Pecihitam.org – Kandungan Surah Qaf Ayat 36-40 ini, Allah menjelaskan bahwa banyak sekali di antara umat manusia sebelum Nabi Muhammad seperti kaum ‘Ad, Samud, Tubba’, dan lain-lain, tubuh dan kekuatan fisik mereka jauh lebih kuat dari manusia sekarang. Mereka telah menjelajahi beberapa negeri, melaksanakan berbagai usaha untuk mencari rezeki dan menumpuk kekayaan dengan segala macam kecerdikan, tetapi ternyata mereka tidak dapat menghindarkan diri dari azab Allah.
Sesungguhnya dalam peristiwa azab ditimpakan kepada mereka benar-benar terdapat peringatan yang sangat jelas bagi mereka yang menggunakan akalnya yang sehat atau menggunakan pandangannya, sambil menyaksikan faktafakta kenyataannya sehingga timbul kesadaran dan keinginan mawas diri.
Terjemahan dan Tafsir Al-Qur’an Surah Qaf Ayat 36-40
Surah Qaf Ayat 36
وَكَمۡ أَهۡلَكۡنَا قَبۡلَهُم مِّن قَرۡنٍ هُمۡ أَشَدُّ مِنۡهُم بَطۡشًا فَنَقَّبُواْ فِى ٱلۡبِلَٰدِ هَلۡ مِن مَّحِيصٍ
Terjemahan: Dan berapa banyaknya umat-umat yang telah Kami binasakan sebelum mereka yang mereka itu lebih besar kekuatannya daripada mereka ini, maka mereka (yang telah dibinasakan itu) telah pernah menjelajah di beberapa negeri. Adakah (mereka) mendapat tempat lari (dari kebinasaan)?
Tafsir Jalalain: وَكَمۡ أَهۡلَكۡنَا قَبۡلَهُم مِّن قَرۡنٍ (Dan berapa banyaknya umat-umat yang telah Kami binasakan sebelum mereka) sebelum orang-orang kafir Quraisy Kami telah membinasakan banyak umat yang kafir هُمۡ أَشَدُّ مِنۡهُم بَطۡشًا (yang mereka itu lebih besar kekuatannya daripada mereka ini) maksudnya umat-umat dahulu itu jauh lebih kuat daripada mereka,
فَنَقَّبُواْ (maka mereka telah pernah menjelajah) telah mengembara فِى ٱلۡبِلَٰدِ هَلۡ مِن مَّحِيصٍ (di beberapa negeri. Adakah mereka mendapat tempat lari) dari kematian; yang dimaksud adalah mereka yang telah dibinasakan atau lainnya. Maka ternyata mereka tidak dapat menemukan jalan untuk melarikan diri dari kematian.
Tafsir Ibnu Katsir: Allah berfirman, berapa banyak umat-umat yang telah Kami binasakan sebelum para pendusta itu: مِّن قَرۡنٍ هُمۡ أَشَدُّ مِنۡهُم بَطۡشًا (“Yang mereka itu lebih besar kekuatannya daripada mereka itu.”) maksudnya, jumlah mereka lebih banyak dan lebih kuat daripada mereka.
Mereka telah banyak meninggalkan jejak di muka bumi dan mereka pun telah membangunnya lebih dari pembangunan yang dilakukan oleh para pendusta tersebut. Oleh karena itu, di sini Allah Ta’ala berfirman:
فَنَقَّبُواْ فِى ٱلۡبِلَٰدِ هَلۡ مِن مَّحِيصٍ (“Maka, mereka [yang telah dibinasakan itu] telah pernah menjelajah di beberapa negeri. Adakah [mereka] mendapat tempat lari?”) Ibnu ‘Abbas mengatakan: “Mereka telah membuat peninggalan di dalamnya.”
Dan mengenai firman Allah Ta’ala: فَنَقَّبُواْ فِى ٱلۡبِلَٰدِ (“Maka, mereka [yang telah dibinasakan itu] telah pernah menjelajah di beberapa negeri.”) Mujahid berkata: “Mereka telah melakukan perjalanan di muka bumi.” Qatadah berkata:
“Lalu mereka berjalan ke penjuru bumi untuk mencari rizki, berdagang dan berusaha. Dan mereka telah menjelajahi negeri-negeri itu lebih banyak daripada penjelajahan yang pernah kalian lakukan. Dan orang yang mengelilingi negeri disebut naqqah.” Umru-ul Qais pernah berkata: “Aku sudah pernah melakukan perjalanan ke belahan dunia sehingga aku senang dengan ghanimah pada waktu pulang.”
Dan firman-Nya: هَلۡ مِن مَّحِيصٍ (“Adakah [mereka] mendapat tempat lari?”) maksudnya, apakah masih ada tempat berlindung bagi mereka dari ketetapan dan takdir Allah? Apakah yang mereka kumpulkan itu akan bermanfaat bagi mereka dan dapat menghindarkan mereka dari azab Allah jika adzab itu menimpa mereka mengingat mereka telah mendustakan para Rasul? Dan kalian pun tidak mempunyai tempat pelarian, tempat menghindar, dan tidak pula tempat berlindung.
Tafsir Kemenag: Allah menjelaskan bahwa banyak sekali di antara umat manusia sebelum Nabi Muhammad seperti kaum ‘Ad, Samud, Tubba’, dan lain-lain, tubuh dan kekuatan fisik mereka jauh lebih kuat dari manusia sekarang.
Mereka telah menjelajahi beberapa negeri, melaksanakan berbagai usaha untuk mencari rezeki dan menumpuk kekayaan dengan segala macam kecerdikan, tetapi ternyata mereka tidak dapat menghindarkan diri dari azab Allah. Mereka semuanya telah binasa akibat kekufuran mereka kepada Allah dan pembangkangan terhadap seruan para rasul-Nya. Apakah mereka itu dapat lolos atau dapat menghindarkan diri dari kebinasaan itu?
Tafsir Quraish Shihab: Berapa banyak umat-umat terdahulu, sebelum mereka, yang mendustakan telah Kami binasakan. Umat- umat tersebut lebih besar kekuatannya daripada mereka sehingga dapat menjelajahi berbagai negeri dan mengadakan penelitian dan pencarian. Tetapi apakah mereka mendapatkan tempat lari dari kebinasaan?
Surah Qaf Ayat 37
إِنَّ فِى ذَٰلِكَ لَذِكۡرَىٰ لِمَن كَانَ لَهُۥ قَلۡبٌ أَوۡ أَلۡقَى ٱلسَّمۡعَ وَهُوَ شَهِيدٌ
Terjemahan: Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat peringatan bagi orang-orang yang mempunyai akal atau yang menggunakan pendengarannya, sedang dia menyaksikannya.
Tafsir Jalalain: إِنَّ فِى ذَٰلِكَ (Sesungguhnya pada yang demikian itu) pada hal-hal yang telah disebutkan itu لَذِكۡرَىٰ (benar-benar terdapat peringatan) yakni pelajaran لِمَن كَانَ لَهُۥ قَلۡبٌ (bagi orang yang mempunyai akal) pikiran أَوۡ أَلۡقَى ٱلسَّمۡعَ (atau yang menggunakan pendengarannya) artinya, mau mendengar nasihat وَهُوَ شَهِيدٌ (sedangkan dia menyaksikannya) maksudnya, hatinya hadir.
Tafsir Ibnu Katsir: Firman Allah: إِنَّ فِى ذَٰلِكَ لَذِكۡرَىٰ (“Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat peringatan.”) yakni sebagai pelajaran, لِمَن كَانَ لَهُۥ قَلۡبٌ (“Bagi orang-orang yang mempunyai hati.”) yang selalu menyadarinya. Mujahid mengatakan: “Yaitu yang mempunyai akal.”
أَوۡ أَلۡقَى ٱلسَّمۡعَ وَهُوَ شَهِيدٌ (“Atau yang menggunakan pendengarannya, sedang ia menyaksikannya.”) yakni mendengarkan ucapan, menyadari, memikirkan dengan pikirannya, dan memahami dengan hatinya. Adl-Dlahhak mengatakan: “Masyarakat Arab biasa mengatakan:
alqaa fulaanun sam’aHu (si fulan menggunakan pendengarannya) jika ia mendengarkan langsung dengan kedua telinganya, sedang ia ikut hadir bersama dengan hatinya dan tidak ghaib [tidak lengah].” Demikianlah yang disampaikan oleh ats-Tsauri dan beberapa ulama lainnya.
Tafsir Kemenag: Ayat ini menjelaskan bahwa sesungguhnya dalam peristiwa azab ditimpakan kepada mereka benar-benar terdapat peringatan yang sangat jelas bagi mereka yang menggunakan akalnya yang sehat atau menggunakan pandangannya, sambil menyaksikan faktafakta kenyataannya sehingga timbul kesadaran dan keinginan mawas diri.
Tafsir Quraish Shihab: Sesungguhnya di dalam siksa yang ditimpakan kepada umat-umat terdahulu itu terdapat peringatan bagi orang-orang yang mempunyai hati untuk mengetahui kebenaran, atau mendengarkan petunjuk dengan memperhatikannya.
Surah Qaf Ayat 38
وَلَقَدۡ خَلَقۡنَا ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضَ وَمَا بَيۡنَهُمَا فِى سِتَّةِ أَيَّامٍ وَمَا مَسَّنَا مِن لُّغُوبٍ
Terjemahan: Dan sesungguhnya telah Kami ciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya dalam enam masa, dan Kami sedikitpun tidak ditimpa keletihan.
Tafsir Jalalain: وَلَقَدۡ خَلَقۡنَا ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضَ وَمَا بَيۡنَهُمَا فِى سِتَّةِ أَيَّامٍ (Dan sesungguhnya telah Kami ciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya dalam enam hari) pada permulaannya adalah hari Ahad dan selesai pada hari Jumat وَمَا مَسَّنَا مِن لُّغُوبٍ (dan Kami sedikit pun tidak ditimpa keletihan) kepayahan.
Ayat ini diturunkan sebagai sanggahan terhadap orang-orang Yahudi yang telah mengatakan bahwa Allah swt. pada hari Sabtu-Nya beristirahat. Ditiadakannya sifat lebih daripada-Nya karena memang Dia Maha Suci dari sifat-sifat yang dimiliki oleh makhluk-Nya, dan pula karena tiada kesamaan antara Allah dan selain-Nya.
Di dalam ayat lain sehubungan dengan masalah penciptaan ini disebutkan melalui firman-Nya, “Sesungguhnya keadaan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya, ‘Jadilah!’ Maka terjadilah ia.” (Q.S. Yaasin, 82).
Tafsir Ibnu Katsir: وَلَقَدۡ خَلَقۡنَا ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضَ وَمَا بَيۡنَهُمَا فِى سِتَّةِ أَيَّامٍ وَمَا مَسَّنَا مِن لُّغُوبٍ (“Dan sesungguhnya telah Kami ciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya dalam enam masa, dan Kami sedikitpun tidak ditimpa keletihan.”) di dalam ayat tersebut terkandung penetapan tentang adanya hari kebangkitan, karena Rabb yang mampu menciptakan langit dan bumi serta tidak pernah merasa letih karenanya pasti mampu untuk menghidupkan orang yang sudah mati dengan cara lebih sempurna.
وَمَا مَسَّنَا مِن لُّغُوبٍ (“Dan Kami sedikitpun tidak ditimpa keletihan”) yakni tidak pernah merasa payah dan lelah.
Tafsir Kemenag: Dalam ayat ini Allah mengemukakan dalil atas kekuasaanNya yaitu bahwa Dia telah menciptakan langit dan bumi dan segala yang berada di antara keduanya dalam enam masa, dan dalam menciptakan benda-benda yang besar yang penuh dengan berbagai keajaiban itu. Dia sama sekali tidak menjadi letih dan lemah.
Sebaiknya manusia menjadikan alam kosmos itu untuk bahan pemikiran dan tafakur tentang keindahan dan kesempurnaannya, agar dijadikan media perantaraan untuk mengenal keagungan penciptanya. Dengan ayat ini,
Allah menyatakan kesalahan anggapan orang-orang Yahudi yang mengatakan bahwa Allah telah menciptakan langit dan bumi dalam enam hari dimulai dengan hari Ahad dan diakhiri dengan hari Jumat dan istirahat pada hari Sabtu, lalu berbaring di atas ‘Arsy singgasana-Nya karena merasa letih.
Maka Allah membantah anggapan itu dengan penjelasan bahwa Dia tidak merasakan keletihan sedikit pun. Mahasuci Allah dari segala sifat kekurangan atau kelemahan. Ayat ini sejalan dengan ayat berikut:
Dan tidakkah mereka memperhatikan bahwa sesungguhnya Allah yang menciptakan langit dan bumi dan Dia tidak merasa payah karena menciptakannya, dan Dia kuasa menghidupkan yang mati? Begitulah; sungguh, Dia Mahakuasa atas segala sesuatu. (alAhqaf/46: 33).
Tafsir Quraish Shihab: Aku bersumpah, “Sesungguhnya Kami telah menciptakan langit dan bumi serta apa yang ada di antara keduanya dalam enam hari, dan Kami tidak ditimpa keletihan sedikit pun. “(1)
(1) Untuk penjelasan tentang “hari” pada ayat ini, lihat catatan kaki ayat 9-12 dari surat Fushshilat.
Surah Qaf Ayat 39
فَٱصۡبِرۡ عَلَىٰ مَا يَقُولُونَ وَسَبِّحۡ بِحَمۡدِ رَبِّكَ قَبۡلَ طُلُوعِ ٱلشَّمۡسِ وَقَبۡلَ ٱلۡغُرُوبِ
Terjemahan: Maka bersabarlah kamu terhadap apa yang mereka katakan dan bertasbihlah sambil memuji Tuhanmu sebelum terbit matahari dan sebelum terbenam(nya).
Tafsir Jalalain: فَٱصۡبِرۡ (Maka bersabarlah kamu) khithab pada ayat ini ditujukan kepada Nabi saw. عَلَىٰ مَا يَقُولُونَ (terhadap apa yang mereka katakan) yang dikatakan orang-orang Yahudi dan lainnya yang menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya dan yang mendustakan kamu وَسَبِّحۡ بِحَمۡدِ رَبِّكَ (dan bertasbihlah seraya memuji Rabbmu) yakni salatlah seraya memuji-Nya قَبۡلَ طُلُوعِ ٱلشَّمۡسِ (sebelum terbit matahari) yakni salat Subuh وَقَبۡلَ ٱلۡغُرُوبِ (dan sebelum terbenamnya) yakni salat Zuhur dan salat Asar.
Tafsir Ibnu Katsir: Firman-Nya: فَٱصۡبِرۡ عَلَىٰ مَا يَقُولُونَ (“Maka bersabarlah kamu terhadap apa yang mereka katakan.”) yakni para pendusta. Bersabarlah atas tingkah laku dan perbuatan mereka serta jauhilah mereka dengan cara yang baik.
وَسَبِّحۡ بِحَمۡدِ رَبِّكَ قَبۡلَ طُلُوعِ ٱلشَّمۡسِ وَقَبۡلَ ٱلۡغُرُوبِ (“Dan bertasbihlah sambil memuji Rabbmu sebelum terbit matahari dan sebelum terbenam[nya].”) sebelum Isra’ mi’raj, shalat fardlu yang diperintahkan adalah dua kali, yaitu sebelum terbit matahari pada waktu fajar dan sebelum matahari tenggelam, yaitu pada waktu asyar. Dan qiyamul lail pun diwajibkan kepada Nabi saw. dan juga kepada semua umatnya.
Setelah itu, Allah Ta’ala menghapuskan semua kewajiban tersebut pada malam isra’ dan digantikan dengan shalat lima waktu, namun di antaranya tetap terdapat shalat shubuh dan asyar, yang keduanya dilakukan sebelum matahari terbit dan sebelum matahari tenggelam.
Imam Ahmad telah meriwayatkan dari Jarir bin ‘Abdillah, ia bercerita: “Kami pernah duduk-duduk bersama Nabi saw., lalu beliau melihat bulan pada malam purnama, maka beliau bersabda:
“Sesungguhnya kalian akan melihat Rabb kalian sebagaimana kalian melihat bulan ini. Kalian tidak akan pernah lelah melihat-Nya. Jika kalian sanggup menunaikan shalat sebelum matahari terbit dan sebelum terbenamnya, maka kerjakanlah.” Kemudian beliau membacakan ayat:
وَسَبِّحۡ بِحَمۡدِ رَبِّكَ قَبۡلَ طُلُوعِ ٱلشَّمۡسِ وَقَبۡلَ ٱلۡغُرُوبِ (“Dan bertasbihlah sambil memuji Rabbmu sebelum terbit matahari dan sebelum terbenam[nya].”) (HR al-Bukhari, Muslim dan sebagian perawi lainnya)
Tafsir Kemenag: Allah memerintahkan nabi-Nya supaya tetap sabar atas ucapan orang musyrik yang mengingkari hari kebangkitan. Tuhan yang menciptakan langit dan bumi dalam masa yang tidak singkat itu tanpa kelemahan dan keletihan, tentu akan kuasa pula untuk membangkitkan mereka pada hari Kiamat dan membalas dengan perbuatan mereka masing-masing yang baik dengan pahala, yang buruk dengan siksa.
Hal itu bukanlah suatu yang mustahil bagi Allah. Allah memerintahkan nabi-Nya supaya mensucikan Dia dengan tasbih sambil memuji-Nya pada waktu-waktu yang telah ditentukan, terutama dalam waktu-waktu salat, yaitu sebelum terbit dan sebelum terbenamnya matahari.
Tafsir Quraish Shihab: Jika hal itu telah jelas, maka bersabarlah, wahai Rasul, terhadap kepalsuan dan kebohongan yang diucapkan oleh orang-orang yang mendustakan di sekitar risalahmu. Sucikanlah Pencipta dan Pemeliharamu dari setiap kekurangan dengan memuji-Nya di setiap pagi dan petang. Sebab nilai ibadah pada saat-saat tersebut amat besar. Bertasbihlah juga kepada-Nya di sebagian malam dan setelah salat.
Surah Qaf Ayat 40
وَمِنَ ٱلَّيۡلِ فَسَبِّحۡهُ وَأَدۡبَٰرَ ٱلسُّجُودِ
Terjemahan: Dan bertasbihlah kamu kepada-Nya di malam hari dan setiap selesai sembahyang.
Tafsir Jalalain: وَمِنَ ٱلَّيۡلِ فَسَبِّحۡهُ (Dan bertasbihlah kamu di malam hari) artinya lakukanlah kedua salat pada waktu permulaan malam hari وَأَدۡبَٰرَ ٱلسُّجُودِ (dan setiap selesai salat) kalau dibaca Adbaar berarti bentuk jamak dari lafal Duburun, sedangkan kalau dibaca Idbaar berarti Mashdar dari lafal Adbara. Artinya, lakukanlah salat tambahan yang disunahkan setiap selesai menjalankan salat fardu.
Menurut suatu pendapat makna yang dimaksud adalah hakikat dari ucapan tasbih seraya memuji Allah yang dilakukan pada waktu-waktu tersebut.
Tafsir Ibnu Katsir: Firman-Nya: وَمِنَ ٱلَّيۡلِ فَسَبِّحۡهُ (“Dan bertasbihlah kamu kepada-Nya pada malam hari.”) maksudnya, kerjakanlah shalat untuk-Nya. Sebagaimana firman-Nya yang artinya: “Pada sebagian malam hari kerjakanlah shalat tahajjud sebagai suatu ibadah tambahan bagimu. Rabbmu pasti akan mengangkatmu ke tempat yang terpuji.” (al-Israa’: 79)
وَأَدۡبَٰرَ ٱلسُّجُودِ (“Dan setiap selesai shalat.”) Ibnu Abi Najih meriwayatkan dari Mujahid, dari Ibnu ‘Abbas, yaitu tasbih yang dibaca setiap selesai shalat. Hal itu diperkuat dengan apa yang ditegaskan dalam kitab ash-Shahihain, dari Abu Hurairah, bahwasannya ia bercerita:
“Orang-orang miskin dari kalangan kaum Muhajirin datang seraya berkata: ‘Ya Rasulallah, orang-orang kaya telah berjalan dengan derajat yang tinggi dan kenikmatan yang lestari [tetap], mereka mengerjakan shalat sebagaimana kami mengerjakannya, mereka juga berpuasa sebagamana kami mengerjakannya, dan mereka bersedekah sedang kami tidak dapat bersedekah, mereka memerdekakan [budak] sedang kami tidak dapat melakukannya.’ Beliau bersabda:
‘Maukah kalian aku beritahu [tentang] sesuatu yang jika kalian mau mengerjakannya, maka kalian akan dapat menyusul orang yang telah mendahului kalian, dan tidak seorangpun setelah kalian yang dapat menyusul kalian, dan kalian menjadi sebaik-baik orang di tengah-tengah mereka, kecuali orang yang beramal seperti apa yang kalian kerjakan itu, yaitu hendaklah kalian membaca tasbih, tahmid dan takbir setelah selesai shalat sebanyak tigapuluh tiga kali.’
Kemudian mereka berkata: ‘Ya Rasulallah, saudara-saudara kami memberitahukan apa yang kami kerjakan itu kepada orang-orang kaya, sehingga mereka mengerjakan hal yang sama.’ Maka beliau bersabda: ‘Yang demikian itu adalah karunia Allah yang diberikan kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya.’”
Pendapat kedua menyatakan bahwa yang dimaksud dengan firman Allah Ta’ala: وَأَدۡبَٰرَ ٱلسُّجُودِ (“Dan setiap selesai shalat”) yaitu shalat dua rakaat setelah magrib. Hal itu telah diriwayatkan dari ‘Umar, ‘Ali serta putranya, Hasan, Ibnu ‘Abbas, Abu Hurairah, dan Abu Umamah. Hal itu juga dikemukakan oleh Mujahid, ‘Ikrimah, asy-Sya’bi, an-Nakha’i, al-Hasan, Qatadah, dan lain-lain.
Imam Ahmad meriwayatkan dari ‘Ali, ia berkata: “Rasulullah saw. senantiasa mengerjakan shalat dua rakaat setiap selesai mengerjakan shalat wajib, selain shubuh dan ‘Ashar.” ‘Abdurrahman mengatakan: “Setiap kali setelah shalat.” Demikian yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan an-Nasa-i, dari hadits Sufyan ats-Tsauri. wallaaHu a’lam.
Tafsir Kemenag: Ayat ini memerintahkan kepada nabi-Nya, supaya bertasbih kepada-Nya di malam hari dan setiap selesai salat, Ibnu ‘Abbas menafsirkan ayat ini dan berkata bahwa salat sebelum terbit matahari ialah salat Subuh, dan sebelum terbenam matahari mencakup salat ¨uhur dan Asar, salat di malam hari mencakup salat Magrib dan Isya, dan setiap selesai salat mencakup salat ba’diyah.
Dalam hadis riwayat al-Bukhari dari Ibnu ‘Abbas, dijelaskan bahwa Nabi saw diperintahkan untuk bertasbih setelah selesai salat apa saja. Dan dalam hadis riwayat Muslim, diterangkan bilangan tasbih (Subhanallah) sebanyak 33 kali, tahmid (al-hamdulillah) 33 kali, dan takbir (Allahu Akbar) 33 kali, dan digenapkan 100 kali dengan bacaan “La ilaha illallah wahdahu la syarikalahu, lahul mulku wa lahul hamdu yuhyi wa yumitu wa huwa ‘ala kulli syai’in qadir”. Semua itu dibaca tiap-tiap selesai salat. (.
Tafsir Quraish Shihab: Jika hal itu telah jelas, maka bersabarlah, wahai Rasul, terhadap kepalsuan dan kebohongan yang diucapkan oleh orang-orang yang mendustakan di sekitar risalahmu. Sucikanlah Pencipta dan Pemeliharamu dari setiap kekurangan dengan memuji-Nya di setiap pagi dan petang. Sebab nilai ibadah pada saat-saat tersebut amat besar. Bertasbihlah juga kepada-Nya di sebagian malam dan setelah salat.
Shadaqallahul ‘adzhim. Alhamdulillah, kita telah pelajari bersama kandungan Surah Qaf Ayat 36-40 berdasarkan Tafsir Jalalain, Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir Kemenag dan Tafsir Quraish Shihab Semoga menambah khazanah ilmu Al-Qur’an kita.
- Hadits Shahih Al-Bukhari No. 663-664 – Kitab Adzan - 30/08/2020
- Hadits Shahih Al-Bukhari No. 662 – Kitab Adzan - 30/08/2020
- Hadits Shahih Al-Bukhari No. 661 – Kitab Adzan - 30/08/2020