Surah Luqman Ayat 13-15; Terjemahan dan Tafsir Al-Qur’an

Surah Luqman Ayat 13-15

Pecihitam.org – Kandungan Surah Luqman Ayat 13-15 ini, Allah memerintahkan kepada manusia agar berbakti kepada kedua orang tuanya dengan berusaha melaksanakan perintah-perintahnya dan mewujudkan keinginannya. seorang anak harus taat dan berbuat baik kepada bapaknya.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Hal ini menunjukkan bahwa kesukaran dan penderitaan ibu dalam mengandung, memelihara, dan mendidik anaknya jauh lebih berat bila dibandingkan dengan penderitaan yang dialami bapak dalam memelihara anaknya.

Terjemahan dan Tafsir Al-Qur’an Surah Luqman Ayat 13-15

Surah Luqman Ayat 13
وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لِابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَا بُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ

Terjemahan: “Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar”.

Tafsir Jalalain: وَ (Dan) ingatlah إِذْ قَالَ لُقْمَانُ لِابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَا بُنَيَّ (ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia menasihatinya, “Hai anakku) lafal bunayya adalah bentuk tashghir yang dimaksud adalah memanggil anak dengan nama kesayangannya لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ (janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan) Allah itu لَظُلْمٌ عَظِيمٌ (adalah benar-benar kelaliman yang besar.”) Maka anaknya itu bertobat kepada Allah dan masuk Islam.

Tafsir Ibnu Katsir: Allah Ta’ala berfirman mengabarkan tentang wasiat Luqman kepada puteranya, yaitu Luqman bin ‘Anqa’ bin Sadun. Sedangkan nama puteranya adalah Tsaran, menurut suatu pendapat yang diceritakan oleh as-Suhaily. Allah telah menyebutnya dengan sebaik-baik sebutan dan diberikannya dia hikmah.

Dia memberikan wasiat kepada puteranya yang merupakan orang yang paling dikasihi dan dicintainya, dan ini hakekat dianugerahkannya ia dengan sesuatu yang paling utama. Untuk itu pertama-tama dia memberikan wasiat untuk beribadah kepada Allah Yang Mahaesa Yang tidak ada sekutu bagi-Nya.

Kemudian Dia mengingatkan, إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ (“Sesungguhnya mempersekutukan [Allah] adalah benar-benar kedhaliman yang besar.”) yakni syirik adalah kedhaliman terbesar.

Al-Bukhari meriwAyatkan bahwa ‘Abdullah berkata: Ketika turun: (“Orang-orang yang beriman dan tidak mencampur adukkan iman mereka dengan kedhaliman [syirik], mereka itulah orang-orang yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.” )(al-An’am: 82).

Hal tersebut membuat keresahan terhadap para shahabat Rasulullah saw. dan mereka bertanya: “Siapakah diantara kami yang tidak mencampuradukkan keimanan dengan kedhaliman?” Lalu Rasulullah saw. bersabda:

“Sesungguhnya bukan demikian yang dimaksud. Apakah engkau tidak mendengar perkataan Luqman: يَا بُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ (“Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan [Allah] adalah benar-benar kedhaliman yang besar.”) (HR Muslim dari hadits al-A’masy)

Tafsir Kemenag: Allah mengingatkan kepada Rasulullah nasihat yang pernah diberikan Lukman kepada putranya ketika ia memberi pelajaran kepadanya. Nasihat itu ialah, “Wahai anakku, janganlah engkau mempersekutukan sesuatu dengan Allah,

sesungguhnya mempersekutukan Allah itu adalah kezaliman yang sangat besar.” Mempersekutukan Allah dikatakan kezaliman karena perbuatan itu berarti menempatkan sesuatu tidak pada tempatnya, yaitu menyamakan sesuatu yang melimpahkan nikmat dan karunia dengan sesuatu yang tidak sanggup memberikan semua itu.

Menyamakan Allah sebagai sumber nikmat dan karunia dengan patung-patung yang tidak dapat berbuat apa-apa adalah perbuatan zalim. Perbuatan itu dianggap sebagai kezaliman yang besar karena yang disamakan dengan makhluk yang tidak bisa berbuat apa-apa itu adalah Allah Pencipta dan Penguasa semesta alam, yang seharusnya semua makhluk mengabdi dan mengham-bakan diri kepada-Nya.

Diriwayatkan oleh al-Bukhari dari Ibnu Mas’ud bahwa tatkala turun Ayat: Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan syirik, mereka itulah orang-orang yang mendapat rasa aman dan mereka mendapat petunjuk. (al-An’am/6: 82) timbullah keresahan di antara para sahabat Rasulullah saw.

Mereka berpendapat bahwa amat berat menjaga keimanan agar tidak bercampur dengan kezaliman. Mereka lalu berkata kepada Rasulullah saw, “Siapakah di antara kami yang tidak mencampuradukkan keimanan dengan kezaliman?” Maka Rasulullah menjawab, “Maksudnya bukan demikian, apakah kamu tidak mendengar perkataan Lukman, ‘Hai anakku, jangan kamu menyekutukan sesuatu dengan Allah, sesungguhnya memper-sekutukan Allah adalah kezaliman yang besar.”

Dari Ayat ini dipahami bahwa di antara kewajiban ayah kepada anak-anaknya ialah memberi nasihat dan pelajaran, sehingga anak-anaknya dapat menempuh jalan yang benar, dan terhindar dari kesesatan. Hal ini sesuai dengan firman Allah: Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu. (at-Tahrim/66: 6)

Jika diperhatikan susunan kalimat Ayat ini, maka dapat diambil kesimpulan bahwa Lukman melarang anaknya menyekutukan Tuhan. Larangan ini adalah sesuatu yang memang patut disampaikan Lukman kepada putranya karena menyekutukan Allah adalah perbuatan dosa yang paling besar.

Anak adalah generasi penerus dari orang tuanya. Cita-cita yang belum dicapai orang tua selama hidup di dunia diharapkan dapat tercapai oleh anaknya. Demikian pula kepercayaan yang dianut orang tuanya, di samping budi pekerti yang luhur, anak-anak diharapkan mewarisi dan memiliki semua nilai-nilai yang diikuti ayahnya itu di kemudian hari.

Lukman telah melakukan tugas yang sangat penting kepada anaknya, dengan menyampaikan agama yang benar dan budi pekerti yang luhur. Cara Lukman menyampaikan pesan itu wajib dicontoh oleh setiap orang tua yang mengaku dirinya muslim.

Tafsir Quraish Shihab: Dan ingatlah ketika ia berkata kepada anaknya untuk menasihatinya, “Wahai anakku, janganlah kamu menyekutukan Allah dengan yang lain, karena sesungguhnya menyekutukan Allah adalah suatu kezaliman yang besar. Sebab, dalam hal ini terdapat penyamaan antara yang berhak dan yang tidak berhak untuk disembah. “(1).

(1) Orang Arab mengenal dua tokoh yang bernama Luqmân. Pertama, Luqmân bin ‘Ad. Tokoh ini begitu diagungkan karena wibawa, kepemimpinan, ilmu, kefasihan dan kepandaiannya. Ia kerap kali dijadikan sebagai permisalan dan perumpamaan, sebagaimana dapat dilihat pada banyak buku Arab klasik.

Tokoh kedua adalah Luqmân al-Hakîm yang terkenal dengan kata-kata bijak dan Namanya kemudian menjadi nama surat ini. Ibn Hisyâm menceritkan bahwa Suwayd ibn al-Shâmit suatu ketika datang ke Mekkah. Ia adalah seorang yang cukup terhormat di kalangan mayarakatnya. Lalu Rasulullah mengajaknya untuk memeluk agama Islam.

Suwayd berkata kepada Rasulullah, “Mungkin apa yang ada padamu itu sama dengan apa yang ada padaku.” Rasulullah berkata, “Apa yang ada padamu?” Ia menjawab, “Kumpulan Hikmah Luqmân.” Kemudian Rasulullah berkata, “Tunjukkanlah padaku.” Suwayd pun menunjukkannya, lalu Rasulullah berkata, “Sungguh perkataan yang amat baik! Tetapi apa yang ada padaku lebih baik dari itu.

Baca Juga:  Surah An-Naml Ayat 76-81; Terjemahan dan Tafsir Al-Qur'an

Itulah al-Qur’ân yang diturunkan Allah kepadaku untuk menjadi petunjuk dan cahaya.” Rasulullah lalu membacakan al-Qur’ân kepadanya dan mengajaknya memeluk Islam. Imam Mâlik juga sering menyitir kata-kata mutiara Luqmân dalam al-Muwaththa’-nya.

Dalam beberapa buku tafsir dan kesusasteraan, kata mutiara Luqmân sering pula ditemukan. Selain itu, tamsil ibarat Luqmân dalam bentuk cerita dikumpulkan menjadi satu buku dengan judul Amtsâl Luqmân. Tetapi, sayang, buku itu mempunyai kelemahan dari segi diksi dan gaya bahasanya di samping banyak mengandung kesalahan-kesalahan tata bahasa dan morfologis.

Tidak adanya buku dengan judul itu dalam literatur Arab klasik, memperkuat dugaan bahwa buku ini disusun pada masa yang belum terlalu lama. Banyak pendapat mengenai siapa Luqmân al-Hakîm sebenarnya. Ada yang mengatakan bahwa ia berasal dari Nûba, dari keluarga Aylah. Ada juga yang menyebutnya dari Etiopia.

Pendapat lain mengatakan bahwa ia berasal dari Mesir selatan yang berkulit hitam. Juga ada pendapat lain menyebutkan bahwa ia seorang Ibrani. Hampir semua orang yang menceritakan riwayatnya sepakat bahwa Luqmân bukan seorang nabi. Hanya sedikit yang berpendapat bahwa ia termasuk salah seorang nabi.

Kesimpulan yang dapat kita ambil dari riwAyat-riwAyat yang menyebutkannnya adalah bahwa ia bukan orang Arab. Para periwAyat itu bersepakat untuk mengatakan demikian. Ia adalah seorang yang bijak, bukan seorang nabi. Dan ia telah memasukkan banyak kata bijak baru ke dalam literatur Arab yang kemudian mereka pakai, sebagaimana dapat ditemukan dalam banyak buku.

Surah Luqman Ayat 14
وَوَصَّيْنَا الْإِنسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْنًا عَلَى وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ

Terjemahan: “Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.

Tafsir Jalalain: وَوَصَّيْنَا الْإِنسَانَ بِوَالِدَيْهِ (Dan Kami wasiatkan kepada manusia terhadap kedua orang ibu bapaknya) maksudnya Kami perintahkan manusia untuk berbakti kepada kedua orang ibu bapaknya حَمَلَتْهُ أُمُّهُ (ibunya telah mengandungnya) dengan susah payah.

وَهْنًا عَلَى وَهْنٍ (dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah) ia lemah karena mengandung, lemah sewaktu mengeluarkan bayinya, dan lemah sewaktu mengurus anaknya di kala bayi وَفِصَالُهُ (dan menyapihnya) tidak menyusuinya lagi فِي عَامَيْنِ أَنِ (dalam dua tahun. Hendaknya) Kami katakan kepadanya.

اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ (bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang ibu bapakmu, hanya kepada Akulah kembalimu) yakni kamu akan kembali.

Tafsir Ibnu Katsir: Di dalam Ayat ini Allah berfirman: وَوَصَّيْنَا الْإِنسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْنًا عَلَى وَهْنٍ (“Dan Kami perintahkan kepada manusia [berbuat baik] kepada dua orang ibu bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah.”) Mujahid berkata: “Beratnya mengandung anak.” Qatadah berkata: “Keberatan demi keberatan.” Sedangkan ‘Atha’ al-Khurasani: “Kelemahan demi kelemahan.”

Firman-Nya: وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ (“Dan menyapihnya dalam dua tahun.”) yaitu mengasuh dan menyusuinya setelah melahirkannya selama dua tahun, sebagaimana firman Allah yang artinya: “Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan.” (al-Baqarah: 233).

Dan di sini, Ibnu ‘Abbas dan imam-imam yang lain mengambil istimbath bahwa minimal masa hamil adalah 6 bulan, karena di dalam Ayat lain Allah berfirman: (“Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan.”)(al-Ahqaaf: 15).

Allah menyebutkan pendidikan seorang ibu, kelelahan dan kesulitannya saat begadang siang dan malam, agar seorang anak dapat mengingat kebaikan yang diberikan oleh ibunya. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman:(“Dan ucapkanlah: wahai Rabb-ku, kasihanilah mereka berdua, sebagaimana mereka telah mendidik [memelihra]ku waktu kecil.”)(al-Israa’: 24)

Untuk itu Dia berfirman: أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ (“Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua ibu bapakmu, hanya kepada-Ku lah kembalimu.”) yaitu sesungguhnya Aku akan membalasmu atas semua itu secukup-cukup balasan.

Tafsir Kemenag: dalam Ayat ini, Allah memerintahkan kepada manusia agar berbakti kepada kedua orang tuanya dengan berusaha melaksanakan perintah-perintahnya dan mewujudkan keinginannya. Pada Ayat-Ayat lain, Allah juga memerintahkan yang demikian, firman-Nya: Dan Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah berbuat baik kepada ibu bapak. (al-Isra’/17: 23)

Hal-hal yang menyebabkan seorang anak diperintahkan berbuat baik kepada ibu adalah: 1. Ibu mengandung seorang anak sampai ia dilahirkan. Selama masa mengandung itu, ibu menahan dengan sabar penderitaan yang cukup berat, mulai pada bulan-bulan pertama, kemudian kandungan itu semakin lama semakin berat, dan ibu semakin lemah, sampai ia melahirkan.

Kekuatannya baru pulih setelah habis masa nifas. 2. Ibu menyusui anaknya sampai usia dua tahun. Banyak penderitaan dan kesukaran yang dialami ibu dalam masa menyusukan anaknya. Hanya Allah yang mengetahui segala penderitaan itu.

Dalam Ayat ini yang disebutkan hanya alasan mengapa seorang anak harus taat dan berbuat baik kepada ibunya, tidak disebutkan apa sebabnya seorang anak harus taat dan berbuat baik kepada bapaknya. Hal ini menunjukkan bahwa kesukaran dan penderitaan ibu dalam mengandung, memelihara, dan mendidik anaknya jauh lebih berat bila dibandingkan dengan penderitaan yang dialami bapak dalam memelihara anaknya.

Penderitaan itu tidak hanya berupa pengorbanan sebagian dari waktu hidupnya untuk memelihara anaknya, tetapi juga penderitaan jasmani dan rohani. Seorang ibu juga menyediakan zat-zat penting dalam tubuhnya untuk makanan anaknya selama anaknya masih berupa janin di dalam kandungan. Sesudah lahir ke dunia, sang anak itu lalu disusukannya dalam masa dua tahun (yang utama).

Air susu ibu (ASI) juga terdiri dari zat-zat penting dalam darah ibu, yang disuguhkan dengan kasih sayang untuk dihisap oleh anaknya. Dalam ASI ini terdapat segala macam zat yang diperlukan untuk pertumbuhan jasmani dan rohani anak, dan untuk mencegah segala macam penyakit. Zat-zat ini tidak terdapat pada susu sapi.

Oleh sebab itu, susu sapi dan yang sejenisnya tidak akan sama mutunya dengan ASI. Segala macam susu bubuk atau susu kaleng tidak ada yang sama mutunya dengan ASI. Seorang ibu sangat dihimbau untuk menyusui anaknya dengan ASI. Janganlah ia menggantinya dengan susu bubuk, kecuali dalam situasi yang sangat memaksa.

Baca Juga:  Surah Luqman Ayat 25-26; Terjemahan dan Tafsir Al-Qur'an

Mendapatkan ASI dari ibunya adalah hak anak, dan menyusukan anak adalah suatu kewajiban yang telah dibebankan Allah kepada ibunya. Dalam Ayat ini, Allah hanya menyebutkan sebab-sebab manusia harus taat dan berbuat baik kepada ibunya.

Nabi saw sendiri memerintahkan agar seorang anak lebih mendahulukan berbuat baik kepada ibunya daripada kepada bapaknya, sebagaimana diterangkan dalam hadis: Dari Bahz bin hakim, dari bapaknya, dari kakeknya, ia berkata, “Aku bertanya ya Rasulullah, kepada siapakah aku wajib berbakti?” Rasulullah menjawab, “Kepada ibumu.” Aku bertanya, “Kemudian kepada siapa?” Rasulullah menjawab, “Kepada ibumu.” Aku bertanya, “Kemudian kepada siapa lagi?” Rasulullah menjawab, “Kepada ibumu.” Aku bertanya, “Kemudian kepada siapa lagi?” Rasulullah menjawab, “Kepada bapakmu. Kemudian kepada kerabat yang lebih dekat, kemudian kerabat yang lebih dekat.” (RiwAyat Abu Dawud dan at-Tirmidzi)

Adapun tentang lamanya menyusukan anak, Al-Qur’an memerintahkan agar seorang ibu menyusukan anaknya paling lama dua tahun, sebagaimana yang diterangkan dalam Ayat ini, dengan firman-Nya, “dan menyapihnya dalam masa dua tahun.” Dalam Ayat lain, Allah menentukan masa untuk menyusukan anak itu selama dua tahun.

Allah berfirman: Dan ibu-ibu hendaklah menyusui anak-anaknya selama dua tahun penuh, bagi yang ingin menyusui secara sempurna. (al-Baqarah/2: 233) Firman-Nya lagi: Masa mengandung sampai menyapihnya selama tiga puluh bulan. (al-Ahqaf/46: 15)

Pengertian Ayat di atas adalah waktu yang dibutuhkan seorang ibu mengandung anaknya minimal enam bulan, dan masa menyusui dua puluh empat bulan atau dua tahun. Jika keduanya dijumlahkan akan ketemu bilangan 30 bulan. Al-Qur’an mengajarkan bahwa seorang ibu hendaknya menyusui anaknya dalam masa dua tahun.

Pada Ayat 233 surah al-Baqarah diterangkan bahwa masa menyusui dua tahun itu adalah bagi seorang ibu yang hendak menyusukan anaknya dengan sempurna. Maksudnya, bila ada sesuatu halangan, atau masa dua tahun itu dirasakan amat berat, maka boleh dikurangi. Masa menyusui dua tahun mengandung hikmah lainnya, yaitu untuk menjarangkan kelahiran.

Dengan menjalankan pengaturan yang alami ini, seorang ibu hanya akan melahirkan paling cepat sekali dalam masa tiga tahun, atau kurang sedikit. Sebab dalam masa menyusui, seorang perempuan pada umumnya sukar untuk hamil kembali.

Kemudian Allah menjelaskan bahwa maksud dari “berbuat baik” dalam Ayat ini adalah agar manusia selalu bersyukur setiap menerima nikmat-nikmat yang telah dilimpahkan kepada mereka, dan bersyukur pula kepada ibu bapak karena keduanya yang membesarkan, memelihara, dan mendidik serta bertanggung jawab atas diri mereka, sejak dalam kandungan sampai mereka dewasa dan sanggup berdiri sendiri.

Masa membesarkan anak merupakan masa sulit karena ibu bapak menanggung segala macam kesusahan dan penderitaan, baik dalam menjaga maupun dalam usaha mencarikan nafkah anaknya. Ibu-bapak dalam Ayat ini disebut secara umum, tidak dibedakan antara ibu bapak yang muslim dengan yang kafir.

Oleh karena itu, dapat dipahami bahwa anak wajib berbuat baik kepada ibu bapaknya, apakah ibu bapaknya itu muslim atau kafir. Di samping apa yang disebutkan di atas, masih ada beberapa hal yang mengharuskan anak menghormati dan berbuat baik kepada ibu bapak, antara lain: 1. Ibu dan bapak telah mencurahkan kasih sayangnya kepada anak-anaknya.

Cinta dan kasih sayang itu terwujud dalam berbagai bentuk, di antaranya ialah membesarkan, mendidik, menjaga, dan memenuhi keinginan-keinginan anaknya. Usaha-usaha yang tidak mengikat itu dilakukan tanpa mengharapkan balasan apa pun dari anak-anaknya, kecuali agar mereka di kemudian hari menjadi anak yang berguna bagi agama, nusa, dan bangsa.

2. Anak adalah buah hati dan jantung dari ibu bapaknya, seperti yang disebutkan dalam suatu riwAyat bahwa Rasulullah bersabda, “Fatimah adalah buah hatiku.” 3. Sejak dalam kandungan, lalu dilahirkan ke dunia hingga dewasa, kebutuhan makan, minum, pakaian, dan keperluan lain anak-anak ditanggung oleh ibu bapaknya.

Dengan perkataan lain dapat diungkapkan bahwa nikmat yang paling besar yang diterima oleh seorang manusia adalah nikmat dari Allah, kemudian nikmat yang diterima dari ibu bapaknya. Itulah sebabnya, Allah meletakkan kewajiban berbuat baik kepada kedua ibu bapak, sesudah kewajiban beribadah kepada-Nya.

Pada akhir Ayat ini, Allah memperingatkan bahwa manusia akan kembali kepada-Nya, bukan kepada orang lain. Pada saat itu, Dia akan memberikan pembalasan yang adil kepada hamba-hamba-Nya. Perbuatan baik akan dibalas pahala yang berlipat ganda berupa surga, sedangkan perbuatan jahat akan dibalas dengan azab neraka.

Tafsir Quraish Shihab: Dan telah Kami perintahkan kepada manusia untuk berbakti kepada orangtuanya, dengan menjadikan ibunya lebih dihormati. Karena ia telah mengandungnya sehingga menjadi semakin bertambah lemah. Lalu kandungan itu sedikit demi sedikit membesar.

Ibu kemudian menyapihnya dalam dua tahun. Dan telah Kami wasiatkan kepadanya, “Bersyukurlah kepada Allah dan kedua orangtuamu. Kepada-Nyalah tempat kembali untuk perhitungan dan pembalasan.

Surah Luqman Ayat 15
وَإِن جَاهَدَاكَ عَلَى أَن تُشْرِكَ بِي مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَا وَصَاحِبْهُمَا فِي الدُّنْيَا مَعْرُوفًا وَاتَّبِعْ سَبِيلَ مَنْ أَنَابَ إِلَيَّ ثُمَّ إِلَيَّ مَرْجِعُكُمْ فَأُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ

Terjemahan: “Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.

Tafsir Jalalain: وَإِن جَاهَدَاكَ عَلَى أَن تُشْرِكَ بِي مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ (Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu) yakni pengetahuan yang sesuai dengan kenyataannya فَلَا تُطِعْهُمَا وَصَاحِبْهُمَا فِي الدُّنْيَا مَعْرُوفًا (maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan cara yang makruf) yaitu dengan berbakti kepada keduanya dan menghubungkan silaturahmi dengan keduanya.

وَاتَّبِعْ سَبِيلَ (dan ikutilah jalan) tuntunan مَنْ أَنَابَ (orang yang kembali) orang yang bertobat إِلَيَّ (kepada-Ku) dengan melakukan ketaatan ثُمَّ إِلَيَّ مَرْجِعُكُمْ فَأُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ (kemudian hanya kepada Akulah kembali kalian, maka Kuberitakan kepada kalian apa yang telah kalian kerjakan) Aku akan membalasnya kepada kalian. Jumlah kalimat mulai dari Ayat 14 sampai dengan akhir Ayat 15 yaitu mulai dari lafal wa washshainal insaana dan seterusnya merupakan jumlah i’tiradh, atau kalimat sisipan.

Baca Juga:  Kinayah Dalam Al-Quran, Apakah Itu? Ini Penjelasannya!

Tafsir Ibnu Katsir: Dan firman-Nya: وَإِن جَاهَدَاكَ عَلَى أَن تُشْرِكَ بِي مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَا (“Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutuakn dengan-Ku sesuatu yang tidak ada pengetahuan tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya.”) yaitu jika keduanya antusias untuk memaksakan agamanya, maka janganlah engkau menerimanya dan hal itupun tidak boleh menghalangimu untuk berbuat baik kepada keduanya di dunia secara ma’ruf, yaitu secara baik kepada keduanya.

وَاتَّبِعْ سَبِيلَ مَنْ أَنَابَ إِلَيَّ (“Dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku.”) yaitu orang-orang yang beriman. ثُمَّ إِلَيَّ مَرْجِعُكُمْ فَأُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ (“Kemudian hanya kepada-Ku-lah kembalimu, maka Ku-beritahukan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.”)

Ath-Thabrani berkata dalam kitab al-‘Asyrah, dari Dawud bin Abi Hind, bahwa Sa’ad bin Malik berkata: “Diturunkan Ayat ini: وَإِن جَاهَدَاكَ عَلَى أَن تُشْرِكَ بِي مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَا (“Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutuakn dengan-Ku sesuatu yang tidak ada pengetahuan tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya.”) dan Ayat seterusnya.

Dahulu aku adalah seorang laki-laki yang berbakti kepada ibuku, lalu ketika aku masuk Islam ibuku berkata: ‘Hai Sa’ad, apa yang terjadi padamu apa yang aku lihat ini? Engkau akan tinggalkan agamamu ini atau aku tidak akan makan dan minum hingga aku mati. Maka karena aku, engkau akan dipanggil: hai pembunuh ibunya.’ Lalu aku berkata: ‘Jangan engkau lakukan hai ibu. Karena aku tidak akan meninggalkan agamaku karena apapun.’

Maka dia melakukannya satu hari satu malam tidak makan, dia telah bersungguh-sungguh untuk melakukan hal itu. Lalu iapun melakukannya pula satu hari satu malam tidak makan, diapun berusaha untuk melakukan itu. Lalu iapun melakukan lagi satu hari satu malam tidak makan, dia sangat bersungguh-sungguh untuk melakukan itu.

Setelah aku menyaksikan ibuku seperti itu, aku berkata kepadanya: ‘Wahai ibuku, harap engkau ketahui. Demi Allah, seandainya engkau memiliki seratus jiwa dan jiwa itu satu persatu meninggalkanmu, agar aku meninggalkan agamaku, demi Allah aku tidak akan meninggalkan agamaku, demi Allah aku tidak akan meninggalkan agamaku ini apa pun yang terjadi. Maka makanlah kalau mau engkau makan, kalau tidak mau itu terserah pada ibu.’ Lalu iapun makan.”

Tafsir Kemenag: DiriwAyatkan bahwa Ayat ini diturunkan berhubungan dengan Sa’ad bin Abi Waqqash, ia berkata, “Tatkala aku masuk Islam, ibuku bersumpah bahwa beliau tidak akan makan dan minum sebelum aku meninggalkan agama Islam itu. Untuk itu pada hari pertama aku mohon agar beliau mau makan dan minum, tetapi beliau menolaknya dan tetap bertahan pada pendiriannya.

Pada hari kedua, aku juga mohon agar beliau mau makan dan minum, tetapi beliau masih tetap pada pendiriannya. Pada hari ketiga, aku mohon kepada beliau agar mau makan dan minum, tetapi tetap menolaknya. Oleh karena itu, aku berkata kepadanya, ‘Demi Allah, seandainya ibu mempunyai seratus jiwa dan keluar satu persatu di hadapan saya sampai ibu mati, aku tidak akan meninggalkan agama yang aku peluk ini.

Setelah ibuku melihat keyakinan dan kekuatan pendirianku, maka beliau pun mau makan.” Dari sebab turun Ayat ini dapat diambil pengertian bahwa Sa’ad tidak berdosa karena tidak mengikuti kehendak ibunya untuk kembali kepada agama syirik.

Hukum ini berlaku pula untuk seluruh umat Nabi Muhammad yang tidak boleh taat kepada orang tuanya mengikuti agama syirik dan perbuatan dosa yang lain. Ayat ini menerangkan bahwa dalam hal tertentu, seorang anak dilarang menaati ibu bapaknya jika mereka memerintahkannya untuk menyekutukan Allah, yang dia sendiri memang tidak mengetahui bahwa Allah mempunyai sekutu, karena memang tidak ada sekutu bagi-Nya.

Sepanjang pengetahuan manusia, Allah tidak mempunyai sekutu. Karena menurut naluri, manusia harus mengesakan Tuhan. Selanjutnya Allah memerintahkan agar seorang anak tetap bersikap baik kepada kedua ibu bapaknya dalam urusan dunia, seperti menghormati, menyenangkan hati, serta memberi pakaian dan tempat tinggal yang layak baginya, walaupun mereka memaksanya mempersekutukan Tuhan atau melakukan dosa yang lain.

Pada Ayat lain diperingatkan bahwa seseorang anak wajib mengucapkan kata-kata yang baik kepada ibu bapaknya. Jangan sekali-kali bertindak atau mengucapkan kata-kata yang menyinggung hatinya, sekalipun hanya kata-kata “ah”. Allah berfirman: ?maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan “ah”. (al-Isra’/17: 23)

Pada akhir Ayat ini kaum Muslimin diperintahkan agar mengikuti jalan orang yang menuju kepada Allah, Tuhan Yang Maha Esa, dan tidak mengikuti jalan orang yang menyekutukan-Nya dengan makhluk. Kemudian Ayat ini ditutup dengan peringatan dari Allah bahwa hanya kepada-Nya manusia kembali, dan Ia akan memberitahukan apa-apa yang telah mereka kerjakan selama hidup di dunia.

Tafsir Quraish Shihab: Dan apabila kedua orangtuamu memaksamu untuk menyekutukan Allah dengan sesuatu yang kamu ketahui bahwa dia tidak pantas untuk disembah, maka janganlah kalian menaati mereka. Pergaulilah mereka berdua di dunia dengan baik. Dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada ketauhidan dan keikhlasan.

Kemudian kepada-Kulah tempat kembali kalian semua, kemudian Aku akan memberitahukan kepada kalian kebaikan dan keburukan yang telah kalian lakukan, agar Aku memberikan balasan atasnya.”

Shadaqallahul ‘adzhim. Alhamdulillah, kita telah pelajari bersama kandungan Surah Luqman Ayat 13-15berdasarkan Tafsir Jalalain, Tafsir Ibnu Katsir dan Tafsir Kemenag serta Tafsir al-miisbah. Semoga menambah khazanah ilmu Al-Qur’an kita.

M Resky S