ (bagi semesta alam) yakni, manusia dan jin.

Tafsir Ibnu Katsir: Firman Allah: إِنۡ هُوَ إِلَّا ذِكۡرٌ لِّلۡعَٰلَمِينَ (“Al-Qur’an itu tiada lain hanyalah peringatan bagi semesta alam.”) maksudnya al-Qur’an ini merupakan peringatan bagi seluruh umat manusia, dengannnya mereka mangambil pelajaran dan menjadikannya sebagai nasehat.

Tafsir Kemenag: Kemudian Allah menyatakan bahwa Al-Qur’an itu tiada lain hanya peringatan bagi semesta alam, bagi mereka yang mempunyai hati cenderung kepada kebaikan. Namun demikian, tidak semua manusia dapat mengambil manfaat dari Al-Qur’an ini. Yang mengambil manfaat ialah siapa yang mau menempuh jalan yang lurus. Adapun orang yang menyimpang dari jalan itu, maka ia tidak dapat mengambil manfaat dari peringatan Al-Qur’an.

Tafsir Quraish Shihab: Kitab suci al-Qur’ân ini tidak lain hanyalah sebuah peringatan dan bahan pelajaran bagi penghuni alam.

Surah At-Takwir Ayat 28
لِمَن شَآءَ مِنكُمۡ أَن يَسۡتَقِيمَ

Terjemahan: (yaitu) bagi siapa di antara kamu yang mau menempuh jalan yang lurus.

Tafsir Jalalain: لِمَن شَآءَ مِنكُمۡ (Yaitu bagi siapa di antara kalian yang mau) lafal ayat ini berkedudukan menjadi Badal dari lafal Al-‘Aalamiina dengan mengulangi huruf Jarr-nya أَن يَسۡتَقِيمَ (menempuh jalan yang lurus) yaitu mengikuti perkara yang hak.

Tafsir Ibnu Katsir: لِمَن شَآءَ مِنكُمۡ أَن يَسۡتَقِيمَ (“Bagi siapa di antara kamu yang mau menempuh jalan yang lurus.”) yakni bagi orang yang menghendaki petunjuk, maka hendaklah ia berpegang pada al-Qur’an ini, karena sesungguhnya ia merupakan penyelamat sekaligus petunjuk baginya, dan tidak ada petunjuk bagi selainnya.

Tafsir Kemenag: Kemudian Allah menyatakan bahwa Al-Qur’an itu tiada lain hanya peringatan bagi semesta alam, bagi mereka yang mempunyai hati cenderung kepada kebaikan. Namun demikian, tidak semua manusia dapat mengambil manfaat dari Al-Qur’an ini. Yang mengambil manfaat ialah siapa yang mau menempuh jalan yang lurus. Adapun orang yang menyimpang dari jalan itu, maka ia tidak dapat mengambil manfaat dari peringatan Al-Qur’an.

Tafsir Quraish Shihab: Bagi orang yang berkeinginan meniti jalan lurus dan mencari kebenaran

Surah At-Takwir Ayat 29
وَمَا تَشَآءُونَ إِلَّآ أَن يَشَآءَ ٱللَّهُ رَبُّ ٱلۡعَٰلَمِينَ

Terjemahan: Dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila dikehendaki Allah, Tuhan semesta alam.

Tafsir Jalalain: وَمَا تَشَآءُونَ (Dan kalian tidak dapat menghendaki) menempuh jalan yang hak itu إِلَّآ أَن يَشَآءَ ٱللَّهُ رَبُّ ٱلۡعَٰلَمِينَ (kecuali apabila dikehendaki Allah, Rabb semesta alam) barulah kalian dapat menempuh jalan itu. Lafal Al-‘Aalamiina artinya mencakup semua makhluk.

Tafsir Ibnu Katsir: وَمَا تَشَآءُونَ إِلَّآ أَن يَشَآءَ ٱللَّهُ رَبُّ ٱلۡعَٰلَمِينَ (“Dan kamu tidak dapat menghendaki [menempuh jalan itu] kecuali apabila dikehendaki Allah, Rabb semesta alam.”) maksudnya kehendak itu tidak diserahkan kepada kalian sehingga barangsiapa menghendaki, dia akan mendapatkan, dan barangsiapa menghendaki dia akan memperoleh kesesatan. Tetapi semua itu bergantung kepada kehendak Allah Ta’ala, Rabb seru sekalian alam.

Tafsir Kemenag: Dalam ayat ini, Allah mengatakan bahwa manusia tidak mempunyai kehendak sendiri untuk berbuat sesuatu yang dikehendakinya bilamana tidak sesuai dengan kehendak Allah.

Tafsir Quraish Shihab: Dan tidak satu pun keinginan kalian bakal terwujud, kecuali jika Allah telah menghendakinya.

Shadaqallahul ‘adzhim. Alhamdulillah, kita telah pelajari bersama kandungan Surah At-Takwir Ayat 15-29 berdasarkan Tafsir Jalalain, Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir Kemenag dan Tafsir Quraish Shihab. Semoga menambah khazanah ilmu Al-Qur’an kita.

M Resky S