Surah Ath-Thur Ayat 1-16; Terjemahan dan Tafsir Al-Qur’an

Surah Ath-Thur Ayat 1-16; Terjemahan dan Tafsir Al Qur'an

Pecihitam.org – Kandungan Surah Ath-Thur Ayat 1-16 ini, sebelum membahas kandungan ayat terlebih dahulu kita mengetahui isi surah Ath-Thur. Surah ini diawali dengan sumpah bahwa orang-orang yang mendustakan akan memperoleh siksaan, dengan menyebut lima macam makhluk terbesar Tuhan.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Setelah itu disebutkan tentang turunnya siksaan itu kepada mereka dan pelbagai macam siksa yang mereka alami pada hari kebangkitan dan pembalasan. Pembicaraan kemudian beralih ke soal kenikmatan, makanan dan kemuliaan yang kelak diterima oleh orang-orang bertakwa di surga, ketenangan yang mereka rasakan karena mereka diikuti oleh keturunan mereka dan diangkatnya derajat keturunan mereka kepada posisi seperti mereka.

Setelah itu, disusul dengan perintah kepada Rasulullah saw. untuk tetap selalu memberi peringatan tanpa menghiraukan omongan orang-orang kafir tentang dirinya dan hujatan mereka terhadap al-Qur’ân yang tidak mampu mereka buat tandingannya yang serupa.

Terjemahan dan Tafsir Al-Qur’an Surah Ath-Thur Ayat 1-16

Surah Ath-Thur Ayat 1
وَٱلطُّورِ

Terjemahan: Demi bukit,

Tafsir Jalalain: وَٱلطُّورِ (Demi Thur) Thur nama sebuah bukit tempat Allah berfirman secara langsung kepada Nabi Musa.

Tafsir Ibnu Katsir: Imam Malik meriwayatkan dari az-Zuhri, dari Muhammad bin Jubair bin Muth’im, dari ayahnya: “Aku pernah mendengar Nabi saw. membaca Surah ath-Thuur dalam shalat Maghrib. Aku tidak pernah mendengar seseorang yang suara atau bacaannya lebih bagus dari beliau.”

Demikian yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim dari jalan Malik. Dan Imam al-Bukhari juga meriwayatkan dari Ummu Salamah, ia berkata: “Aku pernah mengadukan kepada Rasulullah saw. maka beliaupun bersabda: ‘Berthawaflah di belakang orang-orang, sedangkan engkau menunggangii kendaraan.’ Maka akupun berthawaf, sedang Rasulullah saw. mengerjakan shalat di sisi Baitullah seraya membaca [وَٱلطُّورِ وَكِتَٰبٍ مَّسۡطُورٍ]”

Allah Ta’ala bersumpah dengan ciptaan-ciptaan-Nya yang menunjukkan kekuasaan-Nya yang amat besar, bahwa adzab-Nya itu pasti akan terjadi, menimpa musuh-musuh-Nya, dan bahwasannya tidak ada seorangpun yang dapat menolak adzab itu yang diberikan Allah kepada mereka.

Ath-Thuur adalah gunung [bukit] yang di atasnya terdapat pepohonan seperti apa yang difirmankan-Nya kepada Musa, dan darinya Dia mengutus ‘Isa. Dan gunung yang di atasnya tidak terdapat pepohonan tidak disebut sebagai Thuur. Tetapi hal itu disebut sebagai Jabal.

Tafsir Kemenag: Ayat ini mengutarakan bahwa Allah swt bersumpah dengan ath-thur yang tinggi kedudukannya karena di atas ath-thur itu Allah telah berbicara dengan Nabi Musa dan menurunkan kitab Taurat kepadanya yang berisikan hukum-hukum, hikmat, dan budi pekerti dan mudah dibaca manusia.

Ath-thur berarti bukit yaitu Bukit thursina yakni sebuah bukit di Madyan tempat Nabi Musa mendengarkan kalam Allah swt. Ath-thur dalam bahasa Suryani berarti juga bukit yang banyak pohon-pohonnya, tempat di mana Tuhan berbicara langsung dengan Nabi Musa dan di tempat itu pula diangkat menjadi rasul.

Dinamakan ath-thur karena banyak pohonnya, bila tidak ada pohonnya, maka tidaklah dinamakan ath-thur, akan tetapi Jabal (gunung). Allah menggunakan gunung sebagai sumpah-Nya tentunya karena pentingnya gunung dalam terjadinya kehidupan di bumi ini.

Mengenai gunung dan peranannya, antara lain dapat dilihat pada bahasan beberapa ayat berikut, Luqman/31: 10 dan an-Naml/27: 88. Bahasan selanjutnya juga dapat dilihat pada an-Naba’/78: 6-7 dan an-Nazi’at/79: 30-32.

Tafsir Quraish Shihab: Surah ini diawali dengan sumpah bahwa orang-orang yang mendustakan akan memperoleh siksaan, dengan menyebut lima macam makhluk terbesar Tuhan. Setelah itu disebutkan tentang turunnya siksaan itu kepada mereka dan pelbagai macam siksa yang mereka alami pada hari kebangkitan dan pembalasan.

Pembicaraan kemudian beralih ke soal kenikmatan, makanan dan kemuliaan yang kelak diterima oleh orang-orang bertakwa di surga, ketenangan yang mereka rasakan karena mereka diikuti oleh keturunan mereka dan diangkatnya derajat keturunan mereka kepada posisi seperti mereka.

Setelah itu, disusul dengan perintah kepada Rasulullah saw. untuk tetap selalu memberi peringatan tanpa menghiraukan omongan orang-orang kafir tentang dirinya dan hujatan mereka terhadap al-Qur’ân yang tidak mampu mereka buat tandingannya yang serupa.

Selain itu, Surah ini, di banyak tempat, sering mematahkan pendapat-pendapat mereka yang keliru sebagai tanda kesesatan dan buruknya perkiraan mereka. Sebagai khatimah, Surah ini ditutup dengan perintah kepada Rasulullah saw. agar membiarkan mereka sampai datang suatu hari ketika mereka dibinasakan, dan agar tetap sabar dengan ketentuan Tuhan yang menunda siksa mereka.

Sesungguhnya hal itu tidak akan membahayakannya karena ia selalu berada dalam lindungan-Nya. Selain itu Rasulullah diperintahkan juga untuk selalu bertasbih kepada Allah, menyucikan-Nya pada setiap waktu; di kala bangun untuk suatu maksud tertentu dan di waktu malam ketika bintang-bintang terbenam (waktu fajar).]]

Aku bersumpah demi bukit Thûr Sînâ’ (Sinai), tempat Nabi Mûsâ diajak bicara oleh Tuhannya; demi kitab suci yang turun dari Allah dan tertulis di lembaran-lembaran yang mudah dibaca; demi al-Bayt al-Ma’mûr dengan yang berthawaf, berdiri, rukuk dan sujud di situ; demi langit yang diangkat tanpa tiang dan demi lautan yang penuh dengan air.

Surah Ath-Thur Ayat 2
وَكِتَٰبٍ مَّسۡطُورٍ

Terjemahan: dan Kitab yang ditulis,

Tafsir Jalalain: وَكِتَٰبٍ مَّسۡطُورٍ (Dan demi Kitab yang ditulis).

Tafsir Ibnu Katsir: وَكِتَٰبٍ مَّسۡطُورٍ (“Dan demi kitab yang ditulis”) ada yang mengatakan: “Yaitu Lauhul Mahfuzh.” Tetapi ada juga yang menyatakan: “Yakni kitab-kitab yang diturunkan dan ditulis yang dibacakan kepada umat manusia secara lantang.”

Tafsir Kemenag: Kemudian Allah swt bersumpah dengan sebuah kitab yang tertulis (bertulisan indah) dengan susunan huruf-hurufnya yang rapih. Ada yang berpendapat bahwa maksudnya ialah Lauh Mahfudz, dan ada pula yang berpendapat bahwa arti kitab yang tertulis indah, ialah yang diturunkan dan dibacakan kepada manusia dengan terang-terangan.

Tafsir Quraish Shihab: Surah ini diawali dengan sumpah bahwa orang-orang yang mendustakan akan memperoleh siksaan, dengan menyebut lima macam makhluk terbesar Tuhan. Setelah itu disebutkan tentang turunnya siksaan itu kepada mereka dan pelbagai macam siksa yang mereka alami pada hari kebangkitan dan pembalasan.

Pembicaraan kemudian beralih ke soal kenikmatan, makanan dan kemuliaan yang kelak diterima oleh orang-orang bertakwa di surga, ketenangan yang mereka rasakan karena mereka diikuti oleh keturunan mereka dan diangkatnya derajat keturunan mereka kepada posisi seperti mereka.

Setelah itu, disusul dengan perintah kepada Rasulullah saw. untuk tetap selalu memberi peringatan tanpa menghiraukan omongan orang-orang kafir tentang dirinya dan hujatan mereka terhadap al-Qur’ân yang tidak mampu mereka buat tandingannya yang serupa.

Selain itu, Surah ini, di banyak tempat, sering mematahkan pendapat-pendapat mereka yang keliru sebagai tanda kesesatan dan buruknya perkiraan mereka. Sebagai khatimah, Surah ini ditutup dengan perintah kepada Rasulullah saw. agar membiarkan mereka sampai datang suatu hari ketika mereka dibinasakan, dan agar tetap sabar dengan ketentuan Tuhan yang menunda siksa mereka.

Sesungguhnya hal itu tidak akan membahayakannya karena ia selalu berada dalam lindungan-Nya. Selain itu Rasulullah diperintahkan juga untuk selalu bertasbih kepada Allah, menyucikan-Nya pada setiap waktu; di kala bangun untuk suatu maksud tertentu dan di waktu malam ketika bintang-bintang terbenam (waktu fajar).]]

Aku bersumpah demi bukit Thûr Sînâ’ (Sinai), tempat Nabi Mûsâ diajak bicara oleh Tuhannya; demi kitab suci yang turun dari Allah dan tertulis di lembaran-lembaran yang mudah dibaca; demi al-Bayt al-Ma’mûr dengan yang berthawaf, berdiri, rukuk dan sujud di situ; demi langit yang diangkat tanpa tiang dan demi lautan yang penuh dengan air.

Surah Ath-Thur Ayat 3
فِى رَقٍّ مَّنشُورٍ

Terjemahan: pada lembaran yang terbuka,

Tafsir Jalalain: فِى رَقٍّ مَّنشُورٍ (Pada lembaran yang terbuka) yakni kitab Taurat atau kitab Alquran.

Tafsir Ibnu Katsir: Oleh karena itu Allah Ta’ala berfirman: فِى رَقٍّ مَّنشُورٍ (“Pada lembaran yang terbuka.)

Tafsir Kemenag: Selanjutnya Allah swt menerangkan dalam ayat ini bahwa kitab-kitab itu mudah bagi setiap orang mempelajari isinya. Kitabkitab itu berisi hikmah-hikmah, hukum, kebudayaan dan budi pekerti (akhlak); karena itu ditulis pada lembaran-lembaran terbuka yang dapat dibaca.

Tafsir Quraish Shihab: Surah ini diawali dengan sumpah bahwa orang-orang yang mendustakan akan memperoleh siksaan, dengan menyebut lima macam makhluk terbesar Tuhan. Setelah itu disebutkan tentang turunnya siksaan itu kepada mereka dan pelbagai macam siksa yang mereka alami pada hari kebangkitan dan pembalasan.

Pembicaraan kemudian beralih ke soal kenikmatan, makanan dan kemuliaan yang kelak diterima oleh orang-orang bertakwa di surga, ketenangan yang mereka rasakan karena mereka diikuti oleh keturunan mereka dan diangkatnya derajat keturunan mereka kepada posisi seperti mereka.

Setelah itu, disusul dengan perintah kepada Rasulullah saw. untuk tetap selalu memberi peringatan tanpa menghiraukan omongan orang-orang kafir tentang dirinya dan hujatan mereka terhadap al-Qur’ân yang tidak mampu mereka buat tandingannya yang serupa.

Selain itu, Surah ini, di banyak tempat, sering mematahkan pendapat-pendapat mereka yang keliru sebagai tanda kesesatan dan buruknya perkiraan mereka. Sebagai khatimah, Surah ini ditutup dengan perintah kepada Rasulullah saw. agar membiarkan mereka sampai datang suatu hari ketika mereka dibinasakan, dan agar tetap sabar dengan ketentuan Tuhan yang menunda siksa mereka.

Sesungguhnya hal itu tidak akan membahayakannya karena ia selalu berada dalam lindungan-Nya. Selain itu Rasulullah diperintahkan juga untuk selalu bertasbih kepada Allah, menyucikan-Nya pada setiap waktu; di kala bangun untuk suatu maksud tertentu dan di waktu malam ketika bintang-bintang terbenam (waktu fajar).]]

Baca Juga:  Tadabbur Surah Ali Imran Ayat 154-157; Terjemahan dan Tafsir

Aku bersumpah demi bukit Thûr Sînâ’ (Sinai), tempat Nabi Mûsâ diajak bicara oleh Tuhannya; demi kitab suci yang turun dari Allah dan tertulis di lembaran-lembaran yang mudah dibaca; demi al-Bayt al-Ma’mûr dengan yang berthawaf, berdiri, rukuk dan sujud di situ; demi langit yang diangkat tanpa tiang dan demi lautan yang penuh dengan air.

Surah Ath-Thur Ayat 4
وَٱلۡبَيۡتِ ٱلۡمَعۡمُورِ

Terjemahan: dan demi Baitul Ma’mur,

Tafsir Jalalain: وَٱلۡبَيۡتِ ٱلۡمَعۡمُورِ (Dan demi Baitulmakmur) yang berada di langit ketiga, atau keenam atau yang ketujuh, letaknya persis berada di atas Kakbah; setiap hari diziarahi oleh tujuh puluh ribu malaikat yang melakukan tawaf dan salat di situ dan mereka tidak kembali lagi kepadanya untuk selama-lamanya.

Tafsir Ibnu Katsir: وَٱلۡبَيۡتِ ٱلۡمَعۡمُورِ (dan demi Baitul Ma’mur,) Telah ditetapkan dalam kitab ash-Shahihain, bahwa Rasulullah saw. telah bersabda dalam hadits Isra’, setelah beliau sampai di langit yang ketujuh: “Kemudian aku diangkat ke Baitul Ma’mur. Dan ternyata setiap harinya ia dimasuki oleh tujuh puluh ribu Malaikat, yang mereka tidak pernah kembali lagi kepadanya.”

Maksudnya mereka beribadah di dalamnya dan berthawaf di sana, sebagaimana penduduk bumi berthawaf di Ka’bah mereka. Demikian pula Baitul Ma’mur yang merupakan Ka’bah bagi penduduk langit ke tujuh.

Oleh karena itu, di sana didapatkan Ibrahim, kekasih Allah, menyandarkan punggungnya ke Baitul Ma’mur. Karena ia telah membangun Ka’bah di bumi, dan sudah pasti pahala itu diberikan sesuai dengan amal perbuatan. Dan pada setiap langit terdapat Bait (rumah ibadah) yang mana di dalamnya para penghuninya beribadah dan mengerjakan shalat. Sedangkan yang terdapat di langit dunia disebut dengan Baitul ‘Izzah. Wallaahu a’lam.

Tafsir Kemenag: Dalam ayat ini Allah swt bersumpah dengan al-Baitul-Ma’mur yaitu sebuah rumah di langit yang ketujuh yang setiap harinya dimasuki oleh 70 ribu malaikat untuk tawaf atau salat. Mereka telah masuk ke sana tidak akan kembali untuk selamanya. Hal ini ditegaskan dalam hadis Isra’ yaitu:

“Terdapat dalam Sahih al-Bukhari dan Sahih Muslim bahwa Rasulullah saw bersabda dalam hadis tentang Isra’ sesudah melampaui langit ketujuh, kemudian aku diangkat ke Baitulma’mur, tiba-tiba di sana kulihat 70.000 malaikat masuk setiap hari dan mereka tidak akan kembali lagi setelah itu. (Riwayat al-Bukhari dan Muslim)

Maksud hadis di atas bahwa para malaikat itu beribadat dan melakukan tawaf di sana (Baitulma’mur) seperti halnya manusia di bumi, melakukan tawaf di Ka’bah Mekah. Begitulah keadaan para malaikat itu. Kemudian Qatadah, Rabi’ bin Anas dan as-Suddi berkata, bahwa Rasulullah saw pada suatu hari berkata kepada para sahabat:

“Tahukah kamu apakah Baitulma’mur itu? Mereka menjawab, “Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui” Rasulullah berkata, “Baitulma’mur ialah sebuah masjid di langit yang searah dengan Ka’bah dan apabila (seseorang dari sana) jatuh, maka akan jatuh di atas Ka’bah, di sana salat 70.000 malaikat setiap hari; apabila mereka keluar dari sana, tidak akan kembali lagi.” (Riwayat Ibnu Jarir).

Tafsir Quraish Shihab: Surah ini diawali dengan sumpah bahwa orang-orang yang mendustakan akan memperoleh siksaan, dengan menyebut lima macam makhluk terbesar Tuhan. Setelah itu disebutkan tentang turunnya siksaan itu kepada mereka dan pelbagai macam siksa yang mereka alami pada hari kebangkitan dan pembalasan.

Pembicaraan kemudian beralih ke soal kenikmatan, makanan dan kemuliaan yang kelak diterima oleh orang-orang bertakwa di surga, ketenangan yang mereka rasakan karena mereka diikuti oleh keturunan mereka dan diangkatnya derajat keturunan mereka kepada posisi seperti mereka.

Setelah itu, disusul dengan perintah kepada Rasulullah saw. untuk tetap selalu memberi peringatan tanpa menghiraukan omongan orang-orang kafir tentang dirinya dan hujatan mereka terhadap al-Qur’ân yang tidak mampu mereka buat tandingannya yang serupa.

Selain itu, Surah ini, di banyak tempat, sering mematahkan pendapat-pendapat mereka yang keliru sebagai tanda kesesatan dan buruknya perkiraan mereka. Sebagai khatimah, Surah ini ditutup dengan perintah kepada Rasulullah saw. agar membiarkan mereka sampai datang suatu hari ketika mereka dibinasakan, dan agar tetap sabar dengan ketentuan Tuhan yang menunda siksa mereka.

Sesungguhnya hal itu tidak akan membahayakannya karena ia selalu berada dalam lindungan-Nya. Selain itu Rasulullah diperintahkan juga untuk selalu bertasbih kepada Allah, menyucikan-Nya pada setiap waktu; di kala bangun untuk suatu maksud tertentu dan di waktu malam ketika bintang-bintang terbenam (waktu fajar).]]

Aku bersumpah demi bukit Thûr Sînâ’ (Sinai), tempat Nabi Mûsâ diajak bicara oleh Tuhannya; demi kitab suci yang turun dari Allah dan tertulis di lembaran-lembaran yang mudah dibaca; demi al-Bayt al-Ma’mûr dengan yang berthawaf, berdiri, rukuk dan sujud di situ; demi langit yang diangkat tanpa tiang dan demi lautan yang penuh dengan air.

Surah Ath-Thur Ayat 5
وَٱلسَّقۡفِ ٱلۡمَرۡفُوعِ

Terjemahan: dan atap yang ditinggikan (langit),

Tafsir Jalalain: وَٱلسَّقۡفِ ٱلۡمَرۡفُوعِ (Dan demi atap yang ditinggikan) yakni langit.

Tafsir Ibnu Katsir: Dan firman Allah Ta’ala: وَٱلسَّقۡفِ ٱلۡمَرۡفُوعِ (“Dan atap yang ditinggikan [langit]”). Sufyan ats-Tsauri, Syu’bah, dan Abul Ahwash berkata dari ‘Ali: “Was saqfil marfuu’ (“Dan atap yang ditinggikan”) yaitu langit.” Sufyan mengatakan: “Kemudian ia membaca:

وَجَعَلۡنَا ٱلسَّمَآءَ سَقۡفًا مَّحۡفُوظًا وَهُمۡ عَنۡ ءَايَٰتِهَا مُعۡرِضُونَ (“Dan Kami menjadikan langit itu sebagai atap yang terpelihara, sedang mereka berpaling dari segala tanda-tanda [kekuasaan Allah] yang terdapat padanya.’” (al-Anbiyaa’: 32).

Demikianlah yang dikemukakan oleh Mujahid, Qatadah, as-Suddi, Ibnu Juraij, Ibnu Zaid, dan menjadi pilihan Ibnu Jarir. Dan ar-Rabi’ bin Anas mengatakan: “Yaitu Arsy, yang ia merupakan atap bagi seluruh makhluk.” Dan ia mempunyai sisi yang menjadi tujuan bersama selainnya sebagaimana yang telah dikatakan oleh Jumhur Ulama.

Tafsir Kemenag: Dalam ayat ini Allah swt bersumpah dengan atap yang ditinggikan (langit) yaitu alam tinggi yang mempunyai beberapa matahari, beberapa bulan, bintang-bintang tetap, dan bintang-bintang beredar. Di sana juga terletak ‘Arsy dan kursi-Nya; demikian juga malaikat-malaikat-Nya (yang tidak pernah menolak perintah Allah swt dan selalu patuh terhadap apa yang Allah perintahkan kepada mereka).

Di sana juga ada benda-benda alam yang tak terhitung banyaknya hanya Allah swt yang mengetahuinya, dan balatentara Allah swt yang kita juga tak mengetahui hakikatnya kecuali Dia yang menciptakannya. Dalam firman Allah swt dijelaskan:

Dan tidak ada yang mengetahui bala tentara Tuhanmu kecuali Dia sendiri. (al-Muddatstsir/74: 31)

Sufyan ats-sauri, Syu’bah dan Abdul Ahwas meriwayatkan dari Simak dari Harb dari Khalid bin Ar’arah dari ‘Ali bahwa As-Saqful Marfu’ artinya ‘langit. Sufyan membaca firman Allah sebagai berikut: Dan Kami menjadikan langit sebagai atap yang terpelihara. (alAnbiya’/21: 32)

Maksudnya ialah bahwa langit itu sebagai atap dan yang dimaksud dengan “terpelihara” ialah segala yang berada di langit itu dijaga oleh Allah swt dengan peraturan dan hukum-hukum yang menyebabkan semuanya berjalan dengan teratur dan tertib, sesuai sistem dan hukumnya.

Tafsir Quraish Shihab: Surah ini diawali dengan sumpah bahwa orang-orang yang mendustakan akan memperoleh siksaan, dengan menyebut lima macam makhluk terbesar Tuhan. Setelah itu disebutkan tentang turunnya siksaan itu kepada mereka dan pelbagai macam siksa yang mereka alami pada hari kebangkitan dan pembalasan.

Pembicaraan kemudian beralih ke soal kenikmatan, makanan dan kemuliaan yang kelak diterima oleh orang-orang bertakwa di surga, ketenangan yang mereka rasakan karena mereka diikuti oleh keturunan mereka dan diangkatnya derajat keturunan mereka kepada posisi seperti mereka.

Setelah itu, disusul dengan perintah kepada Rasulullah saw. untuk tetap selalu memberi peringatan tanpa menghiraukan omongan orang-orang kafir tentang dirinya dan hujatan mereka terhadap al-Qur’ân yang tidak mampu mereka buat tandingannya yang serupa.

Selain itu, Surah ini, di banyak tempat, sering mematahkan pendapat-pendapat mereka yang keliru sebagai tanda kesesatan dan buruknya perkiraan mereka. Sebagai khatimah, Surah ini ditutup dengan perintah kepada Rasulullah saw. agar membiarkan mereka sampai datang suatu hari ketika mereka dibinasakan, dan agar tetap sabar dengan ketentuan Tuhan yang menunda siksa mereka.

Sesungguhnya hal itu tidak akan membahayakannya karena ia selalu berada dalam lindungan-Nya. Selain itu Rasulullah diperintahkan juga untuk selalu bertasbih kepada Allah, menyucikan-Nya pada setiap waktu; di kala bangun untuk suatu maksud tertentu dan di waktu malam ketika bintang-bintang terbenam (waktu fajar).]]

Aku bersumpah demi bukit Thûr Sînâ’ (Sinai), tempat Nabi Mûsâ diajak bicara oleh Tuhannya; demi kitab suci yang turun dari Allah dan tertulis di lembaran-lembaran yang mudah dibaca; demi al-Bayt al-Ma’mûr dengan yang berthawaf, berdiri, rukuk dan sujud di situ; demi langit yang diangkat tanpa tiang dan demi lautan yang penuh dengan air.

Surah Ath-Thur Ayat 6
وَٱلۡبَحۡرِ ٱلۡمَسۡجُورِ

Terjemahan: dan laut yang di dalam tanahnya ada api,

Tafsir Jalalain: وَٱلۡبَحۡرِ ٱلۡمَسۡجُورِ (Dan demi laut yang penuh) penuh airnya.

Tafsir Ibnu Katsir: Firman-Nya lebih lanjut: وَٱلۡبَحۡرِ ٱلۡمَسۡجُورِ (“Dan laut yang di dalam tanahnya ada api.”) yakni pada hari kiamat kelak, lautan akan dijadikan api yang berkobar mengelilingi orang-orang. Demikian yang diriwayatkan oleh Sa’id bin al-Musayyab dari ‘Ali bin Abi Thalib. Dan hal yang sama juga diriwayatkan oleh Ibnu ‘Abbas, dimana Sa’id bin al-Musayyab, Mujahid, ‘Abdullah bin ‘Ubaid bin ‘Umair dan juga yang lainnya. Sedangkan Qatadah mengatakan:

Baca Juga:  Surah Al Falaq; Terjemahan, Tafsir dan Keistimewaannya

“Yaitu, nyala api yang benar-benar penuh.” Dan itulah yang menjadi pilihan Ibnu Jarir. Artinya, ia tidak menyala hari ini, namun sudah benar-benar penuh. Dan yang dimaksud dengan al-masjuur adalah yang ditahan dan dilarang dari bumi sehingga tidak melumuri dan membakar para penghuninya. Demikian yang dikatakan oleh ‘Ali bin Abi Thalhah dari Ibnu ‘Abbas.

Pendapat itu pula yang dikemukakan oleh as-Suddi dan ulama-ulama lainnya. Dan hal tersebut ditunjukkan oleh hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam musnadnya, dimana ia berkata:

“Yazid memberitahu kami, al-‘Awam memberitahu kami, seorang Syaikh memberitahuku, ketika itu ia berada di tepi pantai, ia berkata: ‘Aku telah bertemu dengan Abu Shalih, budak ‘Umar bin al-Khaththab; lalu ia berkata:

‘Umar bin al-Khaththab memberitahu kami, bahwa Rasulullah saw. bersabda: ‘Tidak ada satu malampun melainkan pada malam itu laut menjadi pasang tiga kali memohon izin kepada Allah Ta’ala untuk dapat menumpahkan diri kepada mereka, lalu Allah menahannya.’”

Tafsir Kemenag: Dalam ayat ini Allah bersumpah, Demi al-Bahrul-Masjur (laut yang di dalamnya ada api) yakni laut yang tertahan dari banjir karena kalau laut itu dilepaskan, ia akan menenggelamkan semua yang ada di atas bumi sehingga hewan dan tumbuh-tumbuhan semuanya akan habis musnah. Maka rusaklah aturan alam dan tidaklah ada hikmah alam ini dijadikan.

Sebagian ulama berpendapat dan menetapkan bahwa lapisan bumi itu seluruhnya seperti semangka, dan kulitnya seperti kulit semangka, itu artinya bahwa perbandingan kulit bumi dan api yang ada di dalam kulitnya itu seperti kulit semangka dengan isinya, yang dimakan itu. Sebab itu sekarang kita sebenarnya berada di atas api yang besar, yakni di atas laut yang dibawahnya penuh dengan api dan laut itu tertutup dengan kulit bumi dari segala penjurunya.

Dari waktu ke waktu api itu naik ke atas laut yang tampak pada waktu gempa dan pada waktu gunung berapi meletus; seperti gunung berapi Visofius yang meletus di Italia pada tahun 1909 M yang telah menelan kota Mozaina, dan gempa ini yang telah terjadi di Jepang pada tahun 1952 M yang memusnahkan kota-kotanya sekaligus.

Menurut Jumhur bahwa yang dimaksud dalam ayat ini ialah laut bumi. Akan tetapi mereka berbeda pendapat dalam kata “masjur” di antara pendapatnya ialah berarti: dinyalakan api di hari Kiamat seperti dalam Al-Qur’an: Dan apabila lautan dijadikan meluap. (al-Infithar/82: 3)

Firman-Nya yang lain: Dan apabila lautan dipanaskan. (at-Takwir/81: 6).

Tafsir Quraish Shihab: Surah ini diawali dengan sumpah bahwa orang-orang yang mendustakan akan memperoleh siksaan, dengan menyebut lima macam makhluk terbesar Tuhan. Setelah itu disebutkan tentang turunnya siksaan itu kepada mereka dan pelbagai macam siksa yang mereka alami pada hari kebangkitan dan pembalasan.

Pembicaraan kemudian beralih ke soal kenikmatan, makanan dan kemuliaan yang kelak diterima oleh orang-orang bertakwa di surga, ketenangan yang mereka rasakan karena mereka diikuti oleh keturunan mereka dan diangkatnya derajat keturunan mereka kepada posisi seperti mereka.

Setelah itu, disusul dengan perintah kepada Rasulullah saw. untuk tetap selalu memberi peringatan tanpa menghiraukan omongan orang-orang kafir tentang dirinya dan hujatan mereka terhadap al-Qur’ân yang tidak mampu mereka buat tandingannya yang serupa.

Selain itu, Surah ini, di banyak tempat, sering mematahkan pendapat-pendapat mereka yang keliru sebagai tanda kesesatan dan buruknya perkiraan mereka. Sebagai khatimah, Surah ini ditutup dengan perintah kepada Rasulullah saw. agar membiarkan mereka sampai datang suatu hari ketika mereka dibinasakan, dan agar tetap sabar dengan ketentuan Tuhan yang menunda siksa mereka.

Sesungguhnya hal itu tidak akan membahayakannya karena ia selalu berada dalam lindungan-Nya. Selain itu Rasulullah diperintahkan juga untuk selalu bertasbih kepada Allah, menyucikan-Nya pada setiap waktu; di kala bangun untuk suatu maksud tertentu dan di waktu malam ketika bintang-bintang terbenam (waktu fajar).]]

Aku bersumpah demi bukit Thûr Sînâ’ (Sinai), tempat Nabi Mûsâ diajak bicara oleh Tuhannya; demi kitab suci yang turun dari Allah dan tertulis di lembaran-lembaran yang mudah dibaca; demi al-Bayt al-Ma’mûr dengan yang berthawaf, berdiri, rukuk dan sujud di situ; demi langit yang diangkat tanpa tiang dan demi lautan yang penuh dengan air.

Surah Ath-Thur Ayat 7
إِنَّ عَذَابَ رَبِّكَ لَوَٰقِعٌ

Terjemahan: sesungguhnya azab Tuhanmu pasti terjadi,

Tafsir Jalalain: إِنَّ عَذَابَ رَبِّكَ لَوَٰقِعٌ (Sesungguhnya azab Rabbmu pasti terjadi) pasti menimpa orang yang berhak menerimanya.

Tafsir Ibnu Katsir: Dan firman-Nya: إِنَّ عَذَابَ رَبِّكَ لَوَٰقِعٌ (“Sesungguhnya adzab Rabb-mu pasti terjadi.”) inilah yang menjadi obyek sumpah. Maksdunya, adzab itu pasti akan ditimpakan kepada orang-orang kafir.

Tafsir Kemenag: Kemudian Allah swt menyebutkan isi sumpah bahwa azabazab hari Kiamat diperuntunkkan bagi semua yang mendustakan para rasul. Azab tersebut pasti akan terjadi, tanpa ragu sedikitpun. Penegasan tentang kepastian datangnya azab sangat penting untuk menghilangkan keraguan di kalangan manusia yang meragukan peristiwa terjadinya azab itu.

Tafsir Quraish Shihab: Sesungguhnya azab Tuhanmu yang dijanjikan untuk orang-orang kafir pasti akan turun kepada mereka. Tidak ada seorang pun yang dapat menghalangi mereka dari siksaan itu.

Surah Ath-Thur Ayat 8
مَّا لَهُۥ مِن دَافِعٍ

Terjemahan: tidak seorangpun yang dapat menolaknya,

Tafsir Jalalain: مَّا لَهُۥ مِن دَافِعٍ (Tidak ada seorang pun yang dapat menolaknya) yang mampu menolak azab itu.

Tafsir Ibnu Katsir: Sebagaimana Allah Ta’ala telah berfirman dalam ayat berikutnya: مَّا لَهُۥ مِن دَافِعٍ (“Tidak seorangpun yang dapat menolaknya.”) maksudnya, tidak seorangpun yang dapat menolaknya dari mereka jika Allah sudah menghendaki hal itu bagi mereka.

Tafsir Kemenag: Allah menerangkan bahwa azab tersebut tak seorang pun yang dapat menolaknya. Dan tidak pula ada jalan untuk keluar dari azab itu yang merupakan balasan bagi orang-orang yang telah menodai dirinya dengan perbuatan syirik dan dosa, dan yang telah menodai jiwanya dengan dusta terhadap para rasul dan hari kebangkitan. Kemudian diterangkan pula dalam ayat ini bahwa azab yang tidak dapat dihindarkan itu terjadi pada suatu hari tatkala langit berguncang di tempatnya.

Tafsir Quraish Shihab: Sesungguhnya azab Tuhanmu yang dijanjikan untuk orang-orang kafir pasti akan turun kepada mereka. Tidak ada seorang pun yang dapat menghalangi mereka dari siksaan itu.

Surah Ath-Thur Ayat 9
يَوۡمَ تَمُورُ ٱلسَّمَآءُ مَوۡرًا

Terjemahan: pada hari ketika langit benar-benar bergoncang,

Tafsir Jalalain: يَوۡمَ (Pada hari) menjadi Ma’mul bagi lafal Waaqi’un تَمُورُ ٱلسَّمَآءُ مَوۡرًا (ketika langit benar-benar berguncang) pada waktu langit bergerak dan berputar.

Tafsir Ibnu Katsir: Firman Allah Ta’ala: يَوۡمَ تَمُورُ ٱلسَّمَآءُ مَوۡرًا (“Pada hari ketika langit benar-benar bergoncang.”) Ibnu ‘Abbas dan Qatadah mengatakan: “Bergerak dengan gerakan keras.” Dan dari ‘Abbas: “Yaitu, goncangan yang membelah.” Sedangkan Mujahid mengemukakan: “Yaitu berputar.” Adl-Dlahhak berkata:

“Berputar-putar dan bergerak atas perintah Allah dan gelombangnya saling bertautan.” Dan itulah yang menjadi pilihan Ibnu Jarir, yaitu berupa gerakan dalam perputarannya. Ia menceritakan, Abu ‘Ubaidah Ma’mar bin al-Mutsanna melantunkan satu bait syair: “Seakan-akan jalannya dari rumahnya seperti jalannya awan yang tidak lambat dan tidak pula tergesa-gesa.”

Tafsir Kemenag: Allah menerangkan bahwa azab tersebut tak seorang pun yang dapat menolaknya. Dan tidak pula ada jalan untuk keluar dari azab itu yang merupakan balasan bagi orang-orang yang telah menodai dirinya dengan perbuatan syirik dan dosa, dan yang telah menodai jiwanya dengan dusta terhadap para rasul dan hari kebangkitan. Kemudian diterangkan pula dalam ayat ini bahwa azab yang tidak dapat dihindarkan itu terjadi pada suatu hari tatkala langit berguncang di tempatnya.

Tafsir Quraish Shihab: Pada hari ketika langit tergoncang dengan kerasnya dan secara jelas-jelas gunung berpindah dari tempat asalnya.

Surah Ath-Thur Ayat 10
وَتَسِيرُ ٱلۡجِبَالُ سَيۡرًا

Terjemahan: dan gunung benar-benar berjalan.

Tafsir Jalalain: وَتَسِيرُ ٱلۡجِبَالُ سَيۡرًا (Dan gunung-gunung benar-benar berjalan) maksudnya, menjadi debu yang beterbangan, demikian itu adalah hari kiamat.

Tafsir Ibnu Katsir: Firman-Nya: وَتَسِيرُ ٱلۡجِبَالُ سَيۡرًا (“Dan gunung-gunung benar-benar berjalan.”) maksudnya gunung itu akan pergi dan berubah menjadi debu yang bertebaran dan berhamburan ke mana-mana.

Tafsir Kemenag: Dalam ayat ini Allah menambahkan penjelasannya bahwa pada hari Kiamat itu gunung-gunung berpindah dari tempatnya, berjalan seperti jalannya awan, dan terbang ke udara lalu jatuh ke bumi terpecah-pecah, kemudian hancur menjadi debu laksana bulu yang diterbangkan angin.

Berguncangnya langit dan beterbangannya gunung-gunung ialah sebagai pemberitahuan dan peringatan kepada manusia bahwa mereka tidak akan dapat kembali ke dunia, karena ia telah musnah dan telah terjadi alam baru yaitu alam akhirat.

Ayat di atas berkaitan dengan gambaran saat terjadinya kiamat, yang banyak pula disebut di ayat-ayat lainnya. Gunung yang mengekspresikan daratan atau kerak bumi, digambarkan berpindah tempat atau dengan kata lain gunung-gunung itu bergerak.

Pergerakan gunung-gunung ini adalah manifestasi pergerakan lempeng bumi (lihat an-Naml/27: 88) dan dapat menimbulkan gempa bumi. Dalam Surah az-Zalzalah/99: 1-4 kejadian kiamat digambarkan dengan datangnya gempa yang dahsyat.

Gempa dahsyat ini dapat menimbulkan retakan yang panjang dan dalam yang bukan mustahil memicu terjadinya letusan gunung api. Sebagai contoh adalah ketika terjadi gempa Nias pada tahun 2005 yang berkekuatan Mw=8,7, setelah gempa Aceh 2004, beberapa gunung api di Pulau Sumatra memperlihatkan kegiatan yang meningkat.

Baca Juga:  Surah Al-Hadid Ayat 28-29; Terjemahan dan Tafsir Al-Qur'an

Fakta ilmiah memang menunjukkan bahwa gunung-gunung itu bergerak. Data Global Positioning Systems (GPS) merekam gerakangerakan tersebut dalam ukuran milimeter. Sebagai contoh adalah pulau-pulau terluar di sebelah barat Sumatra yang bergerak ke arah timurlaut sebesar 50-60 mm/tahun.

Tafsir Quraish Shihab: Pada hari ketika langit tergoncang dengan kerasnya dan secara jelas-jelas gunung berpindah dari tempat asalnya.

Surah Ath-Thur Ayat 11
فَوَيۡلٌ يَوۡمَئِذٍ لِّلۡمُكَذِّبِينَ

Terjemahan: Maka kecelakaan yang besarlah di hari itu bagi orang-orang yang mendustakan,

Tafsir Jalalain: فَوَيۡلٌ (Maka kecelakaan yang besar) azab yang keras يَوۡمَئِذٍ لِّلۡمُكَذِّبِينَ (di hari itu bagi orang-orang yang mendustakan) rasul-rasul.

Tafsir Ibnu Katsir: فَوَيۡلٌ يَوۡمَئِذٍ لِّلۡمُكَذِّبِينَ (“Maka, kecelakaan yang besarlah di hari itu bagi orang-orang yang mendustakan.”) maksudnya, kecelakaan [ditimpakan] kepada mereka pada hari itu karena adzab Allah, dan siksa-Nya Dia timpakan kepada mereka.

Tafsir Kemenag: Dalam ayat ini Allah menerangkan kepada siapa azab itu ditimpakan setelah terjadinya guncangan langit dan beterbangan gunung-gunung yaitu kepada orang-orang pendusta yang bergelimang dengan kebatilan dan selalu menolak kebenaran serta tidak ingat akan adanya hari perhitungan dan tidak pernah takut akan adanya siksaan Tuhan.

Tafsir Quraish Shihab: Maka kebinasaan yang besarlah pada hari itu untuk orang-orang yang mendustakan kebenaran. Yaitu orang-orang yang bermain-main dalam kepalsuan.

Surah Ath-Thur Ayat 12
ٱلَّذِينَ هُمۡ فِى خَوۡضٍ يَلۡعَبُونَ

Terjemahan: (yaitu) orang-orang yang bermain-main dalam kebathilan,

Tafsir Jalalain: ٱلَّذِينَ هُمۡ فِى خَوۡضٍ (Yaitu orang-orang yang dalam kebatilan) dalam perkara yang batil يَلۡعَبُونَ (mereka bermain-main) mereka sibuk dengan kekafiran mereka.

Tafsir Ibnu Katsir: ٱلَّذِينَ هُمۡ فِى خَوۡضٍ يَلۡعَبُونَ (“[Yaitu] orang-orang yang bermain-main dalam kebathilan.”) yakni di dunia mereka tenggelam dalam kebathilan dan mereka menjadikan agama sebagai permainan dan senda gurau.

Tafsir Kemenag: Dalam ayat ini Allah menerangkan kepada siapa azab itu ditimpakan setelah terjadinya guncangan langit dan beterbangan gunung-gunung yaitu kepada orang-orang pendusta yang bergelimang dengan kebatilan dan selalu menolak kebenaran serta tidak ingat akan adanya hari perhitungan dan tidak pernah takut akan adanya siksaan Tuhan.

Tafsir Quraish Shihab: Maka kebinasaan yang besarlah pada hari itu untuk orang-orang yang mendustakan kebenaran. Yaitu orang-orang yang bermain-main dalam kepalsuan.

Surah Ath-Thur Ayat 13
يَوۡمَ يُدَعُّونَ إِلَىٰ نَارِ جَهَنَّمَ دَعًّا

Terjemahan: pada hari mereka didorong ke neraka Jahannam dengan sekuat-kuatnya.

Tafsir Jalalain: يَوۡمَ يُدَعُّونَ إِلَىٰ نَارِ جَهَنَّمَ دَعًّا (pada hari mereka didorong ke neraka Jahanam dengan sekuat-kuatnya) mereka didorong dengan kasar. Lafal ayat ini menjadi Badal dari lafal Yauma Tamuuru. Kemudian dikatakan kepada mereka dengan nada mencemoohkan,.

Tafsir Ibnu Katsir: يَوۡمَ يُدَعُّونَ (“Pada hari mereka didorong”) yakni digelincirkan, إِلَىٰ نَارِ جَهَنَّمَ دَعًّا (“Ke neraka jahanam dengan sekuat-kuatnya”) Mujahid, Asy-Sya’bi, Muhammad bin Ka’ab, adl-Dlahhak, as-Suddi, dan ats-Tsauri berkata: “Mereka didorong ke dalamnya dengan sekali dorong.”

Tafsir Kemenag: Dalam ayat ini Allah menerangkan bahwa orang-orang yang berbuat kejahatan tersebut, pada hari itu mereka dihardik dan didorong dengan paksa ke dalam neraka Jahanam, yang apinya selalu membakar dan menyala-nyala. (.

Tafsir Quraish Shihab: Hari ketika mereka didorong ke neraka Jahanam dengan sekuat-kuatnya.

Surah Ath-Thur Ayat 14
هَٰذِهِ ٱلنَّارُ ٱلَّتِى كُنتُم بِهَا تُكَذِّبُونَ

Terjemahan: (Dikatakan kepada mereka): “Inilah neraka yang dahulu kamu selalu mendustakannya”.

Tafsir Jalalain: هَٰذِهِ ٱلنَّارُ ٱلَّتِى كُنتُم بِهَا تُكَذِّبُونَ (“Inilah neraka yang dahulu kalian selalu mendustakannya”).

Tafsir Ibnu Katsir: هَٰذِهِ ٱلنَّارُ ٱلَّتِى كُنتُم بِهَا تُكَذِّبُونَ (“Inilah neraka yang dahulu kamu selalu mendustakanya.”) maksudnya, malaikat Zabaniyah mengatakan hal tersebut kepada mereka sebagai hinaan dan celaan.

Tafsir Kemenag: Setelah mereka dekat dengan neraka, para penjaga menegaskan dengan ejekan, “Inilah neraka, yang dahulu kamu dustakan di dunia.” Pendustaan mereka terhadap neraka berarti dusta mereka terhadap rasul yang telah membawa berita tentang neraka itu, dengan wahyu yang telah diturunkan kepadanya.

Tafsir Quraish Shihab: Dikatakan kepada mereka, “Inilah neraka yang dulu kalian dustakan di dunia.

Surah Ath-Thur Ayat 15
أَفَسِحۡرٌ هَٰذَآ أَمۡ أَنتُمۡ لَا تُبۡصِرُونَ

Terjemahan: Maka apakah ini sihir? Ataukah kamu tidak melihat?

Tafsir Jalalain: أَفَسِحۡرٌ هَٰذَآ (Maka apakah ini sihir) maksudnya, apakah azab yang kalian lihat sekarang seperti juga apa yang kalian katakan mengenai wahyu, bahwa itu adalah sihir. أَمۡ أَنتُمۡ لَا تُبۡصِرُونَ (Ataukah kalian tidak melihat?).

Tafsir Ibnu Katsir: أَفَسِحۡرٌ هَٰذَآ أَمۡ أَنتُمۡ لَا تُبۡصِرُونَ (“Maka apakah ini sihir? Ataukah kamu tidak melihat?”) maksudnya masuklah ke dalamnya seperti masuknya orang-orang yang diselimuti dari semua arah.

Tafsir Kemenag: Karena itu dalam ayat ini Allah mengejek mereka, yaitu orang-orang musyrik yang ketika di dunia menganggap Muhammad saw tukang sihir yang menyihir akal dan menutup mata mereka.

Allah swt mengejek mereka ketika mereka diazab di akhirat. “Apakah yang mereka lihat dengan mata kepala mereka sekarang ini, seperti azab yang diberitahukan kepada mereka di dunia itu, ataukah mereka masih terlena oleh sihir seperti dahulu mereka menganggap Muhammad saw menyihir mereka di dunia, ataukah mata mereka tidak melihat apa-apa?” Sungguh azab itu telah menjadi kenyataan, mata mereka tidak kena sihir dan tidak pula ditutupi.

Jelasnya apakah dalam penglihatan mereka ada keraguan ataukah mata mereka sedang sakit? Tidak, kedua-duanya tidak, yang mereka lihat itu adalah kenyataan yang sebenarnya.

Tafsir Quraish Shihab: Apakah kalian tetap ingkar sehingga kalian mengatakan bahwa neraka yang kalian saksikan ini adalah sihir? Ataukah kalian tidak dapat melihat?

Surah Ath-Thur Ayat 16
ٱصۡلَوۡهَا فَٱصۡبِرُوٓاْ أَوۡ لَا تَصۡبِرُواْ سَوَآءٌ عَلَيۡكُمۡ إِنَّمَا تُجۡزَوۡنَ مَا كُنتُمۡ تَعۡمَلُونَ

Terjemahan: Masukklah kamu ke dalamnya (rasakanlah panas apinya); maka baik kamu bersabar atau tidak, sama saja bagimu; kamu diberi balasan terhadap apa yang telah kamu kerjakan.

Tafsir Jalalain: ٱصۡلَوۡهَا فَٱصۡبِرُوٓاْ (Masukilah ia dan bersabarlah kalian) menanggung azabnya أَوۡ لَا تَصۡبِرُواْ (atau kalian tidak bersabar) kalian tidak tahan سَوَآءٌ عَلَيۡكُمۡ (sama saja bagi kalian) karena sesungguhnya kesabaran kalian tidak ada manfaatnya sama sekali إِنَّمَا تُجۡزَوۡنَ مَا كُنتُمۡ تَعۡمَلُونَ (sesungguhnya kalian hanya diberi balasan terhadap apa yang telah kalian kerjakan) tentang pembalasannya.

Tafsir Ibnu Katsir: فَٱصۡبِرُوٓاْ أَوۡ لَا تَصۡبِرُواْ سَوَآءٌ عَلَيۡكُمۡ (“Maka baik kamu bersabar atau tidak, sama saja bagimu.”) maksudnya, sama saja, baik kalian bersabar terhadap adzab dan siksaannya atau kalian tidak bersabar, maka tidak ada tempat berlindung bagi kalian darinya dan tidak pula ada tempat menyelamatkan diri bagi kalian darinya.

إِنَّمَا تُجۡزَوۡنَ مَا كُنتُمۡ تَعۡمَلُونَ (“Kamu diberi balasan terhadap apa yang telah kamu kerjakan.”) maksudnya, Allah tidak akan pernah mendzalimi seorangpun. Bahkan sebaliknya, Dia senantiasa memberikan balasan kepada setiap orang sesuai dengan amalnya.

Tafsir Kemenag: Ketika mereka tidak dapat mengingkari kenyataan dan mengakui bahwa itu bukan sihir dan bukan pula akibat salah melihat, Allah swt memerintahkan kepada mereka supaya masuk ke dalam api neraka untuk merasakan panasnya api neraka.

Kemudian Allah swt menjelaskan bahwa bersabar atau tidak, keadaannya serupa bagi mereka. Karena seorang yang tidak sabar akan sesuatu, maka ia berusaha untuk menolaknya baik dengan menjauhinya atau pun dengan mengatasinya.

Namun, lain halnya dengan hari kebangkitan sebab azab di akhirat tidak sama dengan azab di dunia karena orang yang diazab di dunia, bila ia bersabar ia akan mendapat manfaat dari kesabarannya, baik manfaat yang berupa balasan di akhirat nanti maupun pujian di dunia berkenaan dengan kesabaran dan ketabahannya.

Dan kalau dia tidak sabar dengan pengertian berkeluh-kesah tentulah ia dicela dan dianggap kekanak-kanakan. Akan tetapi kesabaran di akhirat tidak ada manfaatnya karena akhirat bukan tempat beramal tetapi untuk mendapat ganjaran dan pembalasan.

Pada akhir ayat ini Allah swt menegaskan bahwa manusia itu akan menerima pembalasan dari Allah. Jika perbuatan mereka di dunia baik, mereka akan menerima balasan yang baik pula di akhirat. Dan jika perbuatan mereka di dunia jahat, mereka di akhirat akan menerima balasan setimpal dengan kejahatannya. Allah berfirman: Dan Tuhanmu tidak menzalimi seorang jua pun. (al-Kahf/18: 49)

Tegasnya Allah akan membalas setiap orang sesuai dengan perbuatannya. Balasan itu akan diterima apakah bersabar atau tidak, pasti terlaksana.

Tafsir Quraish Shihab: Masuklah ke dalamnya dan rasakanlah panasnya. Baik kalian akan bersabar dengan kekerasannya ataupun tidak, kesabaran dan ketidaksabaran kalian itu akan sama saja artinya bagi kalian. Pada hari ini kalian benar-benar mendapatkan balasan atas apa yang kalian kerjakan di dunia.”

Shadaqallahul ‘adzhim. Alhamdulillah, kita telah pelajari bersama kandungan Surah Ath-Thur Ayat 1-16 berdasarkan Tafsir Jalalain, Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir Kemenag dan Tafsir Quraish Shihab. Semoga menambah khazanah ilmu Al-Qur’an kita.

M Resky S